"Ih, lima ribu aja Anya nggak punya uang lagi." Jawab Anya. Kale langsung mengambil satu lembar uang berwarna coklat tersebut.

"Lah, masalah di guanya bagian mana?" tanya Kale lalu memasukan uang itu pada sakunya.

"Sepuluh ribu buat bayar ongkos berangkat, sepuluh ribunya lagi buat bayar ongkos pulang, sisa lima ribu, kira-kira bisa kebeli apa?" tanya Anya menghitung uang yang masih tersisa.

Kale kembali memperhatikan Anya, wajahnya terlihat menggemaskan. "Beli kuaci atau permen karet, yang penting lo ketauan ngunyah." Jawab Kale.

Saran Kale sangat tidak membantu, Anya tersenyum pada Kale seolah saran Kale itu sangat dibutuhkan, lalu Anya kembali memberikan Kale selembar uang bernilai lima ribu tersebut. "Buat Kale aja, tapi Anya boleh minjem tuperware punya, Ica ya?" tanya Anya.

Alis Kale bertautan. "Belajar nego dari siapa lo?" tanya Kale lalu mengambil uang lima ribu pemberian Anya. Sebenarnya Kale tak butuh uang Anya, ia hanya ingin membuat Anya kelaparan di sekolah.

"Boleh?" tanya Anya mengabaikan pertanyaan Kale.

Kale mulai menimang-nimang. "Boleh." Jawabnya, Anya langsung tersenyum senang pada Kale. "Buat apa?"

"Anya bisa nahan lapar, tapi nggak bisa nahan haus, Anya juga bisa bawa minum ke perpus sambil nunggu bel masuk bunyi." Jawab Anya. Malang sekali nasibnya.

Ada sedikit rasa kasihan pada Anya, tapi Kale harus tahan. "Gue tahu lo bukan kutu buku." Jawab Kale membuat Anya menunduk. "Tapi nikmati aja, dan awas kalau sampai hilang." Wajah Kale menatap Anya dengan lekat. "Gue bakalan marah lebih dari hari itu."

Ancaman Kale membuat Anya takut, ia menelan saliva di mulutnya seraya melihat kepergian Kale yang kembali memanaskan mobilnya.

Menurut Bi Isma Anya masih cocok saja membawa tupperware berwarna pink bergambar beruang tersebut, wajah Anya masih cocok disebut anak SMP.

Ia berangkat kesekolah barunya sendiri dan masih sangat pagi karena terlalu bersemangat. Sesampainya di depan gerbang Anya membaca palang nama sekolah itu.

"Gapara School." Ucap Anya membaca tulisan di atas, Anya terdiam beberapa detik. "Kaya pernah denger deh." Anya melanjutkan langkahnya menuju sekolah yang sangat besar itu sambil membawa-bawa botol minum di tangannnya, ia takut bila dimasukan ke dalam tas, buku di dslamnya bisa basah.

Anya bingung harus bertanya pada siapa karena ini masih sangat sepi, ternyata di lapangan ada anak-anak basket yang tengah berlatih, tanpa rasa takut sedikitpun ia menghampiri anak basket itu dengan tampang polosnya. Demi apapun Anya tidak sedikit berniat untuk mencari perhatian ia hanya ingin bertanya, lagi pula hatinya masih penuh terisi nama Kale.

"Aissshh." keluh Anya saat mereka terlihat tidak bisa diganggu. Ada satu orang yang hatinya senang saat melihat Anya duduk di tepi dengan wajah manisnya.

Sepuluh menit Anya menunggu mereka selesai. Tiba-tiba salah satu laki-laki yang bermain basket itu mendekati Anya, tubuhnya kekar, dan berbadan tinggi, gaya rambutnya hampir mirip dengan Kale, yang paling menonjol adalah alisnya yang sangat tebal melebihi lele yang sudah menjadi tuan Anya.

Ia duduk di sisi Anya dan langsung mengambil tupperware yang sedari tadi Anya bawa. "Eh-"

"Lagi nunggu orang kan?" tanya laki-laki itu sambil meminum air milik Anya.

"Tapi itu milik saya." Jawab Anya sambil menunjuk tupperwarenya.

Laki-laki itu memandang Anya lalu tertawa kecil. "Saya? kelas berapa lo?"

"Oh, dari tadi nungguin lo Lang?" tanya salah satu anak laki-laki yang tadi bermain basket juga. Laki-laki yang ditanya itu mengangguk.

"Ya, ada urusan gue." Jawabnya membuat Anya bingung sendiri.

KALE [END]Where stories live. Discover now