Part 19

11.1K 1.9K 135
                                    

Malu mengkungkung diri, membuatnya enggan bangun dari tidur meski sebenarnya telah terjaga bahkan sebelum Zahir turun dari peraduan mereka.

Ini tentang kepulangan sang suami yang jelas bukan hanya ingin pulang saja, tapi tentu karena dirinya yang semalam mengucap rindu secara gamblang.

Uh bodohnya.

Zahir pasti menertawakannya.

Ah tidak-tidak.

Zahir tak begitu. Tapi hati pria itu pasti tertawa, terpingkal-pingkal malah.

Kirania mengatakan rindu? Oh ayolah! Apa-apaan itu.

Tak hentinya mengutuk diri yang telah bertindak bodoh, Kirania yang masih pura-pura terpejam di bawah selimut kemudian diam-diam mengintip jam analog yang tertempel di dinding, di atas kepala ranjang, alih-alih memasang foto pernikahan di sana.

Sudah pukul delapan lewat.

Apa ia masih mau melanjutkan akting ini di saat Zahir pasti nenunggunya untuk membuatkan sarapan.

Uh!

Istri yang baik tak membuat suaminta kelaparan, meski dulu ia tak terlalu peduli.

Membuka perlahan selimut, Kirania memperhatikan pintu kamar yang tertutup. Merasakan sesak menerkam dadanya, Kirania menggigiti bibir, merasa serba salah.

Wajah yang panas dan merah mulai menjalar ke telinga, menandakan dengan jelas jika rasa malunya menanjak terlalu tinggi.

Ini ... Bagaimana ia harus bersikap di hadapan Zahir nanti?

Ya Allah, cobaan banget, sih?

Kirania mengigit selimutnya, gemas.

Menarik napas berulang kali, meyakinkan diri jika ia bisa melewati rasa malu yang sudah menyergapnya sedari tadi. Kirania turun dari ranjang, lantas berdeham sebagai tanda jika ia bisa keluar kamar dengan raut percaya diri, lalu melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Aa! Arun!"

Sialan!

Yang membuatnya malu, gemas, kesal, berdiri di hadapannya dengan sebelah alis terangkat, tampak keheranan.

Memegangi jantung seolah ingin menahan agar organ tubuh yang satu itu tak melompat dari rongganya, Kirania mengerjap dengan napas terengah.

Dia tak sedang maraton, kan?

"Ke ... Kenapa di sini?!" Ia yang ingin bertanya dengan sikap biasa akhirnya menunduk lantaran tak kuasa menatap sepasang iris hitam Zahir yang terus tertuju padanya.

Mengedikan bahu, Zahir menjawab santai. "Aku mau ke kamar. Aku pikir kamu belum bangun."

Kembali menatap sang suami dengan wajah bersemu merah, Kirania memalingkan wajah ke samping setelah merasa tak sanggup bertatap muka langsung dengan sang suami. "Kamu mau bangunin aku?"

Mengernyitkan dahi, Zahir menggeleng. "Enggak. Aku mau ikut tidur." Pria itu masih sangat mengantuk sebenarnya.

Tapi bangun pagi karena mendengar suara Anggun di luar. Sepupunya itu sedang menghubungi seseorang untuk meminta di antar ke sekolah, tapi ketika melihat Zahir pulang, dengan senyum ceria, Anggun meminta pria itu untuk mengantarkannya.

Ketika tiba di apartemen lagi, Zahir terkejut karena mendapati sang istri belum keluar dari kamar.

Kirania terbiasa bangun pagi seingatnya.

"Ooh." Terdengar desah lembut dari Kirania. "Aku pikir." Ia pikir Zahir akan membangunkannya dengan rayuan-rayuan manis.

Lo apaan sih, Kiran?!

Bumbu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang