"Sini, biar gue ajak yang mengembalikan mobil Shasha. Tapi, lo ikutin gue dari belakang, yee." Nafisah mengambil kunci mobil dari tangan Rachel.
"Lo aneh tau, Sah. Kenapa lo suruh Rachel buat mengikuti lo?" Afifah menggaruk tengkuk. Kebingungan.
Untung Nafisah belum mendengarkan apa yang di ucapkan Afifah, kalau sampai. Nafisah bisa murka, karena kesal. Sabrina membisikkan sesuatu pada telinga Afifah.
"Nanti gimana caranya, Nafisah pulang, Fah? Udah deh, mending lo ikuti aja, gak usah banyak tanya. Oke!" Sabrina mengedipkan sebelah mata, seraya tersenyum. Afifah mengangguk mengerti.
"Tadi lo bilang apa, Fah?" Tanya Nafisah.
Afifah menggeleng, "Gak bilang apa-apa, tuh." Mengedikkan bahu.
Nafisah menatap Afifah. Perasaan tadi dia menyebut nama gue, deh? Tau, ah. "Yaudah, yuk kita pulang."
Mereka berempat meninggalkan ruangan kelas.
***
"Permisi."
Ia hanya melihat dua lelaki sedang berdebat. Matanya tidak bisa melihat wajah kedua orang itu, karena satunya menghadap belakang, dan satunya tertutup punggung orang pertama itu. Ucapannya juga tidak di dengarkan.
Mereka asyik berdebat apaan sih, gue mau kerja nih!? Ia sudah sangat tidak sabar.
"Permisi?!" Ucapnya sekali lagi, kali ini ia sedikit menaikkan volume suara.
Eh, suara ini? Ray langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia kaget melihat, apa yang matanya lihat. Bibir Ray jadi bergetar, hendak mengucap nama gadis yang kini sedang berdiri dengan tegap. Dia baik-baik saja?!
"A-abel?!" Suara Ray terdengar ragu mengucapkan nama yang sudah sangat lama itu.
Mimik muka wanita itu juga kaget.
"Rayhan!?" Ia juga tidak menyangka akan bertemu lagi. Suaranya juga ikutan ragu, ia takut akan salah orang.
Ray tersenyum bahagia seketika rasa gundah di hatinya hilang sudah. Sedangkan Fiko, menepuk jidat. Di dalam hati terdalam, Fiko sangat tidak ingin mereka berdua di pertemukan kembali. Sebenarnya Fiko enjoy aja, seandainya Ray belum menikah.
Fiko berdeham pelan, menyadari Ray yang terbawa suasana masa lalu, hingga membiarkan seorang calon pegawai berdiri dengan canggung.
Ray kembali duduk dengan tenang, dan menyuruh Abel untuk duduk juga, di kursi yang sudah di sediakan. Fiko berdiri tepat di samping Ray.
"Permisi, ya." Ujar Abel seraya hendak duduk, menyulam senyuman ramah.
"Ngapain lo di sini, Bel?" Tanya Ray sedikit canggung. Fiko memutar bola mata, tidak suka dengan rasa gugup Ray akan perasaan hatinya, yang seharusnya T-I-D-A-K boleh ada. Karena Ray sudah memiliki Shasha!
"Gue mau melamar kerja di sini, lo sendiri?" Jawab Abel, suaranya sangat merdu terdengar di telinga Ray.
"Gue pemilik perusahaan ini."
Mengetahui Ray, temannya seorang Boss di perusahaan yang sangat dia kagumi. Abel langsung membungkuk hormat. "Sorry gue gak tau, ternyata lo Boss gue." Ujar Abel percaya diri, seakan tau ia bakalan di terima kerja di sini.
"Emang lo bakalan di terima, pede banget ya?" Ujar Fiko, sinis.
"Fik." Tegor Ray.
"Loh, lo kan Fiko, benar gak gue?" Tanya Abel yang baru menyadari keberadaan sekretaris Ray itu, Fiko hanya sekadar mengangguk.
"Ternyata teman-teman gue hebat-hebat ye....." Abel tersenyum.
Senyum lo tetap cantik, Bel. Gak pernah berubah. Hati Ray mengagumi paras Abel.
"Tapi, lo benar baik-baik aja kan, Bel? Terus...." Abel memotong kelanjutan ucapan Ray.
"Tolong jangan ingatkan gue dengan kejadian itu, ya! Gue ingin melupakannya." Mohon Abel. Wajahnya muram, sedetik kemudian Abel kembali tersenyum.
Seketika Ray merasa bersalah, ia sudah mengingatkan pada masa lalu buruk wanita ini, kejadian itu memang sangat menyakitkan. Juga dengan dirinya.
Abel tampak berfikir, " Sepertinya kalian kurang satu, deh. Siapa ya? Gue lupa."
"Anin, maksud lo?" Tebak Ray. langsung dapat persetujuan dari Abel. "Iya, itu dia. Anin, ke mana dia?"
"Ada apa?" Tanya Abel, melihat ekspresi murung dari kedua temannya. Apa yang salah?
"Anin koma, Bel." Ray memberi penjelasan, seketika giliran Abel yang merasa bersalah.
"Sorry, gue gak tau. Emang sejak kapan?" Jujur aja, Abel sedikit merasa iri pada Anin, karena dia dikelilingi dua cowok tampan yang memiliki otak genius.
"Sudah lama, semenjak Anin menjadi bahan KDRT suaminya." Ucap Ray, pilu.
"Anin sudah bersuami?!" Terkejut Abel.
"Iya, lo banyak tanya juga ya!" Nada kata Fiko menampakkan ketidak sukaan. Tapi, Abel hanya menanggapi itu sebuah canda. Tersenyum, hingga kedua mata Abel menyipit.
"Ya, ya, gue gak banyak tanya lagi, deh. Gimana nih, sama surat lamaran gue?" Abel menyodorkan beberapa berkas berisi pengalaman kerjanya pada Ray.
Ray mengambilnya, dan tanpa ba-bi-bu, Ray langsung menerima Abel bekerja di perusahaan-nya. "Lo jadi bagian pemasaran, ya. Besok langsung kerja, dan jangan terlambat!" Perintah Ray.
"Tapi....kan, gue belum mengikuti tes apa pun?" Bingung Abel, merasa tidak enak hati dengan calon lainnya yang harus berusaha keras untuk masuk ke perusahaan bergengsi ini.
Ray menggeleng. "Tidak perlu, gue sudah tau kemampuan lo, selama kerja di sini lo harus lebih meningkatkan-nya lagi. Oke!" Seraya membolak balik CV milik Abel, melihatnya dengan teliti. Dari sini selebar kertas saja, Ray sudah tau kemampuan Abel sangat bagus.
Abel mengangguk hormat, "Siap Boss." Menghormati Ray, seraya tersenyum.
Sok cantik! Kesal Fiko, ia tidak terlalu suka dengan keputusan Ray, apalagi sekarang hati Ray mudah kepincut lagi. Kapan ya, Ray dan istri kecilnya itu baik kan? Menghela nafas, kisah cintanya aja belum ketemu entah di mana. Sekarang, demi sebuah persahabatan Fiko harus berusaha menyadarkan akan kesalahan Ray. Ia harus membantu kisah sahabatnya lebih dulu, dan Fiko ikhlas melakukannya.
Dari pada entar di akhirat gue di minta pertanggung jawaban, "Kenapa kamu tidak mengingatkan saudaramu, wahai manusia?!" Gue mau jawab apa? Pikir Fiko sangat kejauhan. Terkadang orang pintar, juga memiliki pola pikiran yang tidak masuk akal. Hehehehehe.
JANGAN LUPA DONG, VOTE NYA. YESSSSSSSSSSSSSSSSSS!
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA {{Dalam tahap RENOVASI}} ^.^
RomansaAku percaya Tuhan Maha adil, begitu pula dengan perasaan ini. Aku selalu memikirkan nya! Dan, kini aku mulai mencintainya!!! Tak pernah terlintas dalam benak ku, kejadian malam itu mengubah dunia ku. Meruntuhkan gunung es...
CHAPTER XI
Mulai dari awal
