PART 9

5.9K 528 60
                                    

***Sebelumnya tolong ya, aku tahu kamu ada yang plagiat copas. Mungkin ini masalah sepele buat kamu, tapi buat aku yang bikin cerita ini pake effort, rasanya gak rela dicopas gitu aja, walaupun kamu edit sedikit dan ganti nama castnya, tapi tetep secara keseluruhan aku kenal alur sama dialognya. Tolong udahan copasnya, dihapus ceritanya, terimakasih. Bikin cerita sendiri bisa kok, yok, bisa yok.

---

"WOI!! LO SEMUA GAK KAN PERCAYA. NILAI AGAMA DELAM LEBIH GEDE DARI ZEID, ANJIR!!! HAPALANNYA JUGA BAGUS."

"Gue denger Delam bisa baca Alfatihah aja udah terharu, apalagi tadi liat Delam baca surat panjang dengan lancar. Pengen mewek gue saking terharunya. Ternyata hidayah itu beneran ada."

Hampir satu kelas langsung heboh saat para siswi yang telah selesai melaksanakan pelajaran Pendidikan Agama Islam yang selalu dilaksanakan di pendopo dekat mesjid, kembali ke kelas.

Karena dalam satu kelas tak semuanya muslim jadi setiap pelajaran agama mereka berpencar, ada yang di kelas, ada yang di taman, ada yang di pendopo.
Semua siswa mempelajari tentang agamanya dengan bimbingan guru agama masing- masing.

"Yaa Allahhh merinding-merinding bersyukur gue denger Delam beneran tobat," kata Sheila mengusap air mata yang sebenarnya tidak ada, saking terharu. Dia yang paling heboh. Merasa bangga dan masih tak percaya.
Sementara Delam yang diomongin gak ada di kelas masih di mesjid.

-

"Telinga gue bunyi, pasti ada yang ghibahin." Delam mengusap-usap telinganya yang berdengung.

"Masih percaya aja lo sama mitos," kata Toni.

Beno tertawa. "Iye, mitos dari jaman nenek gue itu. Eh, ajak Christo bolos kuy, kita mabar." Beno menatap kedua sobatnya dengan mata melebar.

"Eh, iya. Kita kan jamkos," kata Toni.

"Dosa lo ngajak orang bolos." Delam Lagi mode tobat.

"Eh, tapi udah lama sih gue gak mabar. Kuy lah Ben, ajak si Delfin sekalian. Comeback nya squad GG." Delam gak jadi tobat.

"Kata lo dosa, Goblok!" Toni melirik dengan ujung mata, tak habis pikir dengan teman hijrahnya itu.

"Sekali gak pa-pa, tinggal ucap istighfar aja, kata Abdul kalo kita ucap istighfar, tar dosa kita diampuni. Astagfirullahaladziim, udah. Yok."
Delam melangkah, biasanya tujuan mereka kalo mau mabar. Ya, kantin yang Wifi-nya paling kenceng.

Beno masih diam di tempat, melirik Toni, dia sedang mencerna ucapan Delam.

"Emang iya gitu, Ton?" tanya Beno.

Toni menggangguk. "Kalo kata Abdul, ya, pasti bener, percaya gue," sahutnya.

"Tapikan ini keluar dari mulutnya Delam. Delam denger dari Abdul terus difilter lewat otaknya Delam. Lo tahukan filterannya otak Delam udah gak terlalu bagus?" Beno menatap Toni.

Toni terdiam, berpikir, tapi kemudian menghela napas panjang. "Yodahlah, Ben, ngapain jadi ngomongin yang begituan. Ayok mabar," ajaknya melangkah lebar menyusul Delam.

Beno ikut melangkah dengan tampang masih berpikir. Hanya takut, ajaran Abdul yang bener bakal jadi sesat kalau udah lewat Delam. Kan kasian Abdul, namanya kebawa-bawa.

--

Gak ada angin, gak ada panas, gak ada hujan. Delam terbaring di UKS dengan Toni dan Beno yang setia mengipasinya. Dia pingsan di tengah lapangan. Ah, ralat, ada panas. Iya, mereka sok ngide main basket di lapangan outdoor dengan kelas sebelah saat jam istirahat kedua, saat matahari sedang terik teriknya. Padahal udah bener mending mabar aja di kantin.

Delam 1999 (Selesai) Where stories live. Discover now