Terimakasih Malam

394 4 0
                                    

Antarlina Nitimanta

Aku telah belajar arti hidup sejak aku bertemu dengannya. Kesedihan aku mulai menghilang sejak aku bersandar dipundaknya. Pertama kalinya aku biarkan segala kesalahannya kepadaku, ketika itu aku pikir itu hanya rasa iba. Memaafkan dan membiarkan dia dengan segala kesalahannya.

Jalan yang aku lalui ini begitu sulit dan diliputi pertanyaan yang selalu berputar di kepala. Dia dan aku, disisi ini dia mirip denganku. Di suatu tempat di hatiku, dia ada dengan ruang khusus.

Setiap kali aku datang kesini, aku mengingat kenangan itu. Aku takut, mungkin sebentar lagi aku akan sulit bertemu dengannya. Aku takut dia akan merasakan semua sakit hati yang aku punya, jika ia tahu semuanya, sebuah kenyataan yang akan berdampak pada jarak hati kita. Mengerti, ia aku mengerti inilah cinta yang tak dapat aku tunjukkan padanya.

Di sini, di sini aku mulai sadar bahwa aku benar-benar mencintai dia. Melihat pohon menjulang itu lagi, aku putari pohon dan... menemukannya sedang tertidur beralaskan tanah dan berbantalkan akar pohon yang besar.

Memandangnya, hanya itu yang aku bisa. Aku tidak punya keberanian untuk mendekat dan menyentuhnya. Dia bergetar, kedinginan mungkin. Aku mendekat dan mengalungkan syal yang aku pakai padanya.

"Ehm.." dia terbangun. "Ann.. aaaww..." sabil memegang leher belakangnya.

"Sakit ya kak, tidur di tasa akar gitu? Ini aku bawa kayu putih" ku sodorkan kayuputih untuk menggosok leher belakangnya yang sakit.

"Iya makasih, lagi apa di sini Ann? Bukannya kamu lagi sakit?" Tanyanya, membuat aku gugup dan tersipu.

"Eh, iya itu kak, aku lagi cari angin aja."

"Yaudah pulang yuk, kaka anter. Nanti kamu sakit lagi"

"I-iya kak, ehm.. kak.. kaka tadi ngapain di sini sampe ketiduran?" Tanyaku sambil berjalan meninggalkan tempat penuh kenangan itu.

"Ohh.. engga tadi lagi jalan, terus istirahat di situ dan ketiduran. Kamu sendiri, kenapa?"

"Kenapa? Jalan ke sana?" Dia mengangguk. "Lagi pengen keluar aja, di rumah gak ada siapa-siapa Mas Reno lagi jalan keluar, jadi aku pikir lebih enak jalan keluar sambil nyegerin pikiran"

Dia hanya mengangguk saja dan mulai hening tak ada yang berbicara. Masing-masing dari kami hanya menatap jalanan sekitar yang sepi.

"Kak.. mau lanjut kemana setelah kelulusan?" Tanyaku dengan gugup dan takut dengan jawabannya.

"Ohh.. belum tau, ada beberapa universitas yang kaka pilih sih. Tapi gak yakin apa bisa masuk atau engga." Jawabnya sambil melirikku, tatapannya sangat teduh.

"Ann percaya, kaka pasti bisa masuk kok, kakakan pinter. Hehe." Dia tersenyum sambil mengusap kepalaku, dia sekarang tidak memanggil aku dengan sebutan adek lagi. Apa dia sudah bisa menatapku sebagai perempuan, bukan lagi adik yang harus dia jaga?

"Kemaren kenapa pingsan? Ditembak cowo ko pingsan?" Tanyanya sambil terkekeh.

"Eh.. itu, anemia aku kerasa kak. Biasa di lapangan basketkan panas banget"

"Oh.. kirain gara-gara grogi. Hehe"

"..." aku hanya tersenyum menatapnya sedang tertawa.

"Terus, sekarang jadi jadian dong sama Wira? Dia udah suka sama kamu dari Smpkan?" Tanyanya menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku tebak.

"Belum aku jawab, Ann masih pengen fokus sekolah dulu ah kak. Kak Wira emang baik banget, tapi Ann belum siap pacaran, takut ganggu dia belajar."

"Kok takut ganggu dia belajar? Takut ganggu kamu kali. Hehe"

"Yah sama aja kak. Kak, nanti kalo udah pilih universitasnya Ann dikasih tau yah. Hehe"

"Emm.. iya siap tuan putri" diusapnya kepalaku. "Udah sampe nih, kaka anter yuk ke dalem"

"Woy, bukannya istirahat si neng malab keluyuran pacaran malem-malem" tegur Mas Reno dari depan.

"Eh.. engga ko Mas. Tadi sama Kak Dirata ketemu di jalan aja."

"Mau kemana lo Ren?" Potong Kak Adirata.

"Oh ketemu di jalan. Nih tadinya gue mau nyusul tuan putri ini nih, dia nyelonong pergi gak bilang-bilang."

"Maaf Mas, Ann kira mas lama pulangnya."

"Ehm.. yaudah. Ada Mas Reno, Kaka pulang aja yah. Ren, gue balik yah"

"Mau gue anter gak?" Tanya Mas Reno.

"Gak usah, deket ini. Jalan juga paling 15 menitan. Dah yah Assalamualaikum." Memotong pertanyaan Mas Reno.

"Walaikumsalam" jawab kami serempak.

Saat masuk ke rumah, ternyata Oma belum pulang. Dan, masih sepi seperti biasa tanpa Ayah di rumah.

"Jadi, bakal ada yang patah hati karena di tolak deh setelah ini. Hahaha" sindir Mas Reno.

Aku tau, dia menyinggung tentang Kak Wira. Dia tahu semua kejadian itu. Karena, Kak Wira yang bawa aku ke rumah dan dia sering jenguk ke sini.

"Bukan karena itu kok. Ann mau fokus sekolah aja dulu Mas."

"Ohh.. iya deh. Yaudah makan dulu gih. Terus minum obat dan tidur. Mas mau belajar buat ujian masuk univ deh, kudu serius"

"Iya Mas, semangat yah. Nanti Ann buatin kopi susu sama cemilan deh"

"Makasih cantik"

~

Setelah makan dan membawa cemilan ke kamar Mas Reno. Lagi, aku melamun di kamar. Penasaran, Kak Adirata mau ngambil jurusan apa dan apa cita-cita dia? Yang aku tahu, dulu dia pengen jadi dokter bedah. Apa sekarang masih pengen jadi dokter? Melihat kegemaran dia menggambar, aku pikir pilihan berikutnya Arsitektur. Mungkinkah.

Entahlah, kini aku meraih smartphone dan tanganku bermain di sana. Ku pasang status bbm.

'Yakin pasti bisa. Smngt'

Dan aku lihat kontak orang yang aku maksud di status itu. Melihat statusnya, dan.. tidak ada status apapun. Dia emang jarang update di sosialmedia, tapi aku berharap dia baca.

Aku keluar dari kontaknya dan bermain twitter. Tiba-tiba, Mas Reno bbm.

R. Reno Nayottama : Cie status bbmnya di bales doi noh :p

Tanpa pikir panjang, aku melihat status milik Kak Adirata. Dan..

'Terimakasih, malam'

Aku tersenyum, meski belum tentu buat aku. Tapi. Entahlah aku hanya berfikir itu untuk aku.

I'll be Waiting for YouNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ