Episode 19 : Menjemput Impian

28 3 0
                                    


Mas Fariz! Ryn menahan gejolak dalam hatinya. Kalau tak ada Irvin, ia ingin sekali bisa memeluk Fariz. Ah mas, kau agak kurusan sekarang, dan kok kamu memelihara kumis segala? Dan kepalamu... Rambutmu makin tipis, calon botak seperti Pak Indro... Tapi kau tetap setampan dulu, sama seperti ketika aku pertama melihatmu.

"Fariz. Untung kau tepat waktu. Kami agak nervous, baru sekali ini aku kemari." Irvin tersenyum lega.

"Kapan aku pernah tidak tepat waktu? Hai apa kabar bro.." Fariz meninju pelan punggung Irvin. Fariz dan Irvin berpelukan erat. Kebiasaan lama setiap kali mereka bertemu. Dengan rasa canggung, Fariz pun memeluk Ryn, hanya sebentar.

"Ayo, aku parkir mobil agak jauh dari sini. Outdoor. Tadi traffic ke indoor zone sangat padat"

"Jadi kalian tidak menginap di apartemenku saja? Aku sudah tidak tinggal di apartemen lama. Yang sekarang lebih besar, ada kamar tamu. Kalian bisa gunakan itu selama di Hongkong".

"Ah enggaklah, kami sudah pesan tempat di Marriot via online. Kalau di apartemenmu, kerja kau nanti bisa terganggu. Sekarang ke apartemenmu dulu, nanti kami ke hotel pakai taksi saja. "

Fariz tersenyum. Hatinya terasa pahit. Bukan saja kerjaku yang akan terganggu, tapi juga seluruh sel sel hidupku. Melihat kalian berdua saja sekarang, badan ini sakit semua rasanya.

"Aku jarang membawa pulang pekerjaan. Mungkin tidak sepertimu ya Ryn ? "

Ryn tertawa kecil. Pasti Pak Indro sering bercerita bahwa dirinya suka mengusung pekerjaan kantor ke rumah.

Sesampai di apartemen Fariz, Ryn terpesona. "Apartemen ini sangat bagus mas, dan sangat bersih", pujinya.

"Ini fasilitas kantor. Kalau aku sendiri tak akan mungkin mampu sewa tempat seperti ini".

Irvin melayangkan pandangan ke sekeliling apartemen. Ryn asyik melihat pemandangan kota yang nampak indah dari kaca jendela. Fariz menyeduh teh hangat. Beberapa potong kue rendah kalori sudah dia sajikan di meja sofa. Pandangan Irvin tertuju ke jam dinding ukir.

"Jam itu.......kok sama seperti kado darimu?"

Fariz tidak menduga Irvin memperhatikannya.

"Eh....iya, aku memang pesan dua buah. Disainku sendiri. Jadi kalian tidak akan menemukannya di tempat lain. Duduklah kalian, teh hampir siap".

Sambil menikmati teh hangat buatan Fariz, perbincangan hangat melibatkan mereka bertiga. Sesekali gelak tawa terdengar. Sangat hangat dan intim bagai teman karib yang sudah lama tak bersua. Saat makan malam, Fariz tidak tahan untuk beberapa kali mencuri pandang ke arah Ryn. Ia rindu melihat lesung pipit Ryn yang terlihat setiap kali tersenyum. Ia rindu melihat bibir mungil dan deretan gigi Ryn yang putih rapi itu. Ia rindu melihat gemulai tangan Ryn. Ia sangat merindukan semuanya.

Fariz lalu mencoba untuk mengenyahkan pikirannya itu "Kalian mau makan malam apa? Biar makan malam kali ini aku yang memasak sebagai tuang rumah"

Ryn terdiam sejenak, dia lalu melirik pada Irvin, "Eh apa ya? Hmm... Terserah Ryn aja deh Bro" ucapnya.

Maka mau tak mau Fariz menatap Ryn sambil mengangkat alisnya, ya Ryn pun kangen dengan masakan resto Bayou karena semenjak Fariz pergi ke Hongkong lagi, ia tidak pernah makan disana lagi, "Ah ini kan di Hongkong, tapi aku juga kangen dengan masakan di Bayou" pikir Ryn, lalu ia membuka mulutnya dngan suara pelan "Eh bagaimana kalau bistik sapi ala Kanton Mas?" Fariz mengangguk sambil tersenyum lalu ke Dapur.

Beberapa saat kemudian, Fariz selesai masak, dia langsung menghidangkan masakannya disertai Buncis masak Blacan sebagai sayurnya, mereka pun menyantap masakan tersebut "Hmm... Enak banget masakanmu mas, rasanya engga beda dengan masakan Papamu di resto Bayou" puji Ryn.

Menjemput ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang