25. Rencana Malam Nanti

29 6 0
                                    

Singkatnya begini. Aku gagal melupakan dia dan tak mampu lagi mencintai sosok selain dirinya.

* * *

"Ini, Mas, uangnya. Makasih banyak, ya."


"Kembaliannya──"

"Buat Mas aja."

Langkah kakinya melebar──melangkah dengan tergesa-gesa ke arah lapangan yang terletak di sebelah barat Fakultas Ekonomi. Satu jam terakhir, dia telah mencoba untuk menyelesaikan semua pekerjaan secepat yang ia bisa. Ia berusaha untuk tetap ramah ke semua pelanggan di toko. Menyiapkan beberapa buket yang telah dipesan. Atau bahkan memastikan karangan tersebut sampai dengan selamat ke alamat pelanggan.

Sore ini aku latihan basket. Kalau sempat, tolong usahain buat dateng, ya.

Pesan tersebut telah diterima olehnya. Dan, karena pesan itulah, dia akhirnya buru-buru untuk secepatnya sampai ke lapangan ini. Sialnya, latihan yang dikabarkan Lion telah selesai beberapa menit yang lalu. Flower menghela napas. Bukan karena dia kelelahan, tetapi karena dia gagal mengabulkan satu permintaan kecil yang Lion berikan untuknya. Akhirnya, dia hanya bisa berdiri dengan tatapan lesu mengarah ke arah lapangan yang nyaris kosong.

"Eh, sahabat kesayangan lo, tuh."

Kepala Lion refleks berputar tepat ketika Fathan menyelesaikan kalimatnya. Saat ini, dia dan beberapa anak cowok lainnya tengah beristirahat di tribune seraya membahas latihan basket yang cukup melelahkan.

"Gak mau disamperin? Kasian, tuh, sendirian dia," timpal Samuel yang memang duduk di sebelahnya.

"Mau," Lion berdiri usai mengambil sebuah botol yang berisi air mineral dingin di dekatnya, "Nanti kalau kalian mau pulang, duluan aja, ya. Gue gak usah ditungguin."

"Hm, bakalan lama, nih, kayaknya," ucap Fathan kepada Samuel saat Lion berlalu dari hadapan mereka.

"Jelas," balas Samuel cukup tertawa lemah.

"Gue gak yakin kalau mereka murni 'cuma sahabatan'. Kalau tebakan gue bener, pasti salah satu di antara mereka ada nyimpen perasaan. Dan, kalau dilihat dengan lebih jelas, tebakan gue jatuh ke Lion, sih. Gimana menurut lo?"

Tidak. Samuel sengaja tidak menjawab pertanyaan Fathan. Mau Lion menyukai Flower atau bukan, Samuel tidak mau ambil pusing. Karena saat ini, Lion juga sama dengan dirinya. Keduanya, sama-sama mencintai gadis yang tidak bisa mereka miliki.

"Akhirnya kamu sampai juga." Kepala Flower terangkat hanya untuk menemukan sebuah sosok yang masih mengenakan seragam tim basket berwarna campuran merah dan kuning sedang berdiri menjulang tinggi di depannya. Sosok itu tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi atasnya yang tampak putih bersih. "Kirain tadi gak mau dateng."

"Maaf, ya, aku telat. Bunda gak ngizinin aku pergi secepat itu. Di toko lagi banyak pelanggan. Ada beberapa pesenan buket juga yang belum disiapin. Tapi, tadi aku udah berusaha buat cepet, kok. Cuma tetap aja telat. Latihannya udah selesai, kan, ya?"

"Santai aja, sih." Lion membuka tutup botol minum dan menyerahkan untuk Flower. "Minum. Kayaknya lelah banget."

"Eh, harusnya aku, sih, yang ngasih ini buat kamu. Biar kayak yang di drama-drama itu."

Lion tertawa mendengarnya. Sementara itu, tampak Flower yang tidak begitu saja meminum minuman pemberian Lion. Gadis itu tiba-tiba menarik pergelangan tangannya──membawa Lion pergi untuk duduk pada tribune bawah bagian selatan lapangan. Di sana, dia akhirnya menghabiskan separuh botol air hanya dalam sekali tegukan.

20.12 Where stories live. Discover now