2- terbang tinggi dan dijatuhkan

47 23 6
                                    

"Sssttt ... udah ya, jangan nangis terus. Coba nanti kamu omongin lagi sama orangtua kamu," ujar Yumika menenangkan remaja di dekapannya.

Keduanya kini saling berpelukan di kamar Tiara. Remaja itu telah menceritakan semuanya pada Yumika.

"Gak bisa Mi. Kamu taukan orangtuaku itu keukeh kalo udah hiks ambil keputusan. Mereka gak bisa lagi dibujuk hiks."

Yumika mengurai pelukannya, dia memegang bahu sahabatnya itu dengan erat. Seolah memberinya semangat lewat tindakannya itu. "Coba lagi, Tiya. Kalo emang mereka bener-bener gak bisa kamu bujuk lagi, kamu kabur aja langsung ke London."

Tiara membulatkan matanya mendengar saran terakhir sahabatnya itu. "Gak, gila kamu. Ayah sama Bunda bakalan kecewa dan marah besar sama aku, Mi ...."

Yumika menggeleng. "Gak Tiya, mereka mungkin bakalan kecewa besar sama kamu. Tapi seiring waktu juga nanti mereka sadar kalo kamu tuh gak bisa dikekang terus kaya gini. Mereka cuma butuh bukti Ya, buktiin kalo kamu bukan cewek lemah dan penakut. Buktiin kalo pikiran mereka salah dan kekhawatiran mereka ke kamu itu terlalu berlebihan."

Yumika menghela napasnya. "Kamu sadar gak? Secara gak langsung orangtua kamu tuh bisa yakin kamu akan kenapa-kenapa tanpa mereka karena sikap kamu itu yang selalu penurut dan gak berani ambil langkah kamu sendiri. Jadi mereka punya ketakutan besar buat jauh dari kamu, karena kamu itu cewek yang belum mandiri, lemah, penakut dan gak tau apa-apa tentang dunia luar. Itu yang ada di pikiran mereka, dan kamu harus buktiin kalo mereka salah besar," lanjutnya menjelaskan.

"Kamu harus berani, Ya! Berani mengambil langkah dan berani keluar dari kekangan orangtua kamu." Yumika menatap tegas ke manik basah Tiara yang balas menatapnya.

Tiara terdiam, memproses ulang ucapan Yumika tentang saran nekat itu. Yumika sudah pergi berjam-jam lalu, sedang dia masih tertahan dengan pikirannya. Bahkan dia pun merasa mandinya tadi seperti halusinasi karena tubuhnya bergerak tidak sinkron dengan pikirannya yang masih mencari solusi dari benang kusut permasalahannya. Dia akhirnya menghela napas entah untuk keberapa kalinya. Tiara masih meragu dengan saran Yumika untuknya.

"Kak?"

Tiara mengerjap titik fokus pikirannya mulai bercabang saat mendengar suara bundanya memanggil dari luar ruangan. Dia mulai bangkit dan membukakan pintu.

"Iya, Bun?" tanyanya saat melihat wajah teduh sang bunda.

"Sini ikut Bunda dulu, sebentar."

Remaja itu taat mengikuti bundanya yang ternyata mengajaknya ke ruang keluarga. Dan di sana matanya langsung bersitatap dengan manik tenang ayahnya.

"Duduk sini," panggil Ayu pada Tiara dan menepuk ruang kosong di sampingnya.

Tiara duduk dengan gugup, mengamati situasi yang sepertinya akan ada perundingan serius selanjutnya.

"Ada apa? Yah? Bun?"

Yandi mendeham sebelum membuka suara. "Ayah sama Bunda sudah buat keputusan," ujarnya dengan hati-hati.

Tiara mulai menggigiti bibir bawahnya menunggu kelanjutan ayahnya berbicara.

"Dan kami setuju," lirihnya dengan raut tak rela.

"Se-setuju gimana, Yah?" Remaja itu menjalin kedua tangannya dengan tatapan gelisah pada Yandi.

Yandi menatap anaknya itu dengan ekspresi rumit, sebelum akhirnya menghela napas. "Kakak serius mau kuliah di London?"

Tiara mengangguk dengan semangat. "Tiya serius Yah, itu impian Tiya dari dulu."

Ayu menatap anaknya dengan mata berkaca, siap menangis. "Kakak yakin gak masalah jauh dari Bunda sama Ayah dan Abang?"

Too young to marryजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें