Dua Puluh Sembilan

151 10 0
                                    

Sepulangnya dari mengurus berkas-berkas di sekolah, pikiran Allura masih terus memikirkan mengenai email masuk yang seolah menerornya. Mulai dari pengirim yang tidak diketahui dan isi pesan yang juga penuh tanda tanya membuat Allura sebetulnya sangat penasaran dengan pelaku dari pengiriman email itu. Gadis itu sudah berusaha menanyai sang pengirim melalui balasan emailnya, hanya saja ia belum mendapatkan balasan sampai saat ini.

Allura mendudukkan dirinya di depan cermin meja riasnya. Ia barusaja selesai membersihkan tubuhnya dan kini berniat untuk mengeringkan rambutnya. Tangannya memang bergerak untuk mengambil sebuah hairdryer miliknya di laci paling atas, tetapi tatapannya kosong karena pikirannya yang entah kemana.

Selesai dengan urusan rambutnya, kini Allura beralih menuju salah satu sofa yang ada di dekat pintu balkonnya. Ia menumpukan tangannya di kedua pahanya dan menutup wajahnya menggunakan telapak tangan. Sesekali ia memberikan pijatan kecil di kedua pelipisnya. Entahlah, rasanya pusing sekali hanya karena memikirkan email tak jelas itu. Allura menggigit ujung kukunya, pikirannya terus berkecamuk dengan orang-orang yang mungkin menjadi pelaku dibalik semuanya.

"Sebenernya siapa pengirim email itu dan apa maksud kata-katanya?" Allura bermonolog pada dirinya sendiri. Tatapannya lurus ke depan, membayangkan segala kemungkinan buruk yang mungkin saja akan menimpanya.

Hanya berdiam diri tanpa melakukan tindakan rasanya tidak akan memuaskan rasa penasarannya bagi Allura. Gadis itu berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju meja belajarnya. Ia membuka laptopnya dan masuk ke dalam akun emailnya. Untuk kedua kalinya, ia mencoba mengirimkan email kepada orang tersebut dan memastikan bahwa orang tersebut tidak salah mengirim email.

Tak kunjung mendapat balasan dari sang peneror, Allura memutuskan untuk memainkan ponselnya seraya berbaring diatas tempat tidurnya. Ia membuka beberapa sosial medianya dan juga ia sempat bercerita sedikit mengenai teror kecil itu kepada Katya melalui telefon. Sahabatnya itu tentu terkejut dan yah sudah pasti bereaksi lebih. Bahkan Katya sempat menawarkan dirinya untuk ikut mencari tahu tentang pelaku tersebut. Namun Allura tentu saja melarangnya.

Butuh sekitar setengah jam untuk Allura mendapatkan balasan dari sang peneror. Hanya saja, ia tidak mendapatkan balasan itu melalui email, melainkan melalui pesan singkat dengan nomor yang tidak dikenal. Buru-buru saja Allura membuka isi pesan yang dikirimkan kepadanya.

0815xxxxxxxx : Gedung tua deket taman kota malem ini jam 7 kalau lo mau tau kebenarannya.

Mendapat kesempatan untuk mengetahui kebenarannya membuat Allura sangat lega dan bersyukur. Hanya saja, ia benar-benar tidak bisa menemui orang itu malam ini. Ia memiliki sebuah jadwal untuk mengikuti pendaftaran perguruan tinggi pada pukul delapan nanti. Dan Allura tidak mungkin bisa pergi dalam waktu satu jam.

Allura : Sebelumnya terimakasih karena mau memberitahu kebenarannya. Tapi maaf, apa kita bisa atur ulang pertemuannya? Karena kalau malam ini saya benar-benar tidak bisa.

Allura menggigit bibir bawahnya dengan perasaan cemas. Ia terus merapalkan doa agar orang tersebut mau mengatur ulang jadwal pertemuan keduanya. Allura menautkan kedua telapak tangannya, menunggu balasan dari orang tersebut.

0815xxxxxxxx : Lusa, gedung tua deket taman kota jam 7 malam. Final.

Membaca balasan yang dikirimkan oleh sang peneror membuat Allura menghembuskan nafasnya sedikit lega. Setidaknya harapan untuknya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi masih ada. Dengan cepat gadis itu mengetikkan balasan berupa ucapan terimakasih dan beralih mematikan ponselnya. Gadis itu kembali berbaring di atas tempat tidurnya. Pikirannya sedikit tenang saat ini.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang