Penderitaan Betty

2.9K 145 13
                                    

“Betty!”

“Iya, Ibu. Sebentar!”

Mendengar seruan cepreng seorang wanita paruh baya itu, Betty berlari dengan cepat menuju asal suara, kemudian menghampiri Ema-sang ibu mertua.

Raut muka judes dari Ema menyambutnya. “Lama amat!” ketus Ema sambil berkacak pinggang.

“Iya, Bu. Soalnya tadi Betty lagi momongin Nita.”

Ema merogoh sesuatu di saku daster, lalu menyodorkannya pada Betty. “Beliin Ibu martabak.”

“Sekarang?” tanya Betty dengan muka cengo.

“Tahun depan. Ya sekaranglah! Gimana sih kamu?!” seru Ema sewot, dengan mata yang melotot.

“Tapi Bu, ini sudah jam sepuluh malam, emang tukang martabak masih jualan?”

“Bodo amat! Pokoknya Ibu pengen martabak sekarang. Cepetan!” bentak Ema tidak ingin ada penolakan.

“I--iya.”

Bergegas Betty ke luar rumah, berlari kecil menuju jalan raya tempat pedagang kaki lima mangkal, termasuk tukang martabak. Walau ini sudah larut malam, ternyata si penjual masih belum beranjak dari tempatnya.

“Ah, untunglah tukang martabak belum pulang,” gumam Betty dengan napas terengah.

***

“Mas?”

Betty menepuk-nepuk pundak sang suami yang tengah berbaring telentang di atas ranjang.

Farid mendelik malas pada Betty. “Apa?”

“Temenin aku ke pasar yuk,” pinta Betty dengan senyuman.

“Ogah ah panas, berangkat aja sendiri,” balas Farid sambil merubah posisi berbaringnya memunggungi Betty.

“Ya sudah.” Lagi-lagi Betty harus kecewa. Hanya bisa pasrah dengan penolakan dari sang suami yang sudah beberapa kali ia dengar.

Tiga tahun menjalin rumah tangga dengan Farid, hanya tiga kali Betty ditemani Farid berbelanja, kala usia pernikahan mereka menginjak satu bulan.

Bukan hanya itu saja, semenjak kelahiran Nita dan sepeninggal sang ayah, sikap Farid mendadak berubah drastis. Dingin dan tak acuh.

Meskipun begitu, Betty tetap senang karena bisa memiliki Farid. Laki-laki yang ia kagumi dan sayangi ketika mereka duduk di bangku SMA.

Farid tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, karena faktor minimnya biaya. Sementara Betty, lebih memilih menikah dengan Farid yang kala itu dengan tiba-tiba melamarnya selang satu tahun setelah wisuda SMA.

Padahal sang ayah menginginkan Betty untuk kuliah dengan menjual satu-satunya tanah peninggalan sang kakek. Namun, Betty menolak. Ia lebih memilih menjadi ibu rumah tangga, menjadi istri Farid adalah kebahagiaan baginya.

Namun, kenyataannya apa? Dari hari ke hari Betty merasa tersiksa. Perlakuan sang ibu mertua dan suami yang kian tak peduli seolah-seolah tidak punya istri.

Cinta.

Satu kata itulah yang membuatnya bertahan bersama Farid. Betty bisa memaklumi sikap Farid yang demikian, karena Betty yakin jika Farid sangat mencintainya. Buktinya, Farid memintanya untuk menjadi istri.

Betty hanya tidak menyadari bahwa sebenarnya ia bak seorang pelayan. Bisa dikatakan jika Betty adalah seorang istri yang merangkap jadi seorang pembantu.

***

Sambil menyantap makan malam di meja makan, Farid memperhatikan Betty yang tengah berkutat membasuh peralatan dapur di atas wastafel.

Matanya turut menyapu dari ujung rambut sampai kaki. Farid mendecih sinis. Ada rasa  malu, gengsi dan kesal ketika menyadari kenyataan bahwa wanita dengan fostur tubuh sedikit gempal, wajah kusam dan kulit coklat kering kurang terurus itu adalah istrinya.

“Udah item, kucel, kumel, gembrot lagi!” batin Farid mencibir.

BERUBAH CANTIK UNTUK BALAS DENDAMWhere stories live. Discover now