Chapter. X

45 6 0
                                    

Catatan: Fanfiksi ini terinspirasi dari film Crimson Peak (2015). I'd suggest you to watch it!

Tokoh-tokoh yang aku gunakan adalah Erik Lehnsherr/Magneto, Charles Xavier/Professor X dan Raven Darkholme/Mystique dari franchise X-Men trilogy prekuel-nya Fox. Iya tau. Saya lambat banget.

I hope you enjoy this story!

--------

Udara musim dingin hampir tidak pernah mengganggu bagi Emma Frost. Bahkan jika bisa dibilang, musim dingin adalah musim kesukaan Emma. Dia menyukai malam yang lebih panjang daripada siang, menyukai keheningan yang disebabkannya, menyukai gaun kain wol dan jubah bulu putih dari kulit beruang kutubnya. Bagi Emma musim dingin di New York, Amerika, masih belum ada apa-apanya dibandingkan dengan musim dingin yang dilaluinya di bagian utara Eropa, sehingga pagi-pagi ketika langit masih gelap dan kebanyakan orang masih terlelap, Emma sudah memasang jubahnya dan memutuskan untuk berjalan-jalan pagi.

Sekembalinya dia ke Amerika, Emma sudah memutuskan untuk menyelesaikan tesis psikologinya, dan sepertinya proses itu berjalan cukup lancar. Meskipun dia sudah belajar psikologi, sebenarnya Emma tidak pernah punya niat untuk menjadi dokter, itu pun kalau wanita sepertinya diperbolehkan. Sejauh-jauhnya Emma berpetualang, dia belum pernah melihat wanita yang berhasil menjadi dokter. Karena pada dasarnya Emma adalah wanita yang sinis, dia jarang bertindak sejauh daripada apa yang dia sudah ketahui atau alami. Motivasinya untuk menguasai ilmu psikologi hanya agar dia dapat memainkan trik psikologis ketika dia sudah mengambil alih industri permata milik keluarganya.

Jalanan yang dilalui Emma sudah menjadi familiar baginya. Di ujung jalan itu, adalah toko milik nyonya Lehnsherr yang sudah selama beberapa bulan terakhir ini memang semakin mengurangi intensitas kegiatannya. Emma memicingkan mata ketika melihat palang kayu yang terpasang di depan toko itu, dan melihat seorang pria tinggi yang dikenali Emma sebagai Hank McCoy, pengacara keluarga Lehnsherr. Sepatu botnya menghentak nyaring di atas jalanan beraspal saat dia berlari sebelum kehilangan Hank.

Emma memanggil pria tinggi itu. Hank McCoy terlihat jauh lebih muda daripada sesama kolega pengacaranya yang lain, dikarenakan wajah tampan dan mata birunya yang besar. Tidak seperti pengacara kebanyakan pun, Hank adalah pribadi yang pendiam, dan kalau bukan karena tubuhnya yang begitu tinggi, tidak banyak orang yang akan memperhatikannya. Tapi karena ketelitian dan kepandaiannya, Hank merupakan salah satu pengacara yang paling dihormati di New York, dan salah satu dari sedikit orang yang dipercaya oleh Erik Lehnsherr.

"Hank!" panggil Emma. Hank membalikkan tubuhnya, melihat Emma Frost yang berlari mendekatinya.

"Nona Frost," kata Hank. "Selamat pagi. Apa kau tidak kedinginan berjalan-jalan sepagi ini?"

"Tidak. Aku suka kedinginan. Selamat pagi, Hank," kata Emma. Dia melihat palang kayu berbentuk X di depan pintu toko pakaian nyonya Lehnsherr, dan juga papan bertuliskan 'ditutup' terpasak di tanah. "Hank, kau sudah mendapat kabar dari Erik?"

Emma memang selalu bertanya-tanya bagaimana kabar mengenai Erik setelah temannya itu menikahi Raven Xavier pada akhir musim panas, hanya seminggu setelah kematian nyonya Lehnsherr. Upacara pernikahan itu hanya sebuah upacara pernikahan sederhana dan tertutup yang dihadiri oleh kerabat dan teman terdekat saja. Setelah menikah, Erik dan istri barunya serta adik iparnya langsung bertolak ke Inggris, Emma kira berbulan madu. Sejak itu pula Emma tidak pernah menerima sepucuk pun surat, padahal selama Emma berjalan-jalan di Eropa, dia cukup rajin menyurati Erik, paling tidak mengirim kartu pos. Tadinya Emma berharap Erik akan melakukan hal yang sama.

"Ah, iya. Kemarin aku mendapatkan surat dari tuan Lehnsherr untuk menutup toko ini. Dia juga ingin semua aset dicairkan dan uangnya di transfer ke Royal Bank of Carlisle atas nama akun milik istri tuan Lehnsherr, Nyonya Raven Xavier. Aku rasa dia akan tinggal secara permanen di Inggris," kata Hank. "Aku dengar dia juga sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya."

Crimson PeakWhere stories live. Discover now