Ann dan Agam

61K 911 22
                                    

(( Ann POV ))

Kriiinggggggg!!!

"eunghhh..." Tanganku bergerak menggapai alarm yang setiap hari setia membangunkanku dari tidur.

Mataku setengah terbuka melihat sudah pukul berapa sekarang. 6 pagi.

Kalau aku tidak ingat hari ini ada kuis, mungkin aku akan memilih untuk melanjutkan tidurku.

Mengusap mata dan ujung bibirku sekilas, aku menghempaskan selimut yang menggulung tubuhku secara asal dan segera masuk ke dalam kamar mandi.

Tidak membutuhkan waktu lama bagiku untuk membersihkan badan, yah sekitar satu jam aku berada di kamar mandi dan mungkin bisa saja lebih dari itu jika tidak ada seseorang yang menggangguku dengan mengetok pintu kamar dengan keras.

Dengan hanya sehelai handuk yang melilit sekujur tubuhku, aku berjalan dengan cepat untuk membuka pintu. Mataku membulat sempurna saat melihat siapa orang yang pagi-pagi sudah membuat keributan di kamarku.

"Lo? Sialan!!" Kataku reflek sambil menutup pintu dengan keras.

"Ngapain sih lo pagi-pagi udah di sini?!" Teriakku dari dalam.

"Kan kemaren udah janjian mau berangkat bareng, ege! Lo masih muda udah pikun aja." Jawabnya santai.

"Ya terus ngapain lo ngetok kamar gue kaya orang dikejar setan? Sengaja lo ya mau ngintip gue yang baru selesai mandi?!"

"Heh! Mana gue tau kalo lo lagi mandi. Orang Ibu lo aja bilang gini ke gue 'Ann masih tidur kayanya, Gam. Bangunin aja, gih. Kebiasaan dia kalo tidur kaya badak' gitu. Ya jangan salahin gue, lah." Ujarnya menirukan nada suara Ibuku.

"Ya, tetep aja lo yang salah. Ah, gue udah gak suci lagi." Kataku mendramatisir. Aku bisa menebak apa yang akan Agam katakan selanjutnya.

"Lo Annastasya bukan Suci!" Nah, kan? Memang sudah ketebak.

"Lawakan lo basi!"

"Bacot lo. Udah cepet pake baju, gue tunggu di bawah." Kata Agam. Aku bisa mendengar langka kakinya yang menjauh. Dengan kecepatan kilat. Aku segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

***

Perkenalkan aku Annastasya Putri Wijaya dan laki-laki yang tengah menyetir mobil di sebelahku adalah Baihaqi Agam Dianthoro. Nama kita berdua memang panjang, tapi tenang aja kalian bisa panggil kita Ann dan Agam.

Sekarang kita sedang dalam perjalanan ke kampus tercinta. Jaraknya lumayan sih dari rumah kita berdua, belum lagi harus macet-macetan kaya di jam sibuk sekarang. Tapi kalo udah sama laki-laki bernama Agam, mau macet satu minggu rasanya kaya baru satu jam di jalan.

"Gue laper. Buka dong bekel yang Ibu lo kasih tadi." Kata Agam.

Aku mengalihkan pandanganku dari ponsel untuk menatap ke arah Agam yang tengah melihat kearahku.

"Gak ah. Ini kan buat makan siang gue." Kataku sambil kembali memainkan ponsel.

"Gue belom sarapan. Jahat amat sih lo."

"Salah gue kalo lo belom sarapan?"

"Iyalah. Yang semalem nyuruh jemput kan lo, jadi gue mau gak mau berangkat pagi."

Aku menghembuskan nafas tidak sabar, "Itu lagi sih yang lo bahas? Lo gak ikhlas kalo jemput gue? Yaudah turunin gue di sini aja kalo gitu." Kataku.

"Yaudah gih turun. Gue gak larang." Katanya sama kesal.

Aku menatapnya dalam, dia hanya mendengus tidak menatapku balik.

"Makanya kalo Ibu gue nawarin sarapan tuh iyain. Sok sokan nolak sih lo! Kelaperan bilangnya malah sama gue, emangnya gue bibi lo!" Kataku mengalah. Tanganku mengeluarkan kotak bekal yang tadi sempat Ibu siapkan untuk aku dan Agam berdua.

"Sengaja. Bikin lo repot kan hobi gue."

"Rese!"

"Berisik, udah cepet suapin. Gue laper"

"Hih!" Kataku.

Aku mengambil sesendok nasi dan lauknya lalu mengarahkannya ke Agam.

"Nih, aaa." Aku mengarahkan sendok ke Agam. Dengan cepat Agam menerima suapanku, mulutnya bahkan terbuka lebar. Dia mengunyah makanannya pelan dan aku juga mengambil sesendok untukku sendiri.

"Nanti gue ga bisa balik sama lo kayanya deh." Agam berbicara diantara kunyahannya.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Jasmine ngajak gue jalan. Katanya sih buat ngerayain Anniversary  kita." Tanganku yang tadinya ingin menyendok nasi, terdiam seketika.

"oh." Responku.

"Suapin lagi, dong! Kenapa jadi bengong, deh?" Protesnya.

Tanganku kembali mengambil nasi dan menyuapkannya pada Agam hingga bekalku habis dimakan olehnya.

Sisa perjalanan tadi aku habiskan dalam diam. Ketika Agam berbicara pun, aku hanya menangapi seadanya. Aku seperti tertohok tepat di jantung. Kenapa aku masih seperti ini, bahkan ini sudah lebih dari 3 tahun sejak saat aku merasakan perasaan ini. Tapi kenapa rasanya masih sama, antara sesak dan mengganjal di hati.

"Thanks udah mau kasih tumpangan." Kataku saat mobil sudah berhenti di pelataran parkir kampus. Aku segera membuka pintu dan menutupnya. Bahkan aku tidak mau repot-repot mendengar apa yang Agam katakan tadi, yang pasti aku sedang tidak ingin mendengar suaranya.

"Ann?" Kesialan kedua dihari ini. Aku menghembuskan nafas pelan sebelum menengok ke arah suara yang memanggilku.

"Oh, hey, Jas! Kenapa?" Kataku sebisa mungkin dengan nada suara yang terdengar baik-baik saja.

"Agam mana?" Tanya Jasmine padaku. Aku menunjuk mobil Agam yang terparkir dengan pemiliknya yang sedang berjalan ke arah kami.

"Oh, thanks ya." Kata Jasmine sambil pergi menjauhiku.

Aku melihat Jasmine yang merangkul lengan kekasihnya itu. Agam bahkan tersenyum manis menerima rangkulan dari kekasihnya. Aku hanya bisa tersenyum kecut melihat pemandangan itu.

Seharusnya ini sudah biasa untukku, tapi kenapa rasanya masih sama? Ada apa denganku, aku seharusnya ikhlas dengan keadaan ini. Tapi semakin aku ingin menghilangkan rasa yang salah ini, justru semakin membuatku ingin bersamanya. Kenapa?

Ini tidak benar. Tapi perasaan ini menuntutku untuk menunggunya. Entah apa ini kegiatan yang sia-sia atau tidak. Semoga apa yang aku tunggu berakhir dengan baik. Ah atau justru tidak, aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.

***

MenunggumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang