11. At the Threshold

307 62 11
                                    


Jevan bangun karena cahaya yang masuk ke kamarnya lewat jendela yang terhalang tirai yang tak tertutup itu, kepalanya terasa sakit dan perutnya tidak baik-baik saja saat ini, buru-buru lelaki kurus itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.

"Gi.." lirihnya namun tidak ada sahutan, dan memori akan apa yang terjadi semalam kembali terputar di ingatannya.

"akh,, sial!" dengan sisa tenaganya ia bangkit dan keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju ruang keluarga yang seingatnya tidak dalam kondisi yang apik malam itu. Langkahnya terhenti ketika melihat sebungkus nasi kuning diatas meja makan dengan sebuah catatan kecil diatasnya.

'sarapan lu, kalo lu sakit gue yang repot!'-Satria

Jevan tersenyum ketir lalu mulai duduk disinggasananya dan berdoa sebelum menyantap sarapannya, ditengah itu ia terdiam sambil melihat ke kiri dan kanan, tempat dimana istri dan anaknya biasa duduk, pikiran Jevan melayang ke masa dimana ada tawa dan canda diatas meja itu namun senyumannya pudar ketika kenyataan kembali menghantam dirinya.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh Gigi, wanita itu terjaga sepanjang malam karena bayi yang ada dalam kandungannya itu sepertinya tengah merindukan sang papa, belum lagi Caca yang selalu terbangun tengah malam, dan segala pikiran buruk yang ada di benak wanita itu, dengan ragu ia menyalakan ponselnya benar saja banyak pemberitahuan muncul dari benda persegi itu, namun tidak ada nama Jevan dalam daftar pemberitahuan itu.

"kalian mau kan tinggal sama mama anak-anak?" tanya Gigi pada Caca yang masih terlelap dan sang adik yang masih dalam kandungannya itu.

"akh! Adek gak mau ya? Maafin mama sayang, tapi sepertinya untuk sementara adek sama teteh harus tinggal sama mama aja dulu." Air mata kembali membasahi pipi wanita cantik itu, ia merasa kecewa pada Jevan yang entah kenapa berubah seratus delapan puluh derajat dari yang biasanya, tidak ada lagi Jevan yang selalu mementingkan keluarganya, yang ada hanyalah Jevan yang sangat gila kerja, mementingkan ketenarannya, dan Jevan yang sering pulang dalam keadaan mabuk.

"halo mba?"

Sejak semalam Rishi merasa gelisah, untungnya Brian tidak menyadari kalau sang nyonya tengah gundah karena adiknya yang masih belum bisa dikabari sampai saat ini, pikirannya melayang sampai ke kemungkinan terburuk yang ada didunia ini. Beruntung hari ini Brian lembur dan kedua putra mereka tengah ikut dengan orang tua Rishi dikediaman mereka.

"halo?"

"Rish,barusan Gigi nelpon aku.." ada setitik perasaan lega saat ia menerima telpon dari Kinar, dengan cepat wanita itu masuk ke kamarnya mengganti pakaian dan pergi menuju rumah Kinar. "gimana Nar? Gigi dimana sekarang?" tanya Rishi tepat setelah kakinya menginjak ruang tamu kediaman nan asri itu.

"dia nginep dihotel, tapi gak bilang dimana. Dia bilang jangan kasih tau siapapun apalagi Brian, dan dia disana sama Vero, kamu tau Vero kan?" Rishi berusaha mengingat sosok pria berlesung yang pernah datang ke pernikahan adik iparnya itu dan beberapa kali hadir di acara yang diadakan Jevan dirumah mereka.

"tau, yang dulu naksir sama Gigi kan? Kok bisa mereka bareng?" Kiran menggeleng pelan menjawab pertanyaan Rishi. "terus sekarang kita harus gimana?" kali ini Kinar yang bersuara. "sekarang jangan kasih tau ke Satria dan yang lainnya dulu, nanti kalo dia kabarin kamu lagi kamu langsung kasih tau ke aku, atau kita bikin grup aja bertiga gitu, hapemu di kode kan?" ujar Rishi. Akhirnya setelah sedikit berbincang Rishi akhirnya pamit dari rumah Kinar.

Vero dan Kevin sudah menunggu di depan kamar Gigi dan Caca, mereka hari ini hendak menghabiskan waktu di area bermain anak yang ada dihotel itu lalu dilanjutkan dengan berenang bersama, setidaknya ini bisa membuat suasana hati putri Jevan itu sedikit lebih baik dari kemarin.

"semalem kamu pasti gak tidur ya?" tanya Vero saat ia duduk di kursi santai di area kolam renang bersama dengan Gigi di kursi lainnya.

Senyuman lemah terlihat diwajah wanita cantik itu. "iya, semalem teteh sama adek rewel, mungkin mereka kangen sama papanya."

"Gi?"

"eum?"

"Jevan gak pernah cerita apa-apa gitu soal kerjaan dia? Bukannya aku mau ikut campur jangan salah sangka dulu, aku cuman mau nanya aja as a friend." Terdengar helaan napas berat dari lawan bicara Vero. "biasanya sih cerita tapi udah beberapa bulan ini he is like hiding something from me, tiap ku tanya jawaban dia pasti sama, gak ada apa-apa tapi aku tau dari perubahan sikap dia, tapi aku tetep ngormatin privasi dia, dan mikir mungkin emang bener gak ada apa-apa Ver."

"aku mau ngasi tau sesuatu ke kamu Gi, tapi jangan langsung marah ke Jevan ya." Perasaan tidak enak mulai menggerogoti batin Gigi, namun ia harus menyembunyikan hal itu dari Vero dengan memasang wajah setenang mungkin. "apa itu Ver?"

--

"Jev?"

Lelaki itu tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara Satria dari depan rumahnya, dengan langkah yang lemah ia berjalan dan membukakan pintu untuk ayah 3 anak itu. "nih gue bawain nasi sama ayam mekdi buat lu." Ia menyodorkan kertas bungkusan dengan logo restoran cepat saji kesukaan Jevan kehadapan lelaki jangkung itu.

"thanks bro." Jevan menerima bungkusan itu dan mulai membukanya, senyuman sedikit terukir diwajah tirus itu, pesanan yang selalu Gigi pesankan untuknya setiap kali mereka makan disana, bahkan ketika sakit pun ia masih sempat meminta istrinya untuk membelikannya menu itu, Satria bisa melihat genangan air mata diwajah lelaki itu. Ia pasti sangat merindukan istrinya.

"udah siap cerita Jev?" pancing Satria setelah Jevan menyelesaikan makan siangnya dalam diam. Jevan menghembuskan napasnya dengan berat seolah ada banyak beban didalam hembusannya itu.

"gue gak tau, tapi kayaknya gue sama Adrian gak bisa nyelametin si gendut, dia yang nyeting semua tanpa ada kordinasi dulu sama gue dan Adrian , dia ceroboh, banyak aset dia yang ketauan kita sembunyiin dan dia kekeh minta kita buat nego sama orang imigrasi biar dia bisa lolos ke Singapur, gue pusing sumpah Sat, gue takut harus masuk sel."

"terus kenapa Gigi bisa sampe kabur?"

"jadi semalem gue balik ke rumah mabok, stress gue belom lagi kayaknya penyidik udah curiga aset dia lari ke gue sama Adrian, pulang-pulang teteh nangis out of knowhere gue ngebentak teteh, Gigi bales bentak gue terus pergi. Dia juga kesel kali sama gue, udah beberapa kali kontrol ke dokter gak pernah gue temenin, tidur sendirian karena gue pasti pulang malem."

"terus sekarang lu tau Gigi kemana?" Jevan hanya menggeleng pelan.

Ting!

LOML: we need to talk, r8 now

LOML: meet me at Aston Hotel room 1211

Jevan seketika berdiri dari duduknya hingga Satria ikut berdiri bersama dengannya.

"kenapa Jev?"

"Gigi mau ketemu gue Sat."

"gue anter, gue takut lu kenapa-napa, gue ke rumah ambil mobil, lu siap-siap."

"makasih banyak Sat, I owe you so much!"

Satria terkejut ketika ia sampai dirumahnya, ada Rishi yang kini duduk bersama dengan sang istri, namun raut wajah mereka terlihat sedih.

"bun, Rish, ada apa? Kok kalian lesu gitu."

"Jevan mana Sat?" Rishi justru balik bertanya pada Satria.

"lagi siap-siap mau ketemu Gigi, aku yang nganterin, ada apa Rish?"

"yah, Gigi udah tau semua." Ujar Kinar, napas Satria langsung tercekat, lututnya lemas, namun ia harus berpura-pura kuat dihadapan Jevan nantinya. "terus gimana?"

"Gigi..."


====

ps: maaf yaa aku lama gak update, lagi stuck sama lagi sibuk juga jadi maafkan yaa jangan lupa satu vote dan komen dari kalian berarti banget buat aku ^^ makasih  

[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें