PART 26

7.2K 552 55
                                    

Pagi pertama tanpa Mbak. Saat Zay turun ke bawah, sudah terdengar suara berisik dari arah dapur. Pasti Prada yang mencoba menyiapkan sarapan.

"Mas, aku siapin piring."

"Duduk aja kamu."

Zay menatap aneh, tumben bocah itu membantu, tampilannya sudah rapi memakai seragam sekolah.

Pemanggang roti bersuara, bersamaan dengan dua buah roti yang muncul ke atas. Delam segera menghampiri, mengambil roti itu, meletakkannya ke atas piring, dan memasukkan roti yang baru sembari bersenandung.

"Aneh banget liat lo rajin."

Delam melirik orang yang baru saja datang. Meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.

"MAS! ROTINYA UDAH, APALAGI??"
teriak Delam, padahal dapur bersih dan ruang makan menyatu, hanya berjarak beberapa meter, tak usah teriak pun terdengar.

"Duduk, diem, bentar lagi Mas udah," sahut Prada.

"Oh, iya, ngambil minum." Delam inisiatif sendiri, melangkahkan kaki seakan tak mendengar perkataan Prada. Mengambil jus dan susu dalam kotak ukuran besar dari dalam kulkas lalu mengambil gelas-gelas, dan menatanya di meja.

"Pasti ada pengennya," ucap Zay.

"Diem lu!" Delam menyahut galak. Zay itu gak bantu, tapi curigaan mulu.

Prada melangkah membawa dua piring datar, satunya berisi telur orak-arik, dan satunya sosis yang digoreng dengan mengembang dan cantik.

"Done." Delam menyombongkan hasil kerjanya, merentangkan tangan memperlihatkan keadaan meja makan dengan bangga.

"Mas udah bilang, kamu diem aja." Prada menghela napas. Bukan apa-apa, dari pagi adiknya itu sudah membantu, sejak Prada masuk dapur dia langsung ada.

Delam tersenyum, kemudian duduk. Ya, keringatnya sudah bercucur di pagi hari, tapi gak pa-pa, semoga lelahnya berujung indah. Pemanggang roti bersuara kembali.

"Diem!" tegas Prada saat Delam terlihat akan bangkit. Prada beranjak, mengambil roti panggang yang terakhir itu.

"Mas," Delam memanggil.

"Cepet sarapan. Mas siapin obat kamu dulu." Prada beranjak lagi.

Membuat Delam mengembuskan napas panjang kemudian meniup poninya keras. Sebal. Masnya itu sok sibuk.

"Ada maunya ya, lo?"

Delam melirik Zay sekilas. Heran recok banget dari tadi. "Sok tau!" sahutnya kesal.

Zay terkekeh. "Kasian deh lu gak di notice," ledeknya.

"Berisik! Gue lempar lo." Delam melotot. Bergerakan seperti akan melemparkan roti panggang di tangannya, tapi kemudian dia melahap roti bakar itu dengan bringas.

Aturannya Delam berangkat sekolah bareng Zay, emang udah gitu rutinitasnya beberapa lama ini, tapi saat Zay sudah berpamitan dan melangkah pergi, Delam masih duduk di kursi, pantatnya kek nempel banget sama kursi. Matanya terus menatap Prada yang masih sarapan. Maklum dia sarapan paling akhir, dari tadi mendahulukan terlebih dulu keperluan adik-adiknya yang budiman.

"Mau ke sekolah sama, Mas?" tanya Prada menyadari adiknya yang kedua itu belum juga beranjak.

Delam mengembuskan napas panjang. "Mas jangan sok lupa deh," katanya dengan ujung mata yang menatap malas.

Prada meneguk air putih, meletakkan gelasnya pelan setelah selesai, kemudian melirik Delam. "Kuncinya ada di Papi, Mas gak bohong," ucapnya mengulang perkataan yang sejak pagi dia sudah katakan seperti itu, tapi Delam tetap seakan tak percaya.

Delam 1999 (Selesai) Where stories live. Discover now