013 | Back Street I

Mulai dari awal
                                    

15 menit sudah mereka saling setor-menyetor pelajaran, sekarang waktunya pamit pada Velten untuk kembali ke asrama Rachel.

"Jadi, sampai di sini apa ada pertanyaan?" tanya Velten menutup buku-buku yang berada di hadapannya.

"Hm, tidak ada."

"Yakin?" Velten menaik turunkan alis kirinya.

Rachel hanya bisa terkekeh melihat lelaki itu. "Velten," panggil Rachel.

"Hm? Ya, ada apa Rachella?"

"Menurutmu, apakah aku bisa menyelesaikan ujian ini dengan baik?"

"Oh, tentu. Dengan usaha dan kerja kerasmu saat ini, itu bisa menjadi penopangmu sewaktu mengerjakan ujian."

"Tapi aku ragu," balas Rachel.

"Kenapa?"

"Akhir-akhir ini aku banyak pikiran." Rachel tertawa hambar. "Maaf tiba-tiba aku bercerita padamu."

"Ah, tidak apa-apa. Aku kan sahabatmu." Rachel tersenyum.

"Jadi, apa yang akhir-akhir ini memenuhi pikiranmu?"

"Sudah seminggu yang lalu aku diteror seseorang, kemudian hari-hari lainnya aku merasa aman, tetapi akhir-akhir ini aku merasa kalau aku diteror lagi."

Velten membulatkan matanya. "Oh, benarkah?!"

Rachel mengangguk. "Iya, aku tidak ingin terlalu ambil pusing, makanya aku menceritakan ini kepadamu." Rachel menghela napas. "Maaf ya Velten, mungkin ceritaku ini sedikit membuatmu terganggu."

Velten tersenyum. "Tidak apa-apa. Lagipula belakangan ini kita juga sering bertukar cerita, jadi santai saja Rachella."

"Tapi Rachella," sahut Velten, kemudian terdiam sejenak. "Kelihatannya belakangan ini kamu dekat dengan Lucas ya?"

"Hmm, iyaa."

"Wah kalau begitu, kamu dalam penjagaan Lucas sekarang."

"Maksudmu?"

"Lucas itu kedudukannya tinggi di masyarakat, Rachella."

"Maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti Velt."

Velten terkekeh pelan. "Begini, Lucas itu adalah orang penting di luar sana. Tuan Wong, ayah Lucas termasuk petinggi negara." Velten berdehem kemudian membenarkan posisi duduknya. "Ayah Lucas adalah pemilik yayasan L.A, beliau juga merupakan pemilik agensi pengacara terbesar sekaligus terbaik di hongkong."

"Lalu? Apa hubungannya denganku?"

"Wah, bisa dekat dengan seorang Lucas itu merupakan suatu keberuntungan Rachella."

"Dengar, aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu Velten." Rachel mengernyitkan alisnya. "Oh jadi maksudmu aku bisa saja memanfaatkan kedekatanku pada hartanya begitu?"

Velten tertawa terbahak-bahak. "Aish, bukan begitu..."

"Lalu? Ah, aku benar-benar bingung padamu Velten."

Cuz You're My PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang