Ya trus gua kudu diem aja kalo diinjek-injek gini?! Kirana merengut sebal dalam hati.

"Kamu sudah mencoreng nama baik sekolah. Bahkan adik kelasmu tidak bisa merasakan magang di perusahaan multinasional seperti itu hanya karena kamu tawuran!" Pak Arian tampak dengan rahang mengeras.

"Laporan Prakerin kamu ditahan, bahkan mendapat nilai C! Apa kamu tidak memikirkan akibat itu, Kirana?" Pak Arian kembali memberinya tatapan menusuk.

Kirana menggeleng pelan meski menunduk, "Saya minta maaf sebesar-besarnya, Pak."

"Delapanpuluh persen, keputusan guru meminta kamu dikeluarkan dari sekolah ini."

Hancur sudah dunianya.

***
DUA sidang dalam sehari membuat Kirana tergugu di markas GN sendiri. Kalion hampir seminggu ini tak terlihat. Bahkan tak memberinya kabar sedikit pun. Sedangkan Keandra, cowok itu tak bertukar suara sekalipun tadi sempat bersua di kantor.

Kenapa hidupnya setidakberharga ini?

Kenapa tak ada sedikitpun orang yang berbaik hati meminjamkannya bahu? Bahkan Ratu tidak mengajaknya bertukar kabar lagi.

"Loh, Ran?! Lu kenapa?!" Valena tergopoh-gopoh menghampirinya.

Kirana cepat-cepat menghapus air matanya. Menyunggingkan senyum semanis mungkin agar tak terlihat begitu menyedihkan.

"Yang lain mana, Len? Gua perlu ngomong penting sama kalian semua." Kirana mencoba mengalihkan pembicaraan.

Valena mendudukkan diri di samping Kirana, "Si Ocy masih di jalan, nggak tau kalo Ratu. Dihubungi nggak diangkat."

Obrolan mereka terpotong begitu Ocy dan keempat orang lainnya berkumpul di sana. Ada Freya yang langsung menghambur ke pelukan Kirana. Mereka sesayang ini dengan keberadaannya.

"Sebenernya gua mau nyampaiin kabar baik buat kalian semua. GN resmi dibubarin, kita bakal fokus jadi komunitas balap resmi, dan Kak Sean akan jadi coach kita lagi."

Ucapan Kirana membawa tepukan riuh sekalipun mereka kurang dari sepuluh orang. Tak apa, mungkin ini jalan yang paling baik setelah geng mereka tidak begitu sehat.

"Jaket GN bisa kalian jadiin kenang-kenangan, ya. Disimpen aja." Valena menyumbang suara.

Mengakhiri pertemuannya, mereka saling berpelukan sebelum beranjak dari markas yang berantakan itu. Kirana mengamati laju temannya satu per satu. Pelupuk matanya memanas. Bahkan kali ini ia menunduk untuk menatap buku jemarinya.

Ia kehilangan apa yang sudah ia bangun.

Sudah tak ada alasan baginya untuk tetap hidup. Apa lagi yang harus ia pertahankan?

Kirana membalikkan badan untuk memasuki markasnya lagi. Seingatnya, ada pisau yang tersimpan di dapur markas. Mungkin, benda itu satu-satunya yang bisa membuatnya mengakhiri hidup.

"Satu-satunya orang yang gua harapin buat jadi alasan hidup justru ninggalin gua. Jadi, buat apa gua tetep di sini? Nyampah?" Kirana mengusap wajahnya dengan kasar.

Menemukan pisau yang dicarinya, Kirana meletakkan lengannya di bawah tajamnya pisau. Ia ragu, tapi buru-buru menepis perasaan itu.

Iya kalo gua gorok trus mati, lah kalo cuma koma trus tersiksa doang? Malah tambah nyampah. Kirana meletakkan pisaunya.

"Jangan pernah berpikiran buat mati, Kirana. Apalagi buat ninggalin gua."

Suara itu. Suara cowok yang biasa berbagi pillow talk dengannya. Entah, apakah ucapan itu masih berlaku atau tidak.

AKUNTAN(geng)SI [COMPLETED]Where stories live. Discover now