Ia tidak pulang ke tempatnya. Sudah dua hari ia berada di kota kelahirannya. Jill berusaha memikirkan jalan keluar untuk masalahnya saat ini. Ia bisa saja memberikan uang tabungan yang ia simpan dan juga memberikan uang hasilnya bekerja.

Tapi artinya Jill harus lebih bekerja keras untuk biaya kuliah, rumah sewa nya, dan juga untuk project pameran yang Ia ikuti. Memikirkan nya saja sudah membuat kepala Jill sakit.

Ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk dari kakaknya Jessica.

"Ya, ada apa?" tanya Jill malas.

"Cepat ke rumah sakit. Daddy..." titah Jessica.

Dengan cepat Jill meraih mantel dan tas nya mencari taxi ke rumah sakit. Dada nya berdegup kencang. Ia tidak ingin asumsi dalam kepalanya jadi kenyataaan.

Tuhan.

Apa yang harus Jill putuskan.

Setibanya disana ia melihat Jessica, Ibunya dan juga kakak pertamanya tengah menunggu cemas. Sepertinya dokter belum keluar dari ruangan itu.

"Daddy kenapa?" tanya Jill dengan napas terengah engah setelah berlari.

Jessica menghela napas, "Entah, kita tunggu dokter."

Ia melihat Ibunya yang sama sekali tidak ingin melihatnya. Entah siapa yang bersalah di sini. Saat dokter keluar dari ruangan ayahnya mereka semua mendekat.

"Bagaimana?"

"Kita bicarakan di ruangan saya, Miss," ucap dokter tadi. Maria dan kakak pertamanya ikut ke dalam ruangan.

Sementara Jill menatap ayahnya dari pintu dengan tatapan khawatir dan menyesal. Jill tentu sangat menyayangi ayahnya dengan caranya sendiri. Dan melihat laki-laki itu terbaring di kasur rumah sakit dalam keadaan kritis sangat melukai hatinya.

Jessica menyentuh pundak adiknya. Mengusapnya pelan seolah mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.

"Kau disini sampai kapan?" tanya Jessica.

"Besok," balas Jill pelan. Matanya masih terus menatap ayahnya di ruangan sana.

Jessica mengangguk. "Kau tahu? Seandainya aku memiliki uang lebih aku pasti akan membantu, Mom. Aku senang bisa melihatmu melanjutkan sekolah. Kau beruntung. Tapi saat ini aku cukup kecewa jika kau mengesampingkan kesehatan Daddy demi hal lain," ucap nya.

"Again?" tanya Jill lirih.

Jessica mengernyit tak paham maksud dari perkataan Jill.

"Aku harus mengalah lagi?" gumam nya.

"Maksudku kau bisa menuruti Mom untuk kebaikan kita semua."

Jill menghela napas kasar, "Baiklah," putusnya. Ia mengambil sebuah amplop di dalam tas dan memberikan itu pada Jessica. "Berikan ini pada Mom nanti. Aku pikir cukup untuk biaya operasi dan perawatan disini. Aku akan membeli tiket pulang dan mengurus berkas di sana, jangan tunggu aku kembali ke sini. Kali ini aku mengalah lagi,"

"Apa yang akan kau lakukan setelahnya?" tanya Jessica. Sungguh ia tidak mengerti kenapa hati nya begitu sakit mendengar apa yang Jill katakan.

"Don't mind me. I have to go now," balas Jill.

Ia pergi menaiki taxi dan menangis selama perjalan pulang. Ia ingin menunggu sampai ayah nya sadar dan sembuh. Tapi jika tetap di sana ia hanya akan terluka dan memusuhi Ibunya. Ia tidak ingin melakukan itu. Setidaknya ia berusaha menjadi seseorang yang tahu diri dan membalas budi orang tuanya selama ini.

Di sini lah Jill sudah dua bulan sejak ia pulang dari kota nya. Ia juga dapat kabar jika ayahnya sudah mulai membaik dan sehat setelah melakukan operasi.

Commanding Euphoria [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang