Sepuluh

202 10 0
                                    

Suasana kelas yang ramai membuat Allura merasa risi dan tidak nyaman berada di dalam ruang kelasnya hingga jam pelajaran keempat selesai. Gadis itu meraih ponselnya dari atas meja lalu berjalan keluar kelasnya. Ia memilih untuk duduk di bangku panjang yang ada di depan tiap kelas. Gadis itu menyumpal kupingnya menggunakan earphone. Kakinya bergerak-gerak kecil mengikuti alunan musik yang didengarnya.

Entah apa yang sedang dirasakannya, gadis itu merasa kehilangan sosok Arjune dalam hari-harinya. Tiba-tiba saja gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh koridor lantai tiga untuk mencari sosok Arjune disana—meski ia tahu Arjune tidak akan ada disana. Merasa semakin penasaran akan keberadaan laki-laki itu, Allura bangkit dari tempatnya lalu berjalan melewati jajaran ruang kelas dua belas hanya sekedar melihat keberadaan Arjune di kelasnya atau papan absen kelas laki-laki itu.

Ternyata benar, Arjune tidak pergi ke sekolah hari ini. Namanya tertulis dengan jelas di papan absen ruang kelasnya tanpa keterangan. Kening Allura mengernyit bingung. Apa yang terjadi dengan laki-laki itu hingga tidak masuk sekolah tanpa keterangan?. Meskipun ketidakhadiran Arjune tanpa keterangan dianggap biasa oleh orang lain karena kepribadian laki-laki itu yang memang kurang tertib, menurut Allura justru itu semua aneh.

“Al, gue cari lo kemana-mana ternyata disini. Ngapain?” tanya Katya yang mendapati Allura tengah mematung tepat di depan lift.

Sontak Allura membuyarkan lamunan beserta segala pikirannya mengenai Arjune. Gadis itu menatap ke arah Katya yang tengah menatapnya dengan wajah yang bingung. “Gue habis liat papan absen kelas Arjune, Kat. Dia nggak masuk hari ini tanpa keterangan. Pantes aja nggak keliatan dari pagi,” ucapnya dengan nada bicara yang sulit diartikan.

“Arjune lagi? Al, lo sebenernya mau lupain dia atau nggak, sih?”

“Gue mau lupain dia, tapi nggak semudah itu, Kat. Lagipula gue juga udah coba untuk nggak mikirin dia selama beberapa minggu kemarin ‘kan?”

“Sekarang gue tanya, lo cariin dia sampe rela-rela liat papan absen kelasnya. Dia pernah nggak lakuin ini sama lo?” tanya Katya dengan sarkasnya yang berhasil membuat Allura tertohok akan ucapannya.

Tak langsung membalas perkataan Katya, gadis itu justru kembali melangkahkan kakinya mendahului Katya yang mengekor dibelakangnya. “Ayolah, Al. Cuma Arjune lo pasti bisa lupain dia. Lo nggak inget sama apa yang udah dia omongin di taman malem itu? Dia mau lo jauh-jauh dari dia, Allura.” ucap Katya dengan geramnya.

Seketika Allura menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Katya. “Kat, gue tau dan gue inget. Tapi lo tau sendiri gimana perasaan gue. Gue bisa mikirin Arjune tiba-tiba, tapi gue juga bisa nggak peduli sama dia tiba-tiba. Lo nggak tau kalo gue sendiri bahkan ragu sama perasaan gue sekarang. Gue nggak tau apa gue masih suka sama dia atau nggak.

“Kenapa gue ngomong gitu? Karena setiap hal yang gue denger tentang dia, reaksi gue udah nggak seantusias dulu waktu gue bahkan bisa senyum-senyum waktu denger namanya. Semuanya udah beda, Kat. Takarannya udah berkurang dengan sendirinya,” Allura menyugar rambutnya frustasi. Gadis itu menghela nafasnya kasar beberapa kali untuk melegakan perasaannya.

Katya berjalan mendekati sahabatnya. Gadis itu mengelus bahu kanan Allura dengan lembut. “Sorry, Al. Gue cuma nggak mau lo terlarut-larut sama Arjune dan malah membatasi diri lo sendiri,” ujarnya dengan wajah yang sangat bersalah.

“Maafin gue juga, Kat. Gue udah kasar sama lo,”

“Iya emang barusan lo kasar banget sama gue! Minta maaf nggak?!”

Allura berbalik dan melangkahkan kakinya menuju ruang kelas dengan meninggalkan Katya yang masih berdiri ditempatnya. “Dasar cewek gila.”

🍁

Allura berjalan menuju lobi sekolahnya. Hari ini gadis itu memang tidak membawa kendaraan sendiri karena pagi tadi Aubyn menawarkan diri untuk mengantarnya ke sekolah. Dan bodohnya, ia lupa tidak memberitahu Pak Bas—supir pribadi keluarganya—untuk tetap berada di rumah dan menjemputnya ketika pulang sekolah. Alhasil, Pak Bas tidak bisa menjemputnya karena sedang membawa Omanya check up bersama Mamanya.

Tak lama setelahnya, Allura melihat sebuah mobil hitam mengkilap berhenti tepat dihadapannya. Gadis itu tersenyum sumringah ketika melihat Aubyn yang tengah tersenyum ke arahnya melalui kaca mobil. Tanpa pikir panjang, Allura masuk ke dalam mobil Aubyn dan keduanya meninggalkan halaman sekolah itu.

“Tau darimana gue nggak ada yang jemput, Byn?” tanya Allura seraya mengutak-atik ponselnya.

Tak langsung membalas perkataan gadis itu, Aubyn justru menunjukkan layar ponselnya kepada gadis itu. Allura menganggukkan kepalanya beberapa kali setelah membaca pesan singkat dari Mamanya yang meminta Aubyn untuk menjemputnya. Pantas saja Aubyn tahu bahwa dirinya masih di sekolah dan tidak ada yang menjemput.

“Mau langsung pulang, Ra?” tanyanya yang kemudian dibalas gelengan oleh gadis yang ada disebelahnya. “Mau kemana?” tanya Aubyn lagi untuk kedua kalinya.

“Taman bermain!”

Aubyn menolehkan kepalanya sejenak. “Yakin mau kesana?” Aubyn berusaha memastikan keputusan Allura yang ingin pergi ke taman bermain yang dulu sering mereka kunjungi bersama.

Dengan penuh antusias, Allura menganggukkan kepalanya dengan cepat. Aubyn yang tak bisa melawan keputusan gadis itu pun memutuskan untuk menurutinya. Laki-laki itu melajukan mobilnya menuju ke tempat yang Allura inginkan. Hanya memerlukan waktu lima belas menit dari sekolah Allura untuk sampai di taman bermain.

Allura meregangkan otot-ototnya ketika dirinya barusaja keluar dari dalam mobil. Ia memejamkan matanya dan membiarkan dirinya menghirup udara segar disana. Angin yang cukup kencang berhasil membuat rambut hitam sebahu Allura sedikit berantakan. Aubyn yang melihat tingkah teman kecilnya hanya dapat terkekeh kecil. Gadis itu, sejak dulu hingga saat ini, tidak ada yang berubah. Selalu berhasil membuat Aubyn terkesan. Sangat.

Keduanya berjalan menuju sebuah ayunan putar yang menjadi wahana paling disukai oleh Aubyn sejak dulu. “Byn, nggak mau naik jungkat-jungkit aja?” tanya Allura berusaha menghindari dirinya sendiri untuk tidak menaiki ayunan putar itu.

Mencegah kecurangan yang dilakukan gadis itu, Aubyn menggenggam tangan Allura dengan erat. Membawa gadis itu naik ke ayunan putar bersamanya. “Lo yang ajak gue kesini. Jadi, lo harus naik semua wahana yang ada disini,” ucap Aubyn memperingati.

Setelah keduanya berada di ayunan tersebut, hanya ada keheningan diantara keduanya. Memori tentang masa kecil mereka saling terputar di pikiran masing-masing. Allura merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita putih diatasnya. Ia menyodorkan kotak itu kepada Aubyn yang tak langsung menerimanya.

“Itu kotak apa?” tanya Aubyn dengan kening yang mengerut.

“Ambil terus buka. Biar tau ini kotak apa,”

Aubyn mengambil kotak itu dari tangan Allura lalu membukanya. Laki-laki itu tersenyum lebar ketika mengetahui apa isi dari kotak itu. “Masih suka makan ini?” Aubyn mengambil satu dari sekian banyak permen karamel yang ada di dalam kotak itu.

Allura menganggukkan kepalanya. “Do you feel good?” ledek Allura yang kemudian dibalas anggukan oleh Aubyn.

More than good.” lirih Aubyn yang membuat Allura tersenyum lebar. “Gue seneng kita bisa ketemu lagi setelah tiga belas tahun, Ra. Gue sempet takut nggak bisa liat lo lagi. Selama gue jalanin pengobatan disana, gue nggak tenang karena selalu mikir gimana keadaan lo disini. Sempet gue hampir nekat mau kabarin lo, tapi bokap sama nyokap bener-bener larang gue untuk main hape atau yang lain. Mereka bener-bener nggak bolehin gue main alat elektronik yang bisa nyita waktu gue karena mau gimanapun, bayang-bayang gue waktu kecelakaan masih ada di kepala mereka,” jelas Aubyn dengan mata yang sedikit berbinar.

Allura menitikkan air matanya dalam diam. Gadis itu meraih tangan Aubyn dan mengusapnya pelan. “It’s okay, Byn. Kita udah ketemu sekarang. Akhirnya gue nggak sendirian lagi kalo mau liat bintang dari atas mobil. Nanti malem kita liat bintang, ya, Byn!”

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Ia mengulurkan tangannya, mengacak rambut Allura pelan. “Thanks, Ra.”

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang