12. Disturbance

305 53 12
                                    

Sebenarnya tadi ketika Rishi tiba-tiba pamit untuk ke rumah Satria, Brian sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan gerak-gerik istrinya itu, tanpa menunggu lama lagi lelaki itu menitipkan kedua jagoannya pada asisten rumah tangga mereka, dan menyusul sang ratu.

"Gigi mau minta pisah dari Jevan."

Deg! Bagaikan disambar petir disiang bolong Brian yang mendengar itu pun langsung menerobos masuk kedalam rumah Satria. "maksud kalian apa?!" emosi Brian sudah tak terbendung lagi, Rishi, Kinar dan Satria terkejut bukan main mendapati sosok itu kini ada ditengah-tengah mereka. "ada yang bisa jelasin apa maksud omongan kalian ini?! Jelasin sekarang!"

"Rishi?" suara Brian memelan saat memanggil nama sang istri sedangkan yang dipanggil hanya menunduk dan menghindari kontak dengan suaminya. "JAWAB RISH!" hilang sudah kesabaran Brian.

"Bri, tenang dulu. Gue jelasin semuanya." Akhirnya Satria yang menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya pada pria beranak dua itu. Kepalan tangan Brian mencengkram kuat, ia masih tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada rumah tangga adiknya itu.

"Sat a-." Brian buru-buru berdiri dan setengah berlari menuju pintu depan, ketika memastikan siapa yang baru saja memanggil Satria tanpa ragu sebuah bogeman mentah mendarat diwajah orang itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jevan. Seolah mengerti, Jevan tidak membalas pukulan dan tendangan dari Brian, ia bahkan berharap Brian membunuhnya saat itu juga karena ia telah melanggar janjinya pada Brian untuk menjaga sang adik.

"sialan lu! Gue kira udah lu kasih tau adek gue! Tapi malah gini!" entah sudah pukulan keberapa yang dilayangkan oleh Brian ke wajah Jevan bahkan kini keduanya sudah berada di halaman rumah Satria.

"Brian udah!"

"mas Bri, udahana mas cukup."

"Bri udah! Gila ya lu!" Satria akhirnya berhasil melerai keduanya, Kinar membantu Jevan untuk berdiri sementara Rishi menarik suaminya itu menjauh dari Jevan. "bilang sama gue Gigi dimana?! Dimana!" bentak Brian pada semua yang ada disana termasuk sang istri. Namun belum sempat mereka menjawab ponsel Kinar kembali berdering dan ada nama Gigi di layarnya.

"halo? Apa! Ya udah oke share lock aja nanti. Oke Ver, makasih." Mendengar nama Vero walaupun tidak sepenuhnya, Jevan sudah bisa memastikan kalau 'Ver' dalam sambungan telepon itu pasti Keanu Savero.

"kenapa bun?"

"Gigi, pingsan dan sekarang mereka lagi dijalan ke rumah sakit." Tubuh tinggi nan ringkih yang kini dilengkapi dengan wajah yang babak belur Jevan jatuh ke tanah setelah mendengar penurutan Kinar. Dunianya terasa runtuh, ia bahkan tidak punya tenaga lagi untuk berdiri kalau saja Satria tidak membantunya berdiri, ia juga sudah tidak bisa mendengar segala makian yang Brian berikan padanya.

"semoga semuanya baik-baik aja Jev, tenang ya." Hanya kalimat dari Rishi yang bisa ia dengar sebelum mobil Satria melaju membelah jalanan.

Benar dugaan Jevan, Vero ada disana, duduk di depan ruang ICU dengan wajah yang kalut. "gimana Gigi?"

"kok bisa gini Ver?" tanya Brian dan Satria. "Gigi masih di dalem mas, tadinya aku mau ngajak dia makan siang, ku samperin ke kamarnya, pas dia buka pintu mukanya udah pucet banget, trus pas mau keluar makan dia pingsan." Jelas Vero sambil menatap lekat Jevan yang berdiri dibelakang Satria dengan wajah yang penuh luka. Hening kembali menghampiri selasar ICU, Jevan masih duduk dengan menundukkan wajahnya, Brian dan Satria masih berdiri tepat didepan pintu ICU, Rishi dan Kinar pergi membelikan obat untuk Jevan dan juga makanan ringan untuk keempat lelaki itu.

"trus Caca sama Kevin dimana Ver?" tanya Satria memecah keheningan diantara mereka. "Caca sama Kevin dititipin ke Raihan mas, tadi udah dijemput sebelum kalian nyampe sini." Setidaknya anak-anak itu ada ditangan yang bisa mereka semua percaya saat ini.

"keluarga ibu Bridgia?" dengan cepat mereka berempat berdiri hingga sang dokter kebingungan melihatnya.

"saya kakaknya!" "saya suaminya!"

"baiklah, bu Bridgia sepertinya harus bedrest selama beberapa hari, hal ini dikarenakan kondisi fisik bu Bridgia yang tidak stabil, sebelumnya saya ingin bertanya apa ibu Bridgia punya masalah tidur?"

Jevan dan Brian saling melihat satu sama lain. "tidak dok."

"ibu Bridgia pingsan akibat kelehakan dan kurang nutrisi bapak-bapak sekalian, beruntung kandungan ibu Bridgia cukup kuat namun demi mengantisipasi kemungkinan lainnya kami sarankan untuk dirawat selama beberapa hari kedepan."

"lakukan apapun untuk istri saya dok asalkan dia dan calon anak kami baik-baik saja."

"baik kalau begitu bapak bisa ke bagian administrasi untuk hal tersebut pak, saya permisi dulu."

Jevan dan Satria langsung bergegas menuju bagian administrasi sedangkan Vero dan Brian masuk keruang ICU dan hati Brian teriris melihat tubuh adiknya terbaring diranjang rawat dengan selang infus yang menancap ditangan kanannya.

"dek?"

"mas Brian.." Brian mendekat dan menggenggam tangan sang adik dengan erat sambl berusaha menahan air matanya. "adek gak apa-apa? Apa yang dirasa? Bilang sini sama mas." Vero yang melihat itu akhirnya memilih untuk keluar dan meninggalkan kakak beradik itu untuk sementara.

"mana yang sakit dek?" sekasar apapun Brian pada Jevan tadi, dihadapan Gigi ia kembali menjadi sosok kakak yang lembut dan penyayang, terlebih disituasi seperti ini ia tidak ingin bicara pada sang adik dengna suara tinggi. "mas, adek mau pulang aja." Isakkan terdengar dari lisan Gigi.

"iya kamu harus dirawat dulu ya beberapa hari. Abis itu baru boleh pulang ke rumah ya."

"mas.."

"ya?"

"mas Jevan mana?"

Belum sempat Brian menjawab, sosok Jevan sudah masuk keruangan itu, Brian yang masih kesal pada Jevan memilih untuk meninggalkan keduanya meskipun dengan sangat berat hati, namun ia sadar keduanya memang butuh waktu untuk berbicara empat mata.

"mas? Muka kamu?"

"gak apa-apa kok. Ada yang sakit?" Gigi menggeleng pelan lalu membuang wajahnya sejenak karena rasanya air matanya mendesak untuk keluar ketika melihat kondisi Jevan yang demikian.

"mas lets take a break for a while. Aku bakalan pulang ke rumah mas Brian, anak-anak biar sama aku. Jujur aku marah mas sama kamu, kenapa kamu gak bilang soal ini dari awal? Apa yang kamu cari mas? You've changed a lot mas sumpah demi namaku sendiri."

"I'm sorry.."

"no, you don't have to, semua udah terlambat mas, aku sudah tau semuanya. Kenapa kamu milih nyembunyiin ini dari aku?"

"sorry Gi.."

"aku gak pengen denger itu mas, jelasin ke aku!" suara Gigi mulai meninggi namun Jevan masih belum menunjukkan gelagat untuk menjawab pertanyaan sang istri.

"jawab mas!"

"kalo mas gak mau jawab, mending mas keluar! Aku gak mau ketemu sama mas lagi."

"Gi.."

"dan aku bakal minta Vero untuk buat gugatan untuk mas."

Jevan masih tidak bergeming, ia bukannya tidak ingin menjawab pertanyaan Gigi barusan, karena ia takut Gigi tidak bisa menerima alasannya menyembunyikan hal itu dari Gigi.

"keluar mas, aku mau istirahat."

Tepat sebelum Jevan keluar, suster datang untuk membawa Gigi ke ruang inapnya. "Ver, ikut gue." Ujar Jevan saat ia keluar dari ICU. Keduanya pergi ke taman rumah sakit yang sepi saat itu.

"kalo lu mau mukul gue, time is yours." Namun Vero enggan menambah luka di wajah Jevan, ia memilih untuk berjalan menjauh dari lelaki itu. "tunggu Ver!"

"apa lagi? Puas sekarang lu Jev? Ini kan yang lu mau? Kemaren gue udah berbaik hati ngasi lu kesempatan, tapi ternyata gak lu manfaatin, gue kecewa Jev sama lu."

"gue tau, makanya gue mau lu jagain Gigi buat gue."

"maksud lu?"

"gantiin posisi gue."


===

[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)Where stories live. Discover now