Who Is C? (41)

74 15 8
                                    

Mata Jennie berkedip. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir kunang-kunang yang seperti berterbangan di depan pupilnya. Kepalanya masih berdenyut, sakit sekali, terutama di bagian belakang dekat tengkuk.

"Jennie!" Suara itu memanggilnya, tapi dengan separuh berbisik. Jennie menoleh ke sumber suara. Ia mendapati seorang gadis dengan rambut dikuncir kuda duduk di sampingnya. Pipi tirusnya nampak lebam. Matanya sedikit merah. Namun, ia memamerkan senyum lega begitu bertatap dengan Jennie. "Syukurlah lo udah sadar," gumamnya.

"Aku di mana? Kenapa aku diikat? Dan, Kak Gwen? Kamu ada di sini juga?" Jennie beruntun bertanya heran. Ia baru menyadari bahwa dirinya kini tengah berada di sebuah ruangan besar dengan cahaya remang-remang. Kedua tangannya terikat ke belakang.

Gadis di sebelah kanannya itu tertegun sesaat. Ia terkejut mendengar Jennie memanggilnya dengan nama itu. Tapi, kemudian ia menjawab, "Iya. Aku ada di sini. Dan teman-teman kamu juga." Ia menelengkan kepala, berusaha menunjuk empat gadis lain yang juga terikat. Bahasanya yang tadi menggunakan kata "gue" dan "lo" mendadak berubah jadi "aku" dan "kamu".

Jennie menolehkan kepalanya. Gwen (Claire) benar! Alexa, Lynda, Hannah, dan Valerie juga ada di ruangan tersebut dengan kondisi yang benar-benar kacau (meski tak sekacau Gwen). "Kalian berempat juga di sini?"

Valerie mengangguk. "Dari kemarin siang, Jen." Nada bicaranya masih terdengar serius, walau sedikit lesu.

Jennie mengamati sekitar, berusaha mengenali tempat tersebut. Namun, pencahayaan yang tak memadai membuatnya kesulitan. "Kita sebenernya ada di mana, sih? Kok, gelap banget?"

"Kita ada di gudang dekat terowongan, Jen," jawab Alexa.

"Terowongan? Maksudnya, yang ...."

"Iya. Terowongan yang itu." Gwen menyela pertanyaan Jennie.

"Gimana kita bisa ada di sini?"

"C yang ngebawa kita. Tapi, kami sendiri masih belum tahu siapa dia sebenernya," jelas Lynda.

"Oh, ya! Lo tadi manggil Claire pake nama Gwen? Bukannya itu nama ...."

BLAM!

Belum habis Hannah bertanya, suara pintu besi berdeham mengejutkan keenamnya. Cahaya yang lebih terang merebak, membuat bayangan si pembuka pintu memanjang, menerpa keenam gadis di dalam ruangan. Tapi, cahaya itu hanya masuk untuk sementara. Ketika pintu itu kembali ditutup, ruang tersebut kembali diterangi hanya oleh secercah cahaya remang-remang.

Siluet tubuh itu berjalan dalam gelap. Badannya agak condong ke depan. Semakin dekat ia dengan tawanannya, semakin mereka bisa melihat bahwa tangan keji itu tengah menyeret sebuah tubuh lain di lantai besi.

BRAK!

"Aaargh ...." Lelaki itu meringis saat tubuh ringkihnya dilempar oleh C.

"Singa? Itu kamu?" tanya Alexa. Nada suaranya berpadu heran, lega, sekaligus cemas.

Lelaki yang tersungkur di depan kaki enam gadis tersebut terbatuk-batuk hebat. Ia mengangkat kepalanya.

"Singa!?" Alexa berseru. Spontan, ia berusaha berdiri, seolah lupa pada tangannya yang terikat ke belakang kursi. Bangkunya menghentak kasar, nyaris terjatuh, sementara ia sendiri mulai menangis meneriakkan nama Singa.

"Percuma, Alexa!" Sosok hitam itu berseru. Teriakannya menggelegar dalam ruangan tersebut. Ia berjongkok di samping Singa lantas mencengkeram dagunya. "Lo nggak bakal pernah bisa nyelametin pangeran lo yang tersayang ini."

Buk!

Krak!

"Singa!"

C tertawa puas. Sembari menendang tubuh Singa, ia kembali bangkit berdiri, lalu melangkah mendekati keenam tawanannya yang lain. "Oh ... Si Kecil Jennie udah sadar ternyata? Gimana? Tidur lo nyenyak?"

Hi, C! [Completed]Where stories live. Discover now