Chapter 17

958 141 14
                                    

Happy reading 🌹

💃💃💃💃💃

William tertawa keras saat Kenzo mengajak dirinya dan Ave pergi ke kelab malam. Sepertinya, gosip yang beredar akhir-akhir ini membuat sahabatnya itu sakit kepala. Tentu saja, setiap wajah Kenzo terlihat, selalu ada wartawan yang mengerubungi, seperti semut melihat gula. Wajar saja bila wajah Kenzo terlihat kusut.

"Ketularan William juga lo," ujar Ave saat mereka sudah duduk di sudut ruangan.

Kenzo tidak menyahut. Ia kembali menyalakan batang rokoknya, menghisap rokok itu dalam-dalam sebelum mengembuskan asapnya ke udara.

"Baru pening dia," sahut William setelah meneguk bir.

Ave geleng-geleng. "Clemira murung terus, sering kabur pas jam kuliah. Lo juga kacau begini."

Mendengar nama Clemira, Kenzo mendongak. "Seriusan lo? Bukannya dia rajin banget? Nggak pernah bolos?"

Ave mengangguk. "Berubah sejak hubungannya renggang sama lo. Kalau jauh-jauhan gini bikin lo sama Cley sama-sama nggak enak, kenapa nggak baikan aja, sih?"

"Dia kayak menghindar dari gue," tutur Kenzo tanpa semangat.

"Kalau dia menghindar, lo jangan ikutan jaga jarak juga. Gimana mau ketemu kalau saling jaga jarak? Kejar, pepet, ajak ketemu sana!"

"Dia deket banget sama Kak Theo akhir-akhir ini."

"Deket tapi belum tentu mereka jadian, kan? Anak-anak konglomerat emang begitu temenannya. Cley sama Hugo juga begitu. Kalau Clemira emang jadian sama Kak Theo, udah pasti headlinenya jauh lebih heboh."

"Lo ada niatan serius nggak sih, sama Clemira?" tanya Ave.

"Setelah kejadian kemarin, gue sadar. Gue tuh udah jatuh cinta sama dia. Tapi, giliran gue udah sadar sama perasaan gue, dia malah semakin menjauh. Lo semua tahu, sekarang ini dia lagi deket sama Kak Theo. Gue bukan apa-apanya dibanding anak konglomerat itu."

"Cinta itu nggak mandang berapa banyak harta yang lo punya. Buktinya, Clemira tajir melintir, tapi sukanya sama lo. Berapa tahun coba, dia mendem perasaan ke lo? Lo sih, udah tahu Clemira menjauh, bukannya dikejar, malah anteng bae."

"Minta maaf, bilang ke dia tentang perasaan lo. Kalau perlu, cerita ke dia tentang Ruby. Cewek itu seneng kalau kitanya terbuka. Kalau ada yang ditutupi, tuh cewek malah nggak percaya ke kita," saran William.

"Tuh, dengerin kata master," kata Ave.

Kenzo terdiam, merenungi nasihat dari sahabat-sahabatnya.

"Minum nggak, Ve?" tawar William di sela-sela obrolan mereka.

"Nggak. Gila lo. Takut gue, takut Allah marah. Bisa-bisa salat gue ditolak nanti kalau gue ikut minum alkohol kayak lo. Gue ikut ke sini buat jagain lo semua, takutnya pada mabok kan, ribet," tolak Ave. "Nanti gue yang nyetir kalau lo semua mabok berat."

"Anyway, bentar, deh," sela William. "Lo sadar kalau lo jatuh cinta sama Clemira. Itu artinya, lo udah relain Ruby, kan?"

Kenzo memutar gelas wine dengan tatapan sendu. "Gue relain dia. Toh, dia udah bahagia sama vokalis band itu. Waktu ketemu kemarin, gue cuma kaget. Gue bodoh banget, udah ninggalin Clemira cuma gara-gara lihat Ruby sama Arbian di depan gue."

"Sekarang giliran lo buat yakinin Clemira. Gue rasa, dia masih ada rasa buat lo. Deketnya dia sama Kak Theo, kayaknya sengaja dia bikin buat ngalihin isu," kata Ave.

"Pusing gue," kata Kenzo seraya memijit kening.

"Edan, baru kali ini gue lihat lo sebegini depresotnya. Seorang Clemira bisa bikin lo begini."

LOVE DESTINY (TERBIT)Where stories live. Discover now