PART 59 : MERAMPAS

Start from the beginning
                                    

"Haishh! Siapa juga yang mau nyalahin lo," ceplos Gendhis sebelum Okan membahas soal pekerjaannya lagi. "Kita lagi ngomongin itu, tuh, yang lo awasin sejak dua jam tadi."

Ketiga polisi yang mengelilingi meja Okan kini turut mengamati layar laptop lelaki itu. Tampak rekaman halaman sebuah kos-kosan yang tidak terlihat ramai karena para penghuninya sedang berada di kampus.

"Sampe dibela-belain pasang CCTV di sana." Gendhis berdecak. "Saddil bukan penjahat kriminal kelas kakap, Kan. Lo nggak perlu sampe segininya, lah."

"Ini bukan kos-kosan Saddil, tapi kosnya Callin," jawab Okan jujur.
Ia tak pernah menduga jika jawabannya yang terlampau jujur itu akan membuat teman-temannya syok.

"Woaaah, dia udah menjurus ke bucin, Mbak." Joko mengikut lengan Gendhis. "Tapi bucinnya beda, lebih protektif, nggak alay."

Gendhis mencibir. "Yang bucin alay itu, ya lo, Jok!" sembur wanita itu sembari tersenyum mengejek.

Meski dari segi umur wanita itu lebih tua setahun dibanding teman-temannya, tapi mereka ada di tahun yang sama saat resmi diangkat sebagai aparatur negara.

"Omo!" Gendhis tiba-tiba memekik kaget sendiri. Mana pakai bahasa Korea, orang-orang di sekelilingnya cuma bisa bengong.

"Jangan-jangan Okan juga pasang CCTV di kamar kosnya Callin...." goda wanita itu sembari merubah suaranya seperti lelaki mesum.

Srek

Okan bangkit dari kursinya dengan cepat dan kasar. Gendhis berserta dua polisi lainnya sampai langsung menjaga jarak. Mengira jika Okan marah mendengar ghibahannya yang dilakukan di depan si subjek perghibahan.

"Dia bukan marah sama kita, tapi liat aja, tu," Hilman mengedikkan dagunya ke layar laptop Okan. Ia menepuk-nepuk pundak lelaki itu. "Yaelah, dah. Callin cuma kesandung, tapi reaksi lo udah kayak liat orang mau melahirkan di jalan tol, Kan."

Diam-diam Okan membatin. Ia sebenarnya bingung dengan sikapnya akhir-akhir ini. Setelah menantang Callin dengan perjanjian itu, ia jadi takut sendiri.

Ya, ia takut Callin bisa melaluinya.
Ia takut jika perjanjian yang ia buat akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Sampai sekarang, ia bahkan belum yakin jika dirinya benar-benar menyayangi gadis itu, tanpa ada faktor lain yang membuat keduanya terikat.

"Okan!"

Suara panggilan itu terdengar bersamaan dengan kemunculan Pak Adrian bersama ajudannya.

"Siap, Komandan." Okan dan ketiga rekannya menegakkan tubuh dengan sikap siap.

"Kamu jadi tukar shift? Sebenernya saya mau ngajak kamu -"

"Maaf Pak, saya siap menggantikan Okan dan menemani Bapak untuk bertugas," Hilman memotong dengan sopan. "Dia soalnya ada urusan penting, Pak."

Gendhis berdehem sekali. "Saya juga bersedia menggantikan Okan kalau ada tugas mendadak, Pak."

"Saya ju -"

Joko baru saja membuka mulut sebelum Pak Adrian mengangkat sebelah tangannya. Meminta lelaki itu berhenti berbicara.

Pak Adrian mengangguk-angguk maklum. "Yasudah, saya mengerti."

Ketiga polisi yang berjejer di samping Okan sontak melebarkan senyuman. Ketiganya menatap Okan bersamaan dengan sorot yang seolah berkata, 'buruan, tunggu apalagi?' Tapi Okan yang tidak peka itu masih berdiam di tempatnya.

"Ssssttt." Hilman memberi kode lewat kerlingan mata.

"Eh, iya. Kalau gitu saya permisi, Pak." Okan mengemasi barang-barangnya kemudian pamit sebelum melenggang pergi dari kantornya.

STORY CALLIN(G) Sudah Tayang FTV seriesnya Where stories live. Discover now