part 10

134 11 0
                                    

Judul : Emak di sini aja

Pov : Narator

Part : 10 terakhir.
___________________

Windi seperti di tempatkan di sebuah persimpangan jalan, bingung harus memilih di antara dua pria yang berniat  melamar dan menikahinya. Firasat hatinya mengatakan, jika Amran dan Ridwan, kedua-duanya adalah pria-pria yang baik dan bertanggung jawab.

Selama bertahun-tahun, Windi menyimpan perasaannya terhadap Amran, tanpa Amran ketahui. Hal yang sama di lakukan Ridwan. Menyimpan rasa terhadap Windi, tanpa windi ketahui, dan Windi tahu, seperti apa rasanya menyimpan cinta selama bertahun-tahun tanpa berani mengungkapkan.

Pov : windi

"Bagaimana Win, kamu mau menerima lamaran Ridwan?" tanya papah meminta Jawabanku.

"Ting- tung- ta- tang- ling- lung"

Suara bel di rumahku berbunyi, dan papah memintaku, untuk membukakan pintu dan melihat, siapa tamu yang berkunjung.
Aku segera bergegas, untuk membuka pintu utama.

"Mas Amran," aku bingung ingin bicara apa.

"Assalamualaikum Win."

"Wa'alaikum salam, mas."

"Boleh aku masuk win?"

"Silahkan, silahkan mas." Aku mempersilahkan mas Amran untuk masuk.

Mas Amran berhenti sejenak di depanku, di tatapnya mata ku dalam.

"Aku ingin bertemu dan berbicara dengan ke dua orang tua mu, soal niat baikku untuk menghalalkanmu, semoga mereka mau menerima niat baik ku."

Aku specles, tidak bisa berbicara apa-apa, selain hanya berjalan di sampingnya Amran, untuk menemui papah dan mamah.

Amran dan Ridwan sama-sama terkejut, melihat keberadaan mereka masing-masing di rumahku.
Sebagai tuan rumah, orangtuaku tetap menyambut baik kedatangan tamu. termasuk Amran, dan di persilahkannya Amran untuk menjelaskan akan maksud kedatangannya.

Kulihat, bang Ridwan, mamah dan papah terkejut setelah mendengar penjelasan dari mas Amran.
Papah dan Mamah saling bertatapan, terlihat sekali ada keterkejutan di wajah mereka, di tambah dengan adanya bang Ridwan di situ.

"Nak Amran tahu? Jika, nak Ridwan juga bermaksud sama dengan nak Amran?"

Sekarang kulihat, giliran Amran yang terkejut, Amran langsung menoleh ke arah Ridwan, yang duduk bersebelahan dengannya.

"Aku sudah menyukai Windi, sejak kita masa kuliah dulu, dan tidak pernah ku ceritakan pada siapapun, termasuk dirimu." Ridwan terdiam sejenak.

"Pertemuanku dengan Windi, di rumah Fatimah, kemarin itu, semakin meyakinkan aku, jika perasaanku, tidak pernah berubah kepadanya, aku ingin benar-benar mempersuntingnya, untuk menjadi teman hidup ku selamanya." Mata Ridwan beralih ke arahku, menatapku dalam, seolah-olah meyakinkan aku tentang kesungguhannya.

"Windi, bagaimana keputusanmu?" Papah bertanya kepadaku, semua mata menatap ke arahku.

Aku tergugu, tidak mampu berkata apa-apa. Kedua Pria baik ini, Allah datangkan kepadaku, sebagai sebuah Anugrah, juga sebuah pilihan, kedua-duanya kuyakini akan mampu menjaga hatiku, dan hatiku benar-benar di hadapkan pada sebuah dilema yang sulit untuk ku putuskan.

"Beri aku waktu beberapa hari untuk berpikir, dan meminta petunjuk kepada Rabb ku."
Kataku pelan, ku tujukan kepada mereka berdua.

"Jika nanti, salah satu dari kalian tidak ku pilih, mohon maafkan aku, aku benar-benar di hadapkan pada sebuah pilihan yang sulit, dan mohon jangan menyimpan kebencian atau sakit hati nantinya, dan persahabatan kalian, aku harapkan harus tetap terjaga."

Ku mengusap air bening yang sudah mulai jatuh di pipiku.

"Bukan aku yang memilih salah satu dari kalian nantinya, tapi Allah, aku yakin Allah akan memberikan petunjuk lewat sholat Istikharah yang akan ku jalani nanti, Hatiku sudah terpikat kepada kalian berdua, dan itu karena Allah, jadi biarkan Allah juga yang akan memutuskan," air mata semakin deras mengalir di pipi ku.

Suasana jadi hening sejenak, mamah pun ikut menangis.

"Bagaimana nak Amran? nak Ridwan? Windi meminta waktu kepada kalian berdua," kata papah kepada Amran dan Ridwan.

"Saya Ridwan, bersedia menunggu Jawaban dari Windi, dan apapun jawabannya nanti, saya akan ikhlas menerimanya, Amran sahabat saya, dan saya cukup tau dan mengenal prilakunya, jika Windi memilihnya, insyaallah, saya bisa tenang melepaskannya." Tangan Ridwan menepuk-nepuk paha Amran di sebelahnya,

Amran tersenyum kepada Ridwan.

"Akupun percaya padamu, sahabatku ... jika Windi  nanti memilihmu, kamu juga adalah sosok yang tepat untuk menjadi imam buatnya nanti," Amran membalas ucapan Ridwan.

ku lihat Amran mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Di letakkannya di meja, pas di depanku.

"Aku sudah siapkan dan belikan kamu tiket,
Aku, emak, Aira dan Fatimah akan berangkat Umroh bersama, dan satu tiket ini, sengaja ku siapkan untukmu, agar nanti kita bisa Umroh dan berdoa bersama di depan Ka'bah, seminggu lagi kami akan berangkat, dan jika kau menerima lamaranku, datanglah ke Bandara, kita akan berangkat bersama, dan jika tidak, juga tidak apa-apa, berarti kau memilih Ridwan untuk jadi pendampingmu."

Amran segera ijin pamit kepada papah, mamah dan Ridwan, aku menemaninya sampai ke depan pintu.

"Ridwan adalah pria yang baik, dan insyaallah akupun begitu, pilihanmu nantinya berdasarkan petunjuk yang akan Allah berikan buatmu, aku akan ikhlas menerimanya." Amran pun segera pamit pulang.

Tidak berselang lama, Ridwan pun pamit dan ijin pulang kepada papah dan mamah, akupun menemaninya sampai kedepan pintu.

"Apapun keputusanmu, insyaallah, aku bisa menerimanya." Tidak banyak yang Ridwan ucapkan kepadaku, dan dia pun segera pamit.

Tiket Umroh dari Amran, terus saja ku timang-timang, saat ku berdiam diri di kamar malam ini.

Aku segera berwudhu, dan menjalankan ibadah Sholat Isya, dalam doa selesai sholat, ku mohonkan permintaan.

" Ya Allah, aku tidak mampu memilih di antara mereka berdua, maka pilihkan yang terbaik untuk ku ya Allah."

Pov :  Amran

Aku, emak, Fatimah, Aira, dan rombongan jamaah Umroh, sudah berada di Terminal keberangkatan Internasional Bandara Soekarno-Hatta.
Pemberitahuan dari pihak maskapai, dan pemimpin keberangkatan Umroh dari Travel yang akan memberangkatkan kami sudah di beritahukan, tetapi Windi belum datang juga, mataku terus mencari-cari keberadaannya.

"Windi tidak akan datang, mungkin memang dia memilih Ridwan." Kataku dalam hati.
Di saat aku siap-siap akan bergegas.

"Mas Amran ....,"

Aku menoleh, dan kulihat Windi sedang berjalan ke arahku.

"Apakah Windi memilihku," gumamku dalam hati.
Berdiri pas Windi di depanku.
Air matanya mengalir membasahi pipinya, menunduk ia sesaat.

"Hati-hati mas Amran sesampainya di sana, jaga Emak, Aira dan Fatimah di sana," air matanya semakin mengalir, sedikit terisak-isak iya.

"Aku tidak bisa ikut dengan mu, maafkan aku."

Kulihat, Ridwan memperhatikan kami dari kejauhan, tapi senyumnya masih terlihat dari arah aku berdiri, dan aku paham maksudnya, pilihan Windi sudah di jatuhkan untuk Ridwan.

"Tidak apa-apa Win, aku terima keputusanmu."

Aku segera pamit dan meninggalkan Windi. tidak lupa ku lambaikan tanganku kepada Ridwan, dan kulihat Windi pun sedang bersama Aira, emak dan Fatimah, sembari berjalan pelan menuju pesawat.

Tidak terasa mengembang air mataku, mungkin memang Windi bukan untukku, lirihku dalam hati.

"Di depan Mekah nanti, aku akan berdoa di depan Ka'bah, untuk kebahagiaan kalian berdua."

Dan mataku semakin mengembang.

Bahagia selalu untukmu sahabat terbaikku.

Berakhir.

.

Judul Standar - IBU YANG DI BUANGWhere stories live. Discover now