018

175 97 88
                                    


06.15 a.m

_xx444

| Rachella, ini aku.

You | siapa?

Addback

Bro♡ | typing..

You | ah, ma Bro-!

Bro♡ | hahaha, alright!

You | wow, I'm so reluctant of you, Lucas, by the way. Tysm for giving this :)

Bro♡ | Jangan begitu. Anggap saja ini hadiah ku padamu. Oh iya, jaringan internetnya sudah berjalan?

You | wow, kamu bahkan memberikanku data internet juga rupanya. Terima kasih banyak!

Bro♡ | Jangan terlalu banyak berterima kasih, Rachella.

You | lol, tidak apa-apa :)

Bro♡ | Berkat ilmu peretasku, aku bisa mengakses data gratis seumur hidup Rachella. Juga ponsel mu dan ponselku juga selalu terhubung.

You | wah, seriously? bukannya itu illegal?

Bro♡ | right!
Bro♡ | tidak Ra, aku sudah mendapat itu dari dulu dan itu resmi dari agensiku.

You | so cool-!

Bro♡ | Rachella, apa kamu menyukai case nya?

You | sukaaa-! Ah, tapi Cas kalau kita pergi membelinya bersama-sama, kita bisa membeli case yang mirip lho!

Bro♡ | ya, aku sudah memikirkan itu jauh-jauh hari. Dan beruntungnya casing yang kita gunakan, couple!

You | like siblings goals, hmm?

Bro♡ | it is more than that;)

════ ⋆★⋆ ════


Rachel terkejut ketika melihat seuntaian kalimat di hadapannya yang sangat menyesakkan dada. Bagaimana perasaannya tidak teriris, ketika saat ia melihat namanya berada paling bawah di antara jejeran peringkat kelas. Rachel menghela napas berat, kenapa seperti ini? Apa yang salah dengan ujiannya? Bukankah semuanya berjalan lancar? Bukankah sebenarnya jawaban yang Rachel jawab dalam ujian semuanya benar?

Tapi... tapi kenapa nama Rachel berada di deretan paling bawah? Apa sebenarnya yang salah?

Rachel mencoba mengingat-ingat jawaban nya saat ujian tulisan kemarin, Rachel menunduk pasrah. "Hiks..." Rachel berlari ke toilet, untuk membasuh wajahnya, barangkali bisa menghilangkan sisa bekas air matanya.

"Puk!" dada bidang itu tak sengaja Rachel tabrak. "Rachella?" Rachel menoleh pelan. "Velten..." Rachel memeluk ringan lengan Velten, berharap agar Velten bisa sedikit menjadi sandarannya. Velten mengelus pelan pucuk kepala Rachel, Velten tahu kalau Rachel sedang tak baik-baik saja. Dengan sigap ia dorong pelan bahu Rachel agar menepi segera masuk ke dalam kelas.

"Sudah... jangan menangis lagi..." lirih Velten, Rachel mengangguk dan mengusap kasar wajahnya. "Kenapa bisa jadi begini?" gumam Rachel.

"Sepertinya ada yang tidak beres," ucap Velten datar. Velten mengangkat pelan dagu Rachel, menangkup wajah cantik itu dengan kedua telapak tangannya. "Kita harus cari kebenarannya, Rachella. Aku tau nilai mu tidak seburuk itu. Aku yakin, pasti ada seseorang yang berusaha membuat peringkatmu jatuh," ucap Velten tanpa ragu.

Cuz You're My PhobiaWhere stories live. Discover now