23. HARI KEENAM (2)

746 34 2
                                    

Siang ini di perusahaan besar Heitward group. Seorang pria tengah sibuk menanda-tangani beberapa kertas yang menumpuk di mejanya. Matanya sesekali melirik ke laptopnya. Terlihat sangat sibuk sekali.

Kriet. Pria itu menengadah, menatap seseorang yang masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu. "Kenapa kamu kesini? Pria baru mu apa sudah kau habiskan uangnya," sindir pria itu.

Wanita yang nyeleneng masuk keruangan Fahren itu, segera mendudukkan dirinya di pangkuan Fahren. "Biarkan aku begini, aku perlu pelukan," ujarnya saat Fahren ingin melepaskan pelukan yang dilayangkan Raya.

"Jangan menggodaku, itu tidak akan berpengaruh, cepat pergi sebelum aku memanggil security."

Tok tok

Fahren tersenyum miring, "Pas sekali karyawanku datang."

"Masuk," sesaat setelah Fahren berkata seperti itu, Raya dengan segera mendekap Fahren erat, yang membuat tangan pria itu tak sengaja menyentuh punggungnya. Raya tak ingin dibawa paksa keluar oleh karyawan yang masuk itu.

"Fah-ren," Fahren menatap datar sosok perempuan didepannya, ternyata bukan karyawannya. Tiba tiba saja ia membulatkan matanya saat mendapati Clarissa tak sendiri, gadis yang selama ini membuatnya gila dan frustasi ada disana.

###

Fahren mencari keberadaan gadis yang dicarinya. Ia mengecek smartphonenya. Mencari nama kontak, lalu menyambungkannya dengan gps. Fahren tersenyum, "Disini ternyata."

Chelsea menikmati angin semilir yang menerpa tubuhnya. Memang disaat pikiran runyam seperti ini, ketenangan adalah salah satu solusinya.

Ia kembali lagi ketempat dimana Fahren membawanya 1 minggu yang lalu. Entahlah kenapa, ia sampai memilih tempat ini menjadi tempat persembunyiannya dari dunia luar. Tapi yang pasti, hatinya tenang jika berada disini.

"Lebih bagus kesini kalau malam," Chelsea menoleh ke sumber suara. Mendapati pria yang membuatnya sakit hati berjalan mendekatinya. Gadis itu tak menghiraukan, ia lebih memilih memasang sikap bodo amat pada pria yang kini sudah mengambil posisi duduk disampingnya.

Chelsea lebih memilih menatap kearah sekitar, pemandangan kota dari atas sana tak mampu membuat pikiran gadis itu tenang sedikitpun. Ia tak berani menatap ke arah pria disampingnya.

Sementara Fahren, pria itu menunduk, tengah memikirkan kata yang tepat untuk diucapkan. "Yang tadi kamu lihat itu, cuma kesalah pahaman," ujarnya sedikit pelan. Chelsea memjawab hanya dengan deheman.

"Dan, untuk sikap saya yang kemarin kemarin," Fahren menghentikan perkataannya. Kemudian tangannya tergerak untuk menggenggam tangan Chelsea di sampingnya. "Saya minta maaf," sambungnya.

"Kalo misal ada orang yang mulanya suka trus jadi nggak suka, itu wajar nggak?" Setelah sekian lama terdiam, Chelsea akhirnya berbicara. Fahren membulatkan mata, hatinya sedikit terenyuh. Apa yang Chelsea maksud adalah dirinya? Apa Chelsea tidak mencintainya? Apa gadis itu tidak ingin lagi bersama dengannya?

Fahren menelan dengan susah payah air liurnya, "Wajar," ujarnya meberanikan diri, meskipun suatu kondisi terparah ada didalam pikirannya jika ia berkata demikian.

Chelsea mengangguk mengerti, "Oke, udah aku putusin!" Gadis itu berdiri, membuat Fahren dengan gerakan tiba tiba juga berdiri. "Aku udah nggak suka lagi sama Kelvin," ujarnya sambil tersenyum. Fahren membulatkan mata, jadi yang dipikirannya ternyata salah.

"Trus soal tadi, gimana?" Tanya Fahren. Chelsea memiringkan wajah, lalu tersenyum manis. Telinga Fahren kian detik semakin memerah akibat damage berkali kali Chelsea.

"Kalo soal itu, saya nggak permasalahin kok. Yuk kita pulang," ajak Chelsea namun membuat Fahren diam seketika. "Jadi kamu nggak cemburu?" Tanya nya.

Chelsea terdiam. Cemburu? Apa hal itu yang Chelsea tadi lakukan, ia tidak tahu. Chelsea lebih memilih menggelengkan kepalanya. Fahren tersenyum miring, lalu mendekatkan dirinya ke gadis itu. Dari belakang, Fahren memeluk gadis didepannya.

Puk

Fahren menyandarkan dagunya di pundak Fahren, tangan pria itu bergerak melingkari perut gadis didekapannya. "Begini saja, untuk sebentar," ujarnya dengan nada lembut. Yang membuat Chelsea kegelian akibat suara Fahren yang pas berada di telinganya.

Kruyuk kruyuk.

Perut Chelsea berbunyi, bagaimana tidak? Dari siang hingga sore gadis itu belum makan sekalipun. Juga kakinya sedikit keram akibat kelamaan berdiri. Ini semua karena pria yang ada di belakangnya, entah pria itu tidur atau tidak tapi Chelsea tak bergerak sedikitpun atau mencoba untuk membangunkannya.

Fahren membuka matanya, "Kita pulang yuk," ajaknya yang membuat Chelsea menghela napas lega. Mereka menuju mobil yang Fahren bawa. "Maaf, sudah membuat kamu berdiri untuk waktu yang lama," ujar Fahren sambil mengganti porseneling mobilnya. Chelsea hanya membalasnya dengan anggukan.

Mobil sudah berjalan, keheningan terjadi mungkin karena baru baru ini mereka berbicara setelah sekian lama saling diam diaman. "Mau makan dimana?" Tanya Fahren memecah keheningan. "Di kaki lima aja mau?" Usul Chelsea yang diangguki pria disampingnya.

Selang beberapa menit, mereka telah sampai di sebuah warung kaki lima yang sering Fahren kunjungi karena tempatnya tak jauh dari apartemen. Fahren memakirkan mobilnya di samping jalan dekat warung.

"Mau pesan apa?" Tanya Fahren saat mereka sudah sampai di depan pemilik warung untuk memesan makanan. "Nasgor aja gimana?" Lagi lagi Fahren mengangguk sebagai jawaban.

"Mas, nasi gorengnya 2, sama es teh manis 2," ujar Fahren yang di iya kan oleh sang penjual. Mereka berdua pergi mencari tempat duduk, yang menjadi sasarannya adalah tempat duduk di dekat mobil. Mereka memutuskan duduk disana.

Beberapa menit kemudian pesanan pun datang, namun ada yang aneh. Pesanan yang dibawa hanya ada satu piring begitu pula dengan gelasnya.

"Kok cuma satu mas? Saya kan pesan dua," protes Fahren tapi dibalas senyuman oleh sang pelayan. "Iya mas, memang begitu. Karena khusus hari jum'at, warung kami memberikan satu piring dan satu gelas kepada dua pasang kekasih. Seperti mas dan mbak nya," jelas sang Pelayan. Yang membuat kedua sejoli itu terheran heran. "Bisa dilihat di plang sana," sambungnya.

Dengan bebarengan, Chelsea dan Fahren menengok ke arah plang yang berisi bacaan. 'SPESIAL UNTUK HARI JUMAT. SATU PORSI NASI GORENG JUMBO DENGAN MINUMAN JUMBO JUGA, TERUNTUK PARA PELANGGAN YANG MEMBAWA PASANGANNYA. LANGGENG YA'

Dengan bebarengan juga Fahren dan Chelsea mengangguk angguk mengerti. Pelayan yang melihat itu tersenyum, "Mas sama mbaknya sepertinya sudah pacaran beberapa tahun ya. Gerakannya selalu sama," ujarnya. "Ini silakan dinikmati, terima kasih telah berkunjung," ujarnya kemudian pergi dari kedua sejoli itu.

"Udah kita maㅡkan" Chelsea terbelalak, tidak hanya piring dan gelasnya yang satu, tetapi juga sendok serta garpu yang diberikan juga satu. Dalam hati Chelsea meringis. "Kamu saja yang makan, nanti kalo tidak habis. Saya yang makan," usul Fahren dengan tangan yang menumpu didagunya.

"Nggak pak. Ini makan sama sama aja," ujar Chelsea merasa terepotkan atas usul Fahren. "Makannya sambil suap suapan Mas. Kayak mas sama mbaknya yang disana," seru pelayan tadi sambil menunjuk dengan dagunya seorang perempuan yang sedang menyuapi pacarnya.

Chelsea meringis. Ia tak ada hubungan apa apa dengan pria disampingnya ini, masa iya harus menyuapi Fahren. "Jangan dipedulikan, makan senyaman kamu aja." Ujar Fahren yang dibalas anggukan oleh Chelsea.

Malam itu, mereka makan secara bergiliran. Di malam itu juga, jantung Chelsea bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya dala memompa darah. Makan dari satu sendok yang sama, apalagi dengan dosennya. Chelsea pasti sudah gila. Meskipun lebih parahnya, ia juga tinggal satu atap dengan dosennya itu.

Ya mungkin untuk sebentar lagi tidak, karena setelah satu hari berikutnya, lusa, ia akan pergi dari apartemen itu. Dan mungkin hubungannya dengan Fahren tidak akan akrab seperti ini lagi, pikirnya.

###
Tbc🍈

Mr. Cold [END]Where stories live. Discover now