Enam

15 0 0
                                    

Operasi telah berlangsung selama satu jam, sampai saat ini operasi masih berjalan dengan baik. Namun artinya, operasi akan berjalan sekitar dua jam lagi. Operasi bedah syaraf merupakan proses operasi yang tidak pernah sebentar dalam pekerjaannya. Mengingat bagian yang di operasi adalah salah satu bagian paling vital dalam kehidupan manusia, otak. Ketelitian tingkat tinggi sangat dibutuhkan dalam mengerjakan operasi tersebut.

Reina sudah tidak dapat berdiri tegak dengan baik. Secara bergantian tubuhnya condong ke salah satu bagian tubuhnya. Kadang ke kanan kadang ke kiri, bergantung dengan salah satu lutut yang menopangnya.

Ruangan operasi yang sangat dingin juga membuat Reina tidak dapat berdiri tegak ditempatnya dengan tenang, tak jarang ia bergerak gerak menghangatkan tubuh. Gerakannya seringkali menjadi suara yang memecah keheningan yang menjadi suara tambahan selain suara monitor dan alat operasi.

"hhm dua jam lagi" gumam Reina sambil menatap jam digital yang berada di sudut atas kanan ruangan.

***

"Sudah boleh dikurangi biusnya.." pinta konsulen bedah syaraf kepada pak Dodik.

Hal tersebut menandakan operasi tersebut akan segera selesai.

"Tolong nanti koas bedah dan koas anestesi, mengantar pasien ke ICU ya," Pesannya lagi.

"Baik dokter" Jawab Dimas dan Reina serempak

"Mantap, kompak" sahut pak Dodik

Dimas melirik kearah Reina yang ternyata melirik dirinya juga. Tatapan mereka beradu, Dimas memandang lama mata Reina tanpa berkedip. Hingga akhirnya Reina yang memalingkan pandangannya terlebih dahulu.

Perban di kepala sudah ditutup, alat bantu napas, kini disambungkan kedalam tabung oksigen dan ambu bag. Reina bertugas memompa ambu sesuai irama hitungan, sementara Dimas memperhatikan monitor kecil tanda vital yang terpasang dikaki pasien. Pak Dodik ikut menemani mereka mengantarkan pasien pindah ke ICU untuk perawatan.

Setelah pasien di pindahkan di ruang ICU mereka harus kembali ke ruang operasi untuk mengembalikan peralatan serta mengganti baju.

***

Didalam ruang ganti, Diandra sedang rebahan sambil menunggu Reina yang belum kunjung kelar dari operasinya. Tangannya asik memainkan Handphone mengutak-ngatik daftar lagu yang sedang didengarnya.

Dap, Dap, Dap

Suara derap langkah mulai terdengar, membuat Diandra terbangun dari posisinya. Ia melihat Reina melangkah dengan sangat pelan dan lambat, dan wajah yang menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong, seperti sedang ada yang difikirkannya.

Sebagai sahabatnya,perubahan wajah Reina tentunya menjadi hal paling menarik untuk ditanyakan.

"Kenapa Rein?"

"Dimas,"

"Maksudnya?"

Reina tidak menjawab pertanyaan Diandra, ia sibuk mengganti baju dan merapihkan barang barangnya. Diandra yang sudah siap lebih dahulu langsung mengikuti langkah Reina , keluar dari ruang ganti.

Reina membuka pintu terlebih dahulu, kemudian terdengar suara pintu terbuka di seberang ruangan.

Laki laki di seberang yang membuka pintu bersamaan dengan Reina, membuatnya menatap Reina. Kali ini tidak hanya menatap, tapi juga mengulas sebuah senyuman. Senyuman yang indah . Senyum yang dahulu selalu Reina tunggu.

Namun Reina tidak bergeming menatap Dimas, ia berdiri tegap tepat didepan pintu menghalangi langkah Diandra selanjutnya. membuat Diandra ikut terdiam dibelakangnya beberapa saat. Karena tidak kunjung bergerak, Diandra berinisiatif mendorongnya. Hingga akhirnya Diandra muncul dari belakang Reina.

"Oh jadi ini yang lo maksud!" Diandra reflex berkomentar saat melihat Dimas di depannya.

Reina segera menutup mulut Diandra. Baginya, Diandra merusak image-nya dihadapan Dimas, yang sejak tadi sedang melancarkan aksi dingin kepada Dimas.

Seperti biasa, Dimas yang memang sejak dulu acuh tak acuh, tidak memperdulikan Diandra. Ia langsung pergi meninggalkan Reina dan Diandra yang mulutnya masih ditutup oleh Reina dan sedang berusaha melepas tangan Reina dari mulutnya.

SEBUAH KESEMPATANWhere stories live. Discover now