Empat belas

4.6K 566 65
                                    

Keduanya kini berjalan menelusuri parkiran, tepatnya Leetha yang mengikuti langkah Ursa, mereka masih bergandengan tangan.

"Mas gak lupa tadi parkir dimana kan?" Leetha mengeluarkan suaranya, mencoba memecah keheningan.

"Tuh." Ursa menunjuk motor besar yang terlihat seperti salah tempat.

Ursa berjalan kearah motornya, melepas genggamannya di tangan Leetha dan mengambil helm yang disangkutkan di spion kaca.

"Sinian." Leetha menuruti, mendekat kearah Ursa. Lelaki itu memasangkan helm ke kepala Leetha, memastikan kunciannya sudah benar. Matanya kembali ke manik Leetha, memandangnya sekilas sebelum dirinya juga mengenakan helm miliknya.

"Hpmu mau taruh di saku Mas?" Leetha menggeleng, lalu dirinya tersadar bahwa Ursa tidak sedang melihatnya.

"Gak usah Mas, kantongku dalam kok."

"Ayo naik." Leetha menumpu bebannya di sebelah pundak Ursa dan footstep.

"Udah Mas." Setelahnya kedua tangan Leetha ditarik melingkari perut si lelaki.

Leetha hanya berharap debar jantungnya ngga dirasakan Ursa.

* * * * *

"Taa ayo ke ruang meeting." Dio sudah berdiri dari kursinya, berjalan kearah pintu.

"Iya Pak." Leetha dengan gesit berdiri, mengambil buku kecilnya serta ponsel. Tak lupa ia membuatnya menjadi mode bisu.

"Gimana tadi pas di lantai 8? Emang separah itu ya?" Mereka berjalan beriringan. Menuju ruang Meeting yang ada tepat di samping ruangan Pak Rama selaku Building Manager. Ruangannya berderet leter L. Ruangan Building Manager persis diapit oleh ruang meeting dan ruang untuk tamu.

"Kalau menurut aku si kerannya Pak yang bermasalah bukan rembesan dari atas. Tapikan yang paham Mas Ursa. Nanti coba denger Mas Ursa." Dio mendorong pintu ruangan. Di dalam sana sudah ada Pak Rama, Pak Putra dan Mas Ursa.

"Ayo langsung mulai aja."

Rama membuka meeting, Ursa menjelaskan apa saja yang ditemuinya di lantai 8. Leetha terlihat menyimak apa yang di bicarakan dengan tangan yang sesekali menulis di buku kecilnya.

"Berarti kalau gitu, cuma perlu ganti kerannya kan? Gak usah bongkar temboknya?" Tanya Dio.

"Kalau menurut saya si gak perlu Pak." Jawab Ursa.

"Cari kerannya ya Taa. Tadi kamu udah cek tipenyakan?" Tanya Rama.

"Udah Pak, nanti saya hubungin tokonya."

"Nanti koordinir lagi ya Put. Dibenerin seadanya dulu biar gak banjir." Putus Rama.

"Terus yang kolam ikan gimana?", Leetha yang merasa berhak menjawab bersuara, "Leetha masih nunggu BAnya Pak." Rama terlihat mengangguk.

"Kita mau bikin lapangan futsal, tapi gimana progres lapangan basket? Udah mau bereskan?" Lanjutnya dengan bahasan yang berbeda.

"Udah Pak. Sama orang kerjanya juga gak masalah. Semua yang buat di pasang udah nyampe. Tadi pagi Leetha cek tinggal pasang rings aja si Pak." Jawab Leetha.

"Berarti bisa move ke lapangan futsal ya?" Yang lain mengangguk setuju.

"Jadi yang lahan di belakang taman itu mau dibuat lapangan futsal."

"Apa gak terlalu sempit Pak buat sepak bola?" Tanya Leetha, mengingat pesan Dio untuk menanyakan ini. Padaha aslinya Dio terlalu gemas saja hingga tak mampu menjawab.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang