(Ini penampakan 4 cowok bobrok kalo lagi ghibah.
Yang pose kayak mau berak itu, jelas si Supri)

"Gue nggak bawa motor, Cuy. Tadi, sih, bareng sama si anak sultan." Saat Callin menyebut Junior dengan panggilan 'Si Anak Sultan' , keempat siswa di depannya terkikik. "Tapi nggak tahu, deh, sekarang dia ke mana. Dari tadi mukanya sedih gitu kek bad mood."

Nando mencibir. "Hee, bukannya tiap hari dia emang bad mood, ya?"

"Hush!" Bagus memberi peringatan. Ia yang sejak awal menjadi Tim JuniCall, tak terima jika ada yang menjelek-jelekkan kapel favoritnya.

"Mau bareng kita, Kak?" tawar Bagas.

Tanpa sadar di tempat persembunyiannya, Okan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berharap bisa mengendalikan pikiran Callin untuk menolak tawaran itu.

"Emang ada yang nganggur boncengannya?" tanya Callin ragu. "Biasanya kalo genap gini, kan, bawa motornya udah pas gitu. Boncengan dua-dua."

Supriyadi menyahut. "Santuy, Kak. Gue sama Nando bawa motor sendiri-sendiri, kok. Jadi terserah mau bonceng siapa."

"Asal jangan bonceng Bagus atau Bagas, ya Kak. Mereka tuh kayak sendal swallow, ke mana-mana selalu berdua," timpal Supriyadi.

"TUH, KAN!" Callin memekik heboh begitu mendengar ucapan lelaki itu.

Ia mengacung-acungkan telunjuknya penuh semangat. "Dua orang yang ke mana-mana sering bareng, lengket, nggak terpisahkan, dan saling bergantung satu sama lain, biasanya diperumpamakan kayak sendal swallow, kan?"

Bagas dan ketiga temannya mengangguk-angguk walau sedikit bingung.

"Masa tadi, ya, ada yang nggak terima trus bilang gini, 'kita ini manusia, bukan sendal'. Padahal kan cuma perumpaan doang, ya?" tanya Callin, mencari bala-bala dan pasukan untuk bersekutu dengannya.

Nando berdecak. "Wah, tuh orang humornya nggak selevel sama kita, Kak."

"Beda server, Cuy. Hidupnya kurang piknik, pasti." Bagas menimpali lalu mengajak teman-temannya menuruni tangga bersama.

Di tempatnya semula, Okan terlihat kesal. Ini kali pertama ia merasa terganggu dengan omongan miring orang lain tentang dirinya.

Biasanya, kalau pun menjadi pusat ghibahan teman-teman kantornya karena sifatnya yang kaku, Okan tidak pernah ambil pusing.

Tapi kenapa mendengar Callin bersama bocah-bocah SMA itu membicarakannya, lelaki itu kesal sendiri?

"Kurang piknik?" gumam Okan, mengulang kalimat yang terakhir kali di dengarnya. "Mereka asal ngomong, tanpa tahu kalau hampir setiap pulang kerja saya ke pantai."

Setelah situasi di sekitarnya terasa hening dan tidak ada pertanda bocah-bocah SMA itu akan kembali lagi, Okan berderap cepat menuruni anak tangga. Ia menyimpan ponsel Callin ke saku celananya. Mendadak ia urung untuk berbicara dengan gadis itu, atau bahkan mengajaknya pulang bersama.

***

Di halaman kosnya, Callin termenung cukup lama. Bagus dan kawan-kawannya langsung pulang usai mengantarnya sampai kos. Namun setelah keempatnya pergi, Callin masih tertahan di halaman kosnya.

"Lo kenapa nggak masuk-masuk, Lin?" Jihan yang sedang menjemur pakaian di teras samping, menyapa gadis itu saat ingin membuang bekas air di dalam ember.

"Astaga, Ji, ngagetin aja, lo! Callin memegangi dadanya. "Lo kebiasan banget, sih, jemur pakaian malem-malem?"

Jihan nyengir. "Kalo siang udah disabotase sama itu tuh, Mbak Lala. Gue sampe bingung dia sehari ganti baju berapa kali. Cuciannya nggak abis-abis, woy."

STORY CALLIN(G) Sudah Tayang FTV seriesnya Where stories live. Discover now