3 | Tamu Istimewa

792 123 0
                                    

Irene mematung dengan posisi sebelah kaki terangkat di udara. Matanya melebar atas anak panah yang baru saja melesat di hadapannya, menancapi lantai mahoni beberapa milimeter dekat kaki kirinya. Detakan jantung hampir terhenti. Bahkan seruan tersekat orang-orang di sana memenuhi atmosfer. Jika salah perhitungan sedikit saja, maka anak panah itu akan melubangi punggung kakinya yang malang.

          Dengan cepat kesadarannya memulih. Langkahnya mundur perlahan, bersyukur lantaran mocktail tidak tumpah sedikit pun, terlindungi dengan baik dan tak mengotori pakaian serta jurnalnya.

          Dari sebelahnya, ia mendengar Rosalind menggeram. Ia berpikir Rosalind hendak menjadi pahlawan, dengan memarahi orang yang hampir mencelakainya. Ia tak tahu sama sekali bahwa Rosalindlah yang punya rencana jahat itu.

          "Berani-ber—"

          Sumpah serapah yang hendak diucapkan itu terhenti di tenggorokan. Rosalind hanya mampu memberi tatapan marah tatkala melihat sosok pada arah tenggara, arah datangnya anak panah tadi, persis dekat kios roti. Ia kepalkan tangan seraya duduk kembali dengan kesal. Sementara kedua teman di hadapannya menunduk resah.

          Irene sedikit mengangkat kepala sambil menoleh. Seorang gadis berponi, dengan rambut pendek yang terkuncir bak ekor kuda, melangkah tegap ke arahnya. Satu tangan gadis itu menenteng seplastik roti, sedangkan tangan yang lain menggenggam kuat sebuah busur.

          Perasaan kecewa tetiba menyeruaki dada Irene. Sosok yang hampir melukainya itu, ternyata adalah sang ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa sekaligus kakak tingkatnya, Karenina Zeraficka. Mahasiswi semester lima Bidang Pertahanan. Sosok yang ia kagumi. Sosok yang selama ini selalu ingin ia dekati.

          Irene menatap nanar saat Karen sudah berada di hadapannya, mencabuti anak panah dari lantai mahoni. Lalu, Karen sampirkan anak panah itu ke punggung beserta busur yang semula digenggamnya.

          "Tolong minggir," perintah Karen pada Irene.

          Si gadis berkacamata sedikit menggeser tubuh. Wajah ia tundukkan.

          Sementara itu, Karen mengeluarkan semacam besi pipih panjang sebesar bolpoin dari saku rok. Ia tekan tombol kecil di ujung besi dan layar hologram bagai tablet pun memenuhi sisi atas besi itu. Benda ini biasa disebut datscreen, alat yang biasa digunakan beberapa orang penting di BIU untuk melakukan pemindaian mahasiswa sekaligus pencatatan pelanggaran, juga pengumpulan data lainnya.

          Rosalind menatap risih saat Karen mendekatkan datscreen ke wajahnya.

          "Rosalind Zevanya. Mahasiswi semester lima sub-bidang Ilmu Sosial." Karen membacakan sedikit data Rosalind yang bermunculan pada datscreen. "Sampai saat ini sudah tercatat dua pelanggaran. Yang pertama, memakai pakaian minim di wilayah kampus. Kedua, dengan sengaja berencana mencelakai mahasiswi lain." Ia menutup datscreen dan mengembalikannya ke dalam saku rok. "Kalau sampai ada yang ketiga, saya nggak akan segan-segan ngasih kamu hukuman serius."

          Rosalind berdiri cepat. Kedua bola mata ia lebarkan demi menantang Karen. Ia benci tatapan Karen yang dingin dan menyebalkan itu.

          "Ayo kita pergi," perintah Rosalind pada teman-temannya dengan nada rendah yang sedikit tertahan. Begitu ia melangkah, kedua temannya mengekor sambil terbirit. "Nggak asik banget sih." Ia mendesis sebelum jarak semakin menjauhinya dengan Karen.

          Sepeninggal Rosalind, Karen berbalik menghadap Irene yang masih bergeming. Ia melirik mocktail beserta jurnal sains dalam genggaman si gadis berkacamata.

KATASTROFEWhere stories live. Discover now