Episode 2 : Pangling

11 2 0
                                    


Dada Ryn tiba-tiba terasa sesak dan sakit. Benih-benih rasa cinta sudah lama sekali tumbuh di hati Ryn sejak perkenalan pertamanya. Bagi Ryn, di saat teman-temannya sering mengejek fisiknya, mas Fariz seperti tidak melihat kekurangan Ryn. Empati yang diberikan Fariz seperti air yang memberi kesejukan hati. Dari situlah benih cinta kemudian bersemi. Namun Ryn menyimpan semua perasaannya dalam-dalam, dia tak berani berharap. Di matanya Fariz adalah sosok yang terlalu jauh untuk dia gapai.

"Mbak,ada tamu cari pak Indro. Tapi boss sedang ke kampus karena sedang ada kelas,Jadi gimana nih mbak?", suara Vera, staf front office terdengar di meja Ryn. Jika pak Indro pergi, maka Ryn memangsering dipercaya bertugas mengambil alih tanggung jawab kantor. "Kalau belum buat janji, suruh kembali lain waktu saja, Ver", jawab Ryn , "Baik mbak" jawab Vera.

Ryn kembali sibuk mencoret-coret kertas gambarnya. Dia harus segera menyerah kanhasil revisi ke studio, agar para drafter bisa merevisi data gambar dikomputer. Ketika tengah berpikir keras, suara intercom kembali terdengar. "Maaf mbak, tamu ini bilang dia sudah bicara di telpon semalam dengan pak Indro, ada dokumen miliknya yang akan dipinjam pak Indro"

"Aduuuh...aku sedang dikejar deadline. Eh..tapi baiklah, kutemui sebentar. Aku segera kesana" pikirnya, Ryn kemudian bergegas beranjak ke ruang tamu.

Disofa ruang tamu, Ryn melihat seorang pria sedang duduk membaca majalah. Berpenampilan rapih dengan mengenakan setelan jas dan celana abu-abu, berkameja biru tanpa dasi. Melihat Ryn datang, pria itu bergegas berdiri. Ryn terpana, dadanya berdegup kencang. Wajah pria ini sepertinya sangat familiar, "Tapi dimana ya aku pernah melihatnya?", Ryn berusaha mengingat-ingat.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? Kebetulan pak Indro sedang keluar karena harus mengajar di kampusnya. Jika ada keperluan dengan beliau, mungkin saya bisa mewakili beliau. Silakan duduk pak " sapa Ryn formil.

Pria berkacamata yang berambut rapih dengan jambul di pinggir itu tersenyum "Begini mbak, semalam saya berbicara di telpon dengan pak Indro. Beliau meminta tolong saya untuk meminjam dokumen ini. Katanya beliau perlukan untuk perencanaan proyek beliau. Jadi saya nitip dokumen ini untuk beliau"

Ryn makin penasaran. Suara pria ini pun rasanya pernah dia dengar. Halus namun tegas dan berwibawa. Sayang Ryn masih tetap tidak ingat meski sudah berusahakeras mengingat.

"Oh ya, pasti akan saya sampaikan pak. Silakan tandatangan di tanda terima ini pak. Lembar ini untuk bapak bawa, sebagai bukti jika bapak akan mengambil kembali dokumen ini". Ryn menjelaskan dengan cepat. Dia gelisah memikirkan revisi proyek.

Setelah selesai, pria itu dengan sopan berpamitan. Ryn mengantar hingga pintu keluar."Ganteng juga cowok itu, kulitnya putih bersih dan penampilannya keren. Rasanya....aku sudah pernah melihat dia, tapi di mana ya? Teman pak Indro? Atau mantan mahasiswa ?" Ryn masih bertanya-tanya. Kemudian Ryn melangkah cepat membawa dokumen ke ruang pak Indro. Di atas meja, Ryn meletakkan dengan hati-hati dokumen berupa clearholder yang sangat tebal itu. Iseng-iseng dia membukanya. Rupanya berisi kumpulan dokumen gambar proyek. Tiba-tiba mata Ryn tertuju ke tulisan di bagianbawah lembaran. Di setiap lembar tercantum tulisan "designed by Fariz Sunyoto for Pasific Architect Ltd, Hk." Ryn terkejut, matanya melotot tak percaya."Nama itu...nama itu kan..", desisnya. Buru-buru Ryn membuka kertas tanda terima. Dia melihat di bagian bawah kertas, tertulis Yang Menyerahkan, ttd Fariz Sunyoto. Ryn terduduk lemas. Dadanya berdegup sangat kencang. Badannya gemetar dan mukanya pucat seperti orang yang baru saja bertemu hantu.

"Jadi...jadi,yang tadi ke sini itu...mas Fariz ? Kok bisa ? Bukannya dia sedang di Hongkong ?Kenapa aku tak bisa mengenalinya? " berpuluh pertanyaan berkecamuk di kepala Ryn.

"Ah,delapan tahun tak pernah bertemu, kau sudah berubah banyak sekali mas, sampaiaku tak mengenalimu. Kau nampak makin matang dan tampan. Apalagi sekarang kau berkacamata. Tapi apakah kau juga tidak mengenali aku mas ? Ini aku....Ryn". Ryn termangu. Mimpi apa gerangan dia, hingga bisa bertemu orang yang lama diaimpikan.

"Pak Indro, tadi ada tamu mengantarkan dokumen, Fariz Sunyoto. Saya letakkan di meja bapak. Tanda terima dokumen disimpan Vera. Saya pamit ke workshop untuk cek pesanan interior. Dari situ saya langsung pulang". Ryn mengirimkan sms kepada atasannya. Sesaat kemudian Ryn sudah menyetir mobilnya di jalan. Sore ini cuaca sangat cerah. Ryn lalu menyetel musik klasik Gabriel Faure "Sicilienne" dari cd playernya. Lagu ini adalah kesukaan Ryn,karena Fariz sering memainkan lagu ini di resto. "Besok aku harus ke sana", Ryn memantapkan langkahnya.

Fariz keluar dari kantor Indro Djoyo Engineering. Hari ini dia menyerahkan beberapa dokumen proyek sekolah yang pernah Fariz garap selama di Hongkong. Semalam pak Indro yang mendengar Fariz pulang dari Hongkong menelponnya. Beliau ingin mencari ide disain sekolah dari rancangan mantan mahasiswa kesayangannya itu. Sambil menyetir mobilnya, pikiran Fariz masih tertuju ke staf pak Indro yang tadi menemuinya. "Aku seperti pernah mengenal cewek itu. Tapi di mana ya ? Apa mantan mahasiswa pak Indro juga ? Cantik sekali staf pak Indro tadi. Mau-maunya dia bekerja di kantor pak Indro. Kasihan kalau setiap hari dimarahi? Pak Indro kan galak. Kata Irvin, si gendut Ryn juga bekerja di sana. Kok tadi aku gak ketemu ya ? Ah lupakan dulu Ryn... aku ingin tahu siapa si cantik tadi". Karena penasaran, Fariz membuka kertas tanda terima untuk melihat nama si penerima. Rem mobil berdecit keras karena Fariz menghentikan mobilnya secara mendadak. Fariz terkejut. Dia melotot kaget. Pada bagian bawah bukti tanda terima tertulis, "Yang menerima, ttd Ryn, ST.Ars"

Fariz menepikan mobil dan berhenti. Jadi tadi Ryn ? Ryn gendut itu ? Bagaimana mungkin... kok bisa dia berubah secantik itu? Ah nggak mungkin, jangan-jangan ada Ryn yang lain di kantor pak Indro!", ya dia berpikir Ryn yang tadi dia temui bukanlah Ryn yang dia kenal dahulu. Tidak berkacamata, sangat langsing, wajah tirus dan mulus (walaupun pipinya masih tetap berpipi chuby), tatanan rambut apik, demikian pula busananya. Dan giginya...Ryn yang tadi giginya sangat rapi,tidak berantakan seperti Ryn gendut.

"Yup bro...cuma ada satu Ryn di sana, my Ryn. Ya dia memang sangat berubah. Makanya aku naksir mas bro....comblangin doooong", rayu Irvin di telpon. Fariz menutup telponnya. Dia termangu. Pantas Irvin naksir berat. Siapa pula lelaki yang tidak jatuh hati pada cewek secantik itu. "Oh Tuhan, terimakasih, kau berikan juga dia kecantikan. Ini akan membuat jalanku lebih mudah".

Tiba-tiba ada perasaan malu menelusup ke hatinya. Betapa tidak adilnya dia, memaka istandar fisik untuk menelusuri kepastian perasaan. Bolehkah itu ?

"Tunggu Tuhan, jangan marah. Bukan karena dia telah berubah cantik maka aku bersyukurpadamu. Engkau tahu Tuhan, aku...sebenarnya...sudah jatuh cinta sejak dia masih seorang Ryn gendut. Aku berusaha selalu taat padaMu, aku tak berani membedakan kondisi fisik orang. Tapi.....bagaimana ini Tuhan, Irvin juga jatuh cinta padanya. Masakan aku bersaing dengan sahabat baikku sendiri. Bagaimana ini Tuhan?" Fariz memutuskan pulang. "Besok aku akan ke Bayou, dulu saat jam makan siang Ryn sering datang ke sana. Mudah-mudahan kami bisa bertemu. Aku akan memainkan lagu kesukaan dia di piano itu"

Dan malam itu, baik Ryn maupun Fariz tidur dengan rasa gelisah, berharap pagi akan segera hadir. Di hati masing-masing, pengharapan lama itu kembali bertunas. Bunga yang pernah gugurkini kembali tumbuh meski tak pernah ada kepastian untuk itu.

Menjemput ImpianTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon