Bertepuk Dua Tangan

514 68 12
                                    

"Kau pintar merayu ya?" tuduh Seokjin. Ia mencoba tampak tenang walaupun jantungnya berdegup tak karuan.

"Aku hanya mengatakan apa yang kurasakan, Hyung."

Namjoon membuka kedua telapak tangannya di atas meja.

"Aku memang sebelas tahun lebih muda daripada dirimu tetapi aku sangat serius dengan perasaan dan juga ajakanku. Aku tahu permintaanku terdengar kurang ajar karena kehidupanmu, keluargamu, pekerjaanmu di sini. Tidak di sana. Karena itu, aku akan membebaskanmu memilih. Kalau kau menerimaku, genggam kedua tanganku dan aku berjanji untuk selalu menggenggammu selamanya. Kalau kau menolak, kau bisa pergi tanpa perlu menoleh ke belakang."

"Yakin kau tidak akan kecewa kalau aku menolak?"

"Pasti kecewa. Aku cuma manusia bukan besi. Tapi, kalau memang kau tidak mau, aku tidak akan memaksa. Aku anggap saja itu artinya aku perlu memperbaiki diriku."

"Kau membuat semuanya sulit, Namjoon-ah."

"Maksudnya perasaanku membebanimu?"

Namjoon menunduk. Walaupun ia tidak seratus persen yakin diterima, penolakan Seokjin tetap tak siap didengar.

"Baiklah. Kurasa aku sudah tahu jawabanmu." Namjoon menurunkan kedua tangannya dari atas meja. "Terima kasih sudah mau menemuiku, Hyung. Aku harap kau selalu sehat dan bahagia. Jangan lupa tersenyum dan tertawa. Kau sangat menawan setiap kali tersenyum dan tertawa. Aku rasa, itu yang membuatku jatuh hati."

Namjoon bangkit dari kursi. Menunduk menatap Seokjin yang tak ingin menunjukkan wajahnya.

"Aku berangkat dua hari lagi. Aku rasa besok aku tidak akan ke sini. Semoga usahamu semakim berkembang." Namjoon menarik nafas. "Sampai jumpa, Kim Seokjin."

---

Sialan! Mengapa air matanya tak berhenti mengalir? Mengapa pula hatinya sakit mengetahui Namjoon akan pergi jauh dan tak tahu kapan atau apakah mereka akan bertemu lagi?

Seokjin mengambil bantal kursi di sampingnya dan dengan sekuat tenaga melemparnya tepat ke bagian belakang kepala Namjoon.

Bugh!

Namjoon berbalik dan menaikkan alis sebagai tanda bertanya.

"Hyung, ada apa?"

"Ada apa katamu?"

Suara Seokjin mulai menarik perhatian para pegawai dan pengunjung dan membuat Hoseok meminta Jimin memanggil Jungkook.

Seokjin kembali mengambil bantal kursi yang lain dan beberapa yang lainnya lagi untuk dilemparkan ke arah Namjoon.

"Kim Namjoon, kau benar-benar menyebalkan!"

Namjoon akhirnya menyadari bahwa Seokjin menangis. Air matanya membasahi kedua pipi dan hidungnya memerah.

"Hyung, kenapa menangis?"

"Menurutmu kenapa, Brengsek?"

Seokjin kehabisan bantal kursi dan mulai mengambil sumpit, alas makan, serta barang-barang kecil yang berada dalam jangkauannya.

"Ada apa ini?" tanya Jungkook pada Hoseok.

"Aku tidak tahu, Hyung. Jin Hyung bicara dengan lelaki itu lalu saat dia akan pergi, Jin Hyung mulai melemparinya dengan barang-barang."

"Siapa dia?"

"Tadi Jin Hyung bilang Kim Namjoon."

"Oh, biarkan saja."

"He? Kenapa dibiarkan?"

"Ya sudah. Kau lerai saja sana. Aku mau menonton."

Hoseok bingung memandang kedua atasannya. Satu orang berteriak histeris dan satu lagi bilang ingin menonton.

Ujung-UjungnyaWhere stories live. Discover now