•46 •arti mimpi

Start from the beginning
                                    

"Sudah menjelang siang, Dear. Sebaliknya kau bersiap untuk makan dan kembali bertemu dengan Tabib Will untuk memeriksakan kondisimu."

"Aku baik, Richard."

"Apa kau ingin aku temani, Wahai menantuku?" Ibunya Richard nawarin diri, natap gue khawatir lagi. "Aku tidak keberatan bila harus menemanimu."

Untuk sesaat, gue natap wanita itu ragu. Gue sebenernya gak enak buat nolak, tapi di satu sisi gue ngerasa baik-baik aja dan lebih milih buat ketemu sama Faresta aja. Gue ngulum bibir bawah agak gugup. "Sebenarnya... hamba sudah berencana untuk  bertemu dengan Faresta pagi ini, Ibunda."

Raut muka Ibunya Richard entah kenapa tiba-tiba aja berubah pucat gitu, keliatan kaget. Tetapi, gue mencoba buat mengabaikan. Gue ngelirik ke arah Richard, ngambil tangan kanannya untuk gue genggam dengan erat. Richard ngebalas genggaman tangan gue gak kalah erat, gak bicara apapun karena Richard udah tau niatan gue sejak tadi malem. Bahkan dia yang ngebujuk gue terus menerus pas gue maksa ketemu Fares saat itu juga.

Entahlah.

Mungkin dengan bertemu Faresta secara langsung bisa nunjukin sesuatu.

"Untuk apa kau menemuinya?" tanya Ibunya Richard, masih natap gue dengan ekspresi yang sama. "Dia hampir saja membunuhmu, sebaiknya kau tak perlu bertemu lagi dengannya."

Kepala gue ngegeleng. "Mohon ampun, Ibunda. Tapi aku sangat ingin bertemu dengannya untuk memastikan sesuatu."

"Apa gerangan sesuatu yang kau maksudkan itu, Menantuku?"

"Aku bermimpi jika sebenarnya bukan Putri Claire lah yang menyuruh Faresta, tetapi seseorang yang lain dari kerajaan ini."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu pastinya, Ibunda," Gue ngulum bibir sebentar, natap Ibunya Richard sekali lagi sebelum melanjutkan ucapan,

"Hanya Farestalah yang tahu siapa pelaku sebenarnya."

.
.🍌🍓.
.


Kalau ditanya apa gue berani ketemu Faresta,

Jawabannya nggak.

Nyatanya kedua kaki gue rasanya gemeter hebat dan jantung gue berdegub kencang. Padahal, gue bahkan belum melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Faresta berada. Rasa takut di malam itu, rasa sakit dan senyuman miring itu masih jelas di otak. Gue gak bener-bener bisa ngelupain semua kejadian itu sedikitpun, susah. Sekuat apapun gue mencoba.

Gue narik nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata, nyoba buat menenangkan diri. Sebelah tangan gue masih menggenggam erat ujung pakaiannya Richard, berusaha mensugestikan diri gue sendiri kalau semua baik-baik aja. Richard ada di sini, di sisi gue. Dia pastinya gak bakal ngebiarin Fares ngelukain gue lagi.

"Jika kau memang masih belum siap untuk menemuinya, kau bisa menundanya, Dear. Jangan kau paksakan."

Gue kembali narik nafas dalam, dongak natap si Richard setelah sebelumnya ngegelengin kepala. Kedua ujung bibir gue tertarik bersamaan. "Tidak," jawab gue, menatapnya mantab. "Harus kuselesaikan secepatnya, Richard. Aku tak ingin pelaku sebenarnya bebas melakukan apapun dan membahayakan yang lain. Terlebih dirimu."

Richard senyum, ngebelai pipi gue dengan jemari-jemarinya yang panjang. Tatapanya melembut dan gue ngerasa lebih tenang ngeliat itu, rasanya kayak dapat kekuatan baru.

"Baiklah, Dear. Tetapi aku akan membawa paksa dirimu jika terjadi sesuatu," jelas si Richard, balas menatap.

Kepala gue cuma ngangguk, setuju.

raja chanyeol •chanbaek• [END]Where stories live. Discover now