Episode 7 : Mas Fariz

4 1 0
                                    


Ryn merebahkan diri di kasur. Ah, begitu melelahkan rasanya kegiatan hari ini. Sehabis makan siang tadi, Ryn bergegas kembali ke kantor dan melakukan meeting bersama klienku, mas Irvin untuk membicarakan disain final.

Ada beberapa perubahan fase bangunan fasilitas umum, tidak terlalu banyak sih tapi tetap memakan waktu. Selesai meeting kami melakukan lagi peninjauan lokasi untuk lebih mematangkan site plan atau perencanaan tapak. Dari situ Ryn masih harus kembali lagi ke kantor untuk membuat laporan pada atasanku tentang progress proyek Darma Regency. Mestinya Ryn bisa melaporkan semuanya lewat email.

Tapi Ryn ingin membuat laporan tertulis yang bisa dibacanya besok langsung di atas meja. Pak Indro Djoyo atasannya ini orangnya sangat perfeksionis, ingin tahu setiap detail proyek yang dikerjakan anak buahnya. Ryn tidak keberatan, karena ini adalah proyek pertama yang dipercayakan Pak Indro Djoyo untuk kukerjakan secara penuh. Pulang ke rumah hari sudah gelap, badan terasa lengket dan pegal.

"Ryn, makan malam dulu nak" teriakan mama terdengar.

"Aku sudah makan ma".

Ryn terpaksa berbohong. Dalam kondisi lelah, malas rasanya makan. Terlebih, nyamannya tempat tidurku membuat Ryn malas beranjak. Kuraih pigura foto di nakas sebelah. Foto seorang gadis cilik dengan kacamata tebal, pipi chubby dan gigi gigi berantakan. Ryn tersenyum, itulah fotoku.

Ryn tidak terlahir sebagai gadis cantik. Berbadan gendut, kacamata yang tebal karena kebanyakan baca, jerawat di pipi dan gigi berantakan. Ryn selalu jadi bahan ledekan teman-temanku. Berbagai sebutan diarahkan pad Ryn. Mulai dari si gembrot, perut gentong, si cupu, hingga si gigi berantakan dll. Ryn hanya bisa menahan tangis dalam hati.

Ryn tidak pernah membiarkan air matanya nampak di hadapan teman-temannya. Karena Ryn tahu teman-temanku akan semakin tertarik menjahiliku. Satu-satunya hal yang mungkin membuat teman-temannya agak segan adalah kepandaiannya dalam pelajaran dan seni lukis. Tapi itu juga sekaligus makin membuat mereka iri dan makin menjadi bersikap buruk pada Ryn.

Biasanya saat Ryn merasa sedih sekali, tidak tahan pada bullying teman-temanku, Ryn pergi ke Bayou, duduk di pojokan, sambil makan Ryn mencoret-coret buku sketsa yang selalu ia bawa kemanapun pergi. Di situlah perkenalanku dengan mas Fariz, putra semata wayang pak Sunyoto, pemilik resto, yang akhirnya membuat Ryn tertarik mengikuti jejak kariernya, menjadi seorang arsitek.

Mas Fariz juga yang mengajarinya sedikit autocad dan 3D max, software yg sangat membantu Ryn  saat kuliah dan bekerja kini. Ryn tidak bisa selalu bertemu dengannya di resto, dia sangat sibuk dengan tugas kuliah. Apalagi tak lama setelah Ryn mulai kuliah di kampus yang sama, mas Fariz justru lulus dan kemudian merantau. 

Meskipun hanya bertemu beberapa kali, tapi saat mas Fariz ke Jakarta, Ryn merasa kehilangan juga. Apalagi saat Om Sunyoto, ayah mas Fariz, bercerita bahwa dia pindah ke Hongkong.

Pada tahun kedua kuliah, Ryn telah kehilangan Mas Fariz yang pergi merantau ke Jakarta karena ia mendapat di sebuah perusahaan konsultan arsitektur besar, Ryn bagaikan kehilangan pegangan karena selama ini Mas Farizlah yang selalu mendukung dan melindunginya yang membuat Ryn selalu merasa aman dan nyaman. 

Setelah kepergiannya itulah, serapat apapun Ryn menyembunyikannya, mama akhirnya memergoki Ryn menangis di kamar sambil memeluk boneka sapi kesayanganku dengan eratnya karena tidak tahan dengan bullying teman-teman kampus.

Esoknya mama langsung membawaku pada seorang dokter yang juga konsultan kecantikan dan ke dokter gigi juga untuk merapikan gigi Ryn. Mama mengeluarkan banyak sekali dana untuk perawatan Ryn.

"Maafkan mama ya Ryn. Mama pikir kamu seperti kakakmu, selonongan, tidak suka diatur-atur. Selama ini mama membiarkan kamu apa adanya, karena mama takut kamu ngamuk seperti kakakmu".

Ryn tahu dan bisa memahami. Kakaknya, Brigita yang berpofresi sebagai gitaris satu band Rock yang membernya cewek semua, memang sangat tomboy dan galak. Saat dulu mama mencoba mengajak Brigita berdandan, kakak Ryn itu malah minggat dari rumah. Karenanya, mama memang selalu berusaha berhati-hati bersikap pada anak-anak gadisnya ini.

Melalui proses panjang dan kerja keras, perlahan Ryn pun tak ubahnya seekor itik buruk rupa yang menjelma jadi angsa cantik. Langsing, tanpa kacamata, kulit halus licin,gigi rapi dan tatanan rambut up to date. Mama yang dasarnya memang suka dandan, juga mengubah penampilan baju Ryn. Pokoknya rombak total.

Sejak itu, teman-teman Ryn mulai menutup mulutnya. Beberapa teman lelaki bahkan mulai coba mendekati Ryn. Tapi Ryn selalu menolak halus. "Aku ingin konsentrasi belajar dulu", begitu alasannya. Entah kenapa, Ryn sama sekali tidak tertarik untuk berpacaran. Ada sesuatu yang kunanti, yang Ryn sendiri tak tahu apakah bisa kuraih, ya satu nama yang selalu terngiang-ngiang di hatinya, yang bayangnya selalu menari di pelupuk mataku ketika Ryn hendak tidur, Fariz Sunyoto!

Menjemput ImpianOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz