Aku Bersamamu

283 1 0
                                    

Adirata Baswarain

Pagi ini aku benar-benar sibuk, banyak sekali telpon masuk atau keluar. Hanya untuk memastikan semua sudah lancar dan telpon dari beberapa teman yang memberi selamat atas pembukaan cafe hari. Mungkin semacam syukuran.

Tak ada Ibu dan Laras yang datang. Mereka bahkan belum aku beritahu, karena ini baru awal bukan akhir dari perjuanganku selama setahun belakangan ini. Yah usiaku memang baru 20 tahun, tapi aku sudah merancang ini sejak aku SMA. Ayahku sendiri hadir bukan sebagai anggota keluarga, yah kalau Ayah datang dengan embel-embel hubungan anak-Ayah tidak ada tantangan yang berarti. Yang ada justru aku hanya akan menjadi bayang-bayang Ayah, atau lebih buruknya mereka tidak mau mengakui keahlianku karena popularitas Ayah di dunia bisnis kuliner dan hotel ini.

Aku sampai lupa kalau hari ini Ann akan pulang ke Indonesia, setelah percakapan dengan Ayahnya Ann semalam.

Flasback

"Saya harap kamu bisa datang tepat waktu dan tak perlu mengganggu anakku" Tuan Pandya bicara dengan tegas dan menatap ke arahku seperti memperingati.

"Saya tau Om, saya tidak akan membawa lari anak gadismu yang cantik. Hanya pergi untuk makan malam saja." Jawabku sedikit mencairkan suasana, namun tatapan Om Pandya tetap datar.

"Saya tahu Adirata, kau ini anak dari Lia. Kau tidak bisa dekat dengan putriku. Apa kau tahu? Langsung saja pada intinya. Sejak dulu Ibumu terus mendekati keluargaku, kali ini Apa Lia juga yang menyuruhmu? Ku beritahu, Cinta dan ambisi bukanlah hal yang sama, cinta itu bukan hasil dari ambisi hati. Hatilah yang menjadi hasil ambisi denga cinta yang tulus." Matanya tak memandang ke arahku, dia bicara sambil memandang ke jendela dan beralih ke kopi. Disesap kopi itu, dan memandang ke arahku, aku tangkap pandangan itu yang menyiratkan ancaman.

"Apa maksud Om? Ibu saya tidak pernah memaksa saya dekat dengan Ann atau menjadikan Ann ambisiku. Lagi pula apa alasanku untuk harus berbuat demikian kepada Ann. Aku hanyalah pemuda yang sedang mabuk akan cinta. Mungkin Om pun memahami itu, jika itu masalah dengan Ibuku, silahkan saja Om tanyakan pada Ibu. Bahkan dia tidak tahu saat ini aku menyukai Ann. Akan saya buktikan kepada Tuan Hanas, saya tahu reputasi keluarga Hanas, jika yang menjadi permasalahan adalah saya hanya menjadikan Ann batu loncatan untuk mencapai kesuksesan restoran baru saya. Saya beritahu, bahkan saya tidak memberitahu pada siapapun di sini bahwa saya adalah anak dari Ayah saya. Pewaris tunggal keluarga Baswarain." Dengan tegas saya meyakinkan Om Pandya.

"Yah saya tahu itu. Saya hanya tidak ingin saat ini kau mendekati putriku. Pantaskan saja dulu dirimu dan sayapun akan memantaskan anak saya untuk orang-orang yang pantas mendapatkannya." Jawabnya kaku dan tegas.

Flasback end

Aku tahu, memang Om Pandya adalah orang yang sangat melindungi Ann, Tante Santi dan Oma Hara. Orang yang kaku, dingin, tegas dan kejam itu adalah orang yang hangat bila dengan keluarga. Beda dengan Ayah, dia orang yang supel dan senang bergaul dengan orang di berbagai kelas sosial.

Reputasi keluarga Baswarain juga tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Hanasta, keluarga ningrat yang dermawan dan menjunjung tinggi nilai budaya ini tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Baswarain. Keluarga dengan kelas menengah, dahulu ketika zaman kerajaan dan penjajahan Belanda. Nama belakang akan mencerminkan kelas sosial seseorang dan inilah, meski sekarang Indonesia sudah merdeka berpuluh tahun tapi darah ningrat yang masih dijaga membuat mereka begitu dikenal. Sementara keluarga Baswarain, dari dulu hanya ada pada kelas pengusaha rempah kelas menengah.

"Kenapa Adi? Apa kau mencemaskan acara malam ini?" Tanya Ayah membuyarkan lamunan panjangku.

"Ah bukan, hanya ada sedikit hal yang mengganggu pikiranku, Yah." Jawabku sambil mengusap rambut kasar, seakan bisa melampiaskan perasaan ini dan hilang begitu saja.

"Apa? Apa acara makan malam kemarin tidak berjalan lancar?" Tanya Ayah menilai "Atau Pandya mempersulit mu?" Aku langsung mantap menantap Ayah.

"Sudahku duga, hubunganmu dengan Ann akan sangat sulit. Bahkan ini belum seberapa, jadikan ini cambuk untuk meraih kesuksesan. Okeh!" Ayah merengkuh pundakku menariknya mendekat pada pundaknya menyakurkan kekuatan yang aku butuhkan.

"Aku tahu, usiaku dan Ann pun masih muda. Masih ada waktu untuk aku dan dia untuk meraih cita-cita dulu." Jawabku meyakinkan Ayah bahwa semua baik-baik saja.

"Yah baguslah kalau kamu mengerti. Hari ini mereka pulang bukan? Apa tidak berniat untuk mengantar? Masih ada waktu, aku dengan mereka berangkat pukul 3 sore." Ayah menatapku seperti bertanya 'bagaimana?'.

"Hmm.. tidak, aku sudah memikirkannya, aku takut melihatnya pergi justru akan membuat semuanya lebih berat." Mengusap lagi rambutku kedepan dan belakang. "Aku yakin, Ann setia menanti. Mata teduh dan hatinya yang tuluslah rumahku dari dulu dan selalu"

"Dasar anak muda, ayo kita bersiap untuk acara nanti malam"

Aku bersamamu karena aku percaya padamu. Percaya bukan tentang kekhawatiran tapi sebuah kelegaan hati, Ann.

~~~

I'll be Waiting for YouWhere stories live. Discover now