PENGUNTIT

27 1 0
                                    


Shavira menekan kopling lalu tangan kirinya memindahkan perseneleng mobil menuju angka 5. Laju mobil semakin kencang di jalanan sepi. Rasa was-was melingkup hadir mengingat waktu sudah hampir pagi. Lalu lalang mobil jarang terlihat semakin membuat shavira begidik ngeri. Jalan benar-benar sepi para pedagang kaki lima yang biasanya masih berjejer menjajakan makanan terlihat sudah tutup. Bayangan setan akan duduk di jok belakang belum lagi begal semakin merasuki otaknya. Memang dia belum pernah mendengar daerah sini ada begal namun melihat di berita-berita sungguh mengerikan. Pikirannnya mulai terbagi tak peduli lagi kecepatan berapa sekarang ia melaju, inginnya cuman satu. Dia ingin cepat sampai rumah dengan keadaan selamat.

"shavira jangan takut, kamu kuat, kamu berani. Shavira tenang" sugestinya dalam diri dengan menekan setir kuat. Kata itu ia ucapkan berulang kali bagaikan mantra.

"shavira tenang, tenang" ujarnya dengan menarik nafas lalu membuang nya dari mulut.

Dirasa cukup tenang. Ia mencoba memberanikan diri melihat spion tengah untuk menghapus segala stigma buruk. Ekor matanya melihat jok belakang melalui spion tengah terlihat aman, dia tidak melihat apapun kecuali paper bag berisi belajaan nya tadi sore. Dia menghembuskan nafas lega

Ia mulai menurunkan laju kendaraannya, jujur saja dia menekan pedal gas dengan kecepatan diatas 100 cukup lumayan ngeri juga. The power of kepepet kadang melawan ketakutan itu. shavira menyandarkan kepalanya lelah. Jika saja tadi temannya tidak menyewa kafe untuk birthday party mungin ia tidak akan pulang selarut ini. Lalu bagaimana nasib para karyawannya ? pulang selarut ini dengan menggunakan sepeda motor yang tingkat resikonya jauh lebih tinggi. Jika pria masih wajar lalu bagaimana dengan karyawan wanitanya? Pikiran shavira semakin semrawut. Mungkin dia akan mengevaluasi kebijakan operasional kafe terlebih karyawan perempuan untuk keselamatan.

Untuk pertama kalinya shavira mengendarai mobil seorang diri kelewat dari jam 2 malam. Mungkin lebih tepatnya ini bisa di sebut pagi. Rasa takut gelisah sering melingkup hadir. Jalanan sepi ditambah hujan rintik membuat suasana semakin sunyi. Perjalanan kafe ke rumah jika biasanya tidak terasa kini waktu seperti bermain lambat. Ingin sekali shavira menangis takut. Menelfon orang rumah untuk menjemput dirinya. Tapi itu tindakan pengecut. Jika tadi dia sudah menolak jemputan dari mas heri selaku sopir pribadi orang tuanya saat ini dia harus menerima segala konsekuensi yang ada. Ternyata dia bukan lah wonder woman yang tahan di segala situasi. Air mata mengucur deras membasahi pipi. Reflek ia menengok spion kanan untuk memastikan apakah sendiri atau masih ada pengendara lain di belakangnya. Senggukan itu berhenti ketika mobil civic sedan hitam keluaran Honda masih setia menemaninya. Rasa lega tak terhindarkan. Mobil hitam itu senantiasa setia menemani dari lampu merah dekat kafe sampai sekarang. Ia berharap semoga mobil itu menemaninya sampai rumah meskipun itu kemustahilan setidaknya ia mendapat teman sampai pintu masuk kompleknya.

Jarak pintu masuk komplek masih kurang 1 kilo. Entah merasa beruntung atau apa mobil itu masih setia menemani di belakang. Ada rasa senang. Namun itu tidak berlangsung lama, dahinya mengkerut. Jika tadi dia senang bukan kepalang karna merasa ditemani oleh mobil sedan belakang. Kini timbul rasa curiga sekaligus penasaran. Tak peduli orang akan menyebutnya GR atau ribet. Bukankah dia harus selalu waspada disetiap situasi. Rasa takut kembali hadir. Berulang kali ia mencoba mengontrol pikirannya agar tidak negative thingking. Namun spekulasi itu tetap tidak mau enyah dari pikirannya.

Ia mencoba menekan kopling lalu memindahkan perseneleng ke nomer 5. Lalu menancapkan gas dengan kecepatan tinggi kembali. Bagaikan pembalap professional yang siap bertarung dengan lawan ia melirik dari arah spion . Mobil dibelakang tak mau kalah,ia menambah kecepatannya. Membuat shavira merasa ngeri, untung jalanan sepi. Dirasa kompleknya sudah tak jauh lagi shavira menormalkan kembali laju mobilnya. Ia melirik mobil itu kembali menormalkan laju mobilnya mengikuti shavira.ia sudah tak peduli toh namanya juga jalan mungkin searah saja mobil belakang dengan dirinya.

ShaviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang