3. The Demon

509 72 0
                                    

Pagi ini sesuai dengan janjinya kemarin Jevan bertemu dengan seseorang yang menelponnya sore itu, awalnya pembicaraan mereka hanya pembicaraan layaknya pengacara dengan klien pada umumnya Jevan pun berusaha seprofesional mungkin menghadapi kliennya pagi ini yang tidak lain dan tidak bukan adalah seorang politisi yang kini tengah terjerat kasus dugaan penyuapan terkait sebuah proyek dari Kementrian Pekerjaan Umum, dan rupanya lelaki tua itu mendapatkan nomer Jevan dari klien yang pernah Jevan sudah sejak lama selalu mengandalkan jasanya setiap kali terjerat perkara hukum.

"gimana pak Jevan? Apa bisa dipenuhi keinginan saya? Kalau iya, nanti sore atau malam akan saya trasfer nominal yang sudah saya katakan tadi asal pak Jevan mau bekerja sama dengan pak Adrian sebagai pengacara saya yang lainnya." Tawar lelaki itu pada Jevan yang kini benar-benar dituntut untuk berpikir sejernih mungkin, disini semuanya dipertaruhkan.

"kasih saya waktu satu minggu untuk berpikir pak Broto, kalau saya tertarik saya akan segera menghubungi pak Adrian." Pria paruh baya itu tersenyum puas mendengar jawaban Jevan barusan.

"saya harap pak Jevan tidak menolak tawaran saya mengingat bayaran yang saya tawarkan sangat besar jika pak Jevan berkenan." Pria tambun itu menyalami Jevan yang dibalas oleh Jevan dengan jabatan erat. Sepeninggal Broto, Jevan diam diruangannya sambil menatap cek awal yang ada diatas mejanya dengan nominal 40 juta tertulis disana, pria itu memberikan cek itu sebagai bentuk negosiasi awal dipertemuan mereka hari ini, malaikat dalam dirinya mengingikan dirinya untuk menolak tawaran itu dan mengembalikan cek itu sedangkan setan yang bersemayam didalam dirinya memberontak untuk menerima cek itu ia bahkan membisikkan apa saja hal yang bisa Jevan lakukan dengan cek itu, belum lagi dengan bayaran lainnya nanti yang bisa membuat hidup seorang Jevan Adrio naik ke level yang lebih tinggi lagi dari yang sekarang.

Pikirannya soal itu membuat Jevan lupa waktu, dan kini waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore dan sudah waktunya ia untuk pulang ke rumah. Begitu tiba dirumah ia sudah disambut oleh suara tawa sang putri dan Gigi yang sepertinya juga baru saja kembali dari kantornya terlihat dari pakaian kantornya yang masih ia kenakan.

"papa pulang!" sontak Gigi yang kini tengah bermain dengan Caca di karpet bulu yang sengaja berada di ruang keluarga itu. "papa pulang tuh teh. Salim papa dulu." Gigi akhirnya bangkit sambil menggendong sang putri yang tersenyum lebar kala melihat sosok ayahnya itu mendekat.

"aduh, anak papa udah cantik ih."

"tadi kamu yang jemput atau mba Rish yang nganter teteh kesini ma?"

"aku yang jemput tadi sekalian mau ngasi titipannya mba Rish. Malem ini mau makan apa?" Jevan mengambil alih Caca dari gendongan Gigi sambil berpikir menu makanan yang ingin ia makan malam ini.

"apa aja deh ma, dah kamu bersih-bersih dulu, biar papa yang jagain teteh."

Jevan kira pikirannya terhadap tawaran pagi tadi akan hilang namun ternyata tidak, ia justru semakin dibuat kepikiran ketika berada dirumah. Bagaimana tidak nantinya ia harus menghidupi keluarga kecilnya itu, belum lagi tuntutan gaya hidup yang membuat Jevan harus menerima tawaran itu, akan tetapi malaikat di dalam dirinya selalu mengingatkannya bahwa itu adalah perbuatan yang terlarang.

"mas?" Jevan tersikap ketika Gigi yang sudah selesai dengan rutinitas malamnya itu kini menyandarkan kepalanya di pundak sang suami.

"what's wrong mas? Daritadi aku liat mas diem terus." Jevan melirik wanita itu, tangannya yang bebas mengelus surai istrinya lalu turun ke perut sang istri. "nope, mas lagi mikir aja si dedek ini cewek apa cowok ya." Elak Jevan, untungnya Gigi tidak terlalu memperhatikan raut wajah suaminya itu dengan seksama sehingga Jevan bisa menutupi kegusarannya.

"hehehe, mau cewek atau cowok yang penting adek sehat mas, ya gak?" Gigi meluk tubuh suaminya itu erat, mengenggelamkan wajahnya di dada lelaki yang bersumpah dihadapan Tuhan untuk menjadi pemimpin keluarganya, menjadi panutannya dan juga anak-anaknya kelak.

"iya, yuk bobo. Kamu pasti capek hari ini."

Hari berlalu, Jevan masih terus saja memikirkan tawaran itu, belum lagi Broto yang terus saja menghubunginya untuk menanyakan jawaban pria itu atas tawarannya, sudah 4 hari semenjak perundingan mereka dan Jevan masih galau dengan jawaban atas ajakkan itu. Ia sama sekali tidak membagi hal tersebut pada sang istri karena ia yakin Gigi akan sepenuhnya meminta dirinya untuk menolak tawaran itu dengan berjuta alasan dan kekhawatiran wanita itu akan masa depan karir Jevan. Ia juga tidak bisa membaginya pada teman-temannya terlebih Satria, karena pria 3 orang anak itu pasti akan mengatakan kalau Jevan sudah gila apabila ia menerima tawaran itu. Brian? Oh itu lebih tidak mungkin, sudah pasti iparnya itu akan meminta Jevan untuk menolak hal itu.

"Argh!" Erangnya sambil melemparkan ponselnya keatas meja dengan kesal. Ia sangat kalut sekarang. Ia tidak bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk saat ini.


++ 

[COMPLETE] Duplik (Sequel Of Replik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang