PROLOG

26 4 0
                                    

Happy reading ʕ•ﻌ•ʔ

Lara membanting setumpuk buku ditangannya dengan geram. Mengindahkan tubuhnya yang gemetaran, gadis itu menulikan telinga dan memberanikan diri menengadah ke arah wanita paruh baya di hadapannya.

"Mama harus sadar kalo aku juga punya kehendak atas hidup aku!"Teriak gadis itu memotong omelan ibunya. 

Lontaran kalimat barusan sukses membuat wajah wanita itu merah padam.

"Siapa yang ngajarin kamu jadi anak pembangkang, hah?! Dengerin kata Mama, belajar! Kamu harus lulus tes IPA,"murka sang ibu lalu keluar dari kamar anak semata wayangnya dengan sedikit membanting pintu.

Lara mengepal kuat tangannya, tak pernah bosan kedua pelupuk itu mengalirkan cairan kekecewaan akibat perlakuan ibunya yang selalu memaksa kehendak atas hidupnya. 

Dipaksa masuk sekolah metropolitan hingga Lara terpisah dari sahabat-sahabatnya, dipaksa mengejar hal yang ia tidak inginkan, hingga mati-matian memaksa gadis itu agar masuk ke kelas IPA. Kurang apa lagi, padahal Lara banyak meraih medali dan piala diolimpiade IPS, gadis itu juga sudah berusaha sekuat mungkin mengembangkan prestasinya untuk membanggakan mereka.

Lara bergerak menekuk, meraih kembali beberapa buku IPA yang sengaja ia jatuhkan tadi. Membawanya ke meja belajar, lalu berusaha mempelajarinya.

Waktu berlalu begitu cepat, Lara telah melewati tes yang baginya menjengkelkan itu. Tapi meskipun begitu, ia berharap lulus daripada harus siap diberikan hukuman oleh ibunya.

Gadis itu bergerak menuju kerumunan tepat di depan mading. Bergabung bersama kumpulan peserta tes yang ingin mengecek ada tidaknya nama mereka di list peserta lulus. Lara menyipitkan mata ketika tidak menemukan namanya di sana, ia tetap berusaha melihat lebih teliti sembari merafalkan doa agar namanya terselip di sana.

Hingga ia berhasil menemukan namanya di urutan bawah, nilai yang tidak begitu memuaskan.

'Setidaknya aku lulus,'batinnya.

Sepulang ke rumah, lagi-lagi Lara disambut dengan sikap menjengkelkan ibunya.
Baru saja gadis itu muncul dari balik pintu, sang ibu yang duduk di sofa langsung menyerbunya dengan berbagai macam pertanyaan dan omelan.

"Gimana hasilnya?"
Pacuan langkah gadis itu terhenti sejenak dan menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Lulus, Ma."

"Nilai kamu berapa?"tanyanya lagi disertai lirikan tajam membunuh. Lara menghela berat.

"Kurang memuaskan ...."lirihnya menunduk.

"Kan mama udah bilang, kamu belajarnya yang giat, dong! Jangan malu-maluin mama,"celoteh wanita itu dan melipat tangannya di depan dada.

"Maaf, Ma ...."

"Ya udah sana masuk. Mama gak mau tau, waktu masuk sekolah nanti kamu harus kejar nilai sebagus mungkin,"ujarnya kemudian.
Lara segera berlalu ke kamarnya. Menelan bulat-bulat omongan ibunya, berusaha meyakinkan diri bahwa Lara pasti bisa.

Lara menjatuhkan diri di atas kasur single size miliknya, netranya menerawang ke arah jejeran piala dan medali di sebuah rak khusus. Semua itu adalah prestasinya selama di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, namun entah kenapa orangtuanya selalu saja masih menuntun lebih.

Tetapi untuk seorang gadis penuh ambisi seperti Lara, tidak ada yang tak mungkin sebelum berusaha. Apapun akan dilakukan untuk mendapat pengakuan dari orangtuanya. Seperti kata orang-orang, usaha tidak akan mengkhianati hasil, bukan?

Terimakasih untuk yang sudah berkunjung di part pertama, semoga berkenan melangkah ke part selanjutnya. (~_^)
Banyak kejutan menanti di depan, jangan langsung memutuskan berhenti yaw.

Jangan lupa tinggalkan jejak. (´▽`)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Amour De FysicaWhere stories live. Discover now