Part 2

12.6K 1.9K 63
                                    

Melenggok santai memasuki Virada Cafe yang sudah ramai sepagi ini karena banyak yang menyempatkan diri untuk sarapan di tempat usaha yang ia dirikan bersama dua sahabat yang pertama kali bertemu di sebuah Seminar Wirausaha di Bogor tujuh tahun lalu.

Kirania, Lovita, dan Cendana tiga gadis yang sudah lulus kuliah selama setahun namun tak pernah lolos tes kerja khususnya tahapan wawancara yang entah mengapa selalu gagal untuk dilewati, tak sengaja berjumpa lalu berbincang.

Setahun menjalin pertemanan setelah itu. Saling menimbulkan bibit percaya pada diri masing-masing, akhirnya, Lovita yang lelah menjadi pengangguran dan hanya menghabiskan uang warisan orangtua yang sudah meninggal, memilih untuk gagal di saat berusaha dari pada gagal tanpa usaha. Ia menghubungi Cendana yang baru mendapatkan pekerjaan namun langsung mengundurkan diri karena si cantik itu dianggap menggoda atasan prianya. Merasa tak tahan dengan tuduhan istri atasan, Cendana memilih mundur di minggu ketiga ia bekerja. Lantas Lovita hubungi Kirania yang mengaku menjadi babu di rumah orangtuanya karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan, jadi tenaganya dimanfaatkan untuk memasak dan mengurus taman.

Bertemu dan berdiskusi. Akhirnya mereka bertiga sepakat mendirikan sebuah cafe, karena Kirania adalah ahli memasak, dan menata ruang. Sedangkan Cendana ahli beriklan, memanfaatkan wajah ayu yang tak pernah malu-malu saat membagikan brosur di pinggir jalan, dan Lovita ahli dalam keuangan juga kebetulan memiliki paman yang sukses dalam usaha makanan. Wanita itu meminta ilmu keberhasilan dari adik sang ayah.

Lalu setelah mengalami proses yang tak mudah karena satu tahun pertama Cafe yang diberi nama perpaduan nama ketiga pendiri itu belum kunjung mendapatkan pelanggan tetap, tahun kedua Kirania merasa perlu mengubah menu makanan dengan makanan yang sedang trending kala itu. Namun agar memiliki sisi yang berbeda, makanan yang Kirania buat memiliki cita rasa berbeda. Tentunya lebih nikmat dengan harga terjangkau.

Berterimakasihlah pada Lovita yang memanfaatkan sisa warisannya untuk membeli sebuah bangunan kosong di tengah kota. Meski tak begitu besar, setidaknya mereka tak perlu membayar sewa. Jadi meski berdagang dengan harga murah, mereka masih bisa menikmati untungnya.

Dari sebuah cafe sederhana yang awalnya hanya memiliki satu lantai saja, di tahun ke lima, Virada Cafe sudah memiliki tiga lantai dan satu rooftop yang menjadi idaman anak muda nongkrong di malam hari.

Awalnya mereka yang membutuhkan pekerjaan, kini ketiganya berhasil membuka lapangan pekerjaan.

"Cenda mana?" Masuk ke dalam ruangan yang terdapat tiga meja, tentunya milik Cendana, Lovita, dan dirinya, Kirania bertanya pada Lovita yang mejanya terletak di tengah.

Melihat sosok Kirania yang menarik kursi di sisi kirinya, Lovita mengedikan bahu. "Tadi katanya mau sarapan di belakang." Wanita yang perutnya membuncit karena ulah sang suami yang menikahinya setahun lalu itu berdiri dan berjalan menuju kulkas mini di sudut ruang. "Laki gue dari Turki kemaren bawa ini. Cuma dikit. Katanya males bawa oleh-oleh banyak." Meletakkan bingkisan ke atas meja Kiran, Lovita kembali duduk di kursinya.

Membuka bingkisan dan mendapati banyak manisan di dalamnya, Kirania menyengir lebar. "Tau aja gue doyan yang manis-manis." Lantas mengambilnya dan mengunyah dengan nikmat. Terpejam, menikmati manisnya manisan khas turki dengan rasa coklat dan kacang, Kirania langsung tersedak kala mendengar jerit Cendana yang membuka pintu dengan brutal.

"Kirania! Lo bego, ya!"

Menelan paksa manisan yang masih berada di mulut, Kirania melempar pulpen di atas meja ke arah Cendana yang segera menangkap dan mendekat.

Bumbu CintaWhere stories live. Discover now