Part 7

88 10 0
                                    


Ku parkir'kan mobil ku di parkiran masjid sesuai titik GPS yang Amran share lock lewat aplikasi WA
Saat Amran mengabarkan jika emak meninggal dunia.
Terpikirkan oleh ku, kenapa Emak bisa berada di tempat ini, kenapa bukan di rumah Amran.

Saat Amran mengabarkan ku tentang kematian emak, aku sedang menemui seorang klien di kantor Firm ku, langsung ku tinggalkan saja dan bergegas ke mari.
Masih teringat tentang kebaikan emak, saat ku berkunjung dan menginap di rumah nya Amran, selama dua Minggu saat masih kuliah dulu
Dari tempat parkir menuju rumah di seberang nya, masih terlihat banyak orang berkumpul seperti berkelompok kelompok, sekilas terdengar seperti membicarakan tentang mati suri.

Mungkin rumah itu, pikir ku saat ingin menyebrang jalan, karena Amran bilang jika posisi rumah tidak jauh dari seberang masjid yg terdapat warung kecil di depannya "tapi kenapa tidak ada bendera kuning" ngebathin.

"Assalamualaikum" saat ku sudah ada di depan pintu rumah itu.
" Wa'alakium salam" ku kenali itu suara Amran dari dalam dan ku lihat dia bergegas menemuiku, ku menanyakan kenapa rumah dalam keadaan sepi, apa jasad emak sudah di makam kan.
"Masuk dulu wan, nanti ku ceritakan di dalam" sambil mempersilahkan aku masuk.

Degg ... Jantungku terasa berhenti berdetak, sesaat ku tertegun "Windi.." bisik ku dalam hati, cinta pertama ku, cinta yang tidak berani ku ungkapkan saat kuliah dulu, Wanita yang selalu membayangi angan ku selama ini, membuat ku tak percaya bisa bertemu dengannya di sini.

"Kamu masih ingat Windi kan!" kata Amran mengagetkan ku, agak tergagap aku menjawab pertanyaan nya.
Kulihat Windi yang tadinya duduk di bawah ber'alaskan karpet mendatangi ku sembari tersenyum, Senyum yang selalu membekas di angan ku, senyum terindah yang tidak di miliki wanita manapun di dunia ini, Wanita di masa lalu yang membuat ku tuk sulit mencintai lagi.

"Ini bang Ridwan kan? Masih ingat aku ngga bang?"
Katanya, tersenyum ceria, sambil dia menyodorkan tangan nya, ku sambut uluran tangannya, bergetar hati ku, keringat dingin seperti menyergap ku.

"Ini Windi kan?" Terdengar sedikit bergetar suara ku, namun mimik wajah ku, ku buat-buat seperti seolah mengingat-ingat, walau sebenarnya, mati-matian ku coba menenangkan diri, jantung ku berdetak kencang tidak menentu.
"Iya, aku memang sosok yang mudah di lupakan," memasang wajah murung.
"Tidak..., tidak seperti itu maksud ku." Ku coba tuk mengkonfirmasi.
"Mana mungkin aku bisa melupakan mu." Degg ..aku keceplosan, ungkapan hati terdalam ku, ku lihat Windi sedikit terkaget, tapi sesaat dia kembali tersenyum.
" Ya Allah... kenapa hatiku tidak bisa melupakan nya, walaupun ku sudah berusaha mati-matian untuk menyingkirkan nya dari hati dan angan ku, tetap ku tak bisa lakukan itu, puluhan gadis berupaya untuk memikat ku, tapi tetap tidak mampu, menyingkirkan Wanita ini dari relung hatiku, bahkan Amran sendiri sahabat terdekat ku, tidak tahu tentang hal ini."

"Oh iya, ini Fatimah keponakanku, pemilik Istana ini"
Sembari dia melirik Fatimah, seperti seolah olah menggoda nya, tetapi, lagi-lagi Amran sukses mengagetkanku...ku ulurkan tangan ku kepada gadis muda itu, terlihat Aura kebaikan dan ketulusan dari Wajahnya, lalu ku lhat emak yang baru keluar dari kamar.
"Loh, itu emak mran," kataku pada Amran sambil terheran heran
"Iya...nanti akan ku ceritakan padamu, sejelas-jelas nya dan selengkap-lengkapnya dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, atas nama bangsa Indonesia, Soekarno, Hatta,"  Amran tertawa lepas, aku pun ikut tertawa, Fatimah,emak,Aira dan Windi pun tertawa..

"Ya Allah...Aku Rindu mendengar tawa itu".

Bergegas aku menghampiri emak dan mencium tangannya, dari raut wajah tuanya, ku lihat dia mencoba untuk mengingat-ingatku.
"Saya Ridwan,Mak..., yang dulu pernah lama menginap di rumah emak, saat masih kuliah dulu" kataku sedikit menjelaskan.
"Oh iya, emak inget"
Jawabnya sambil tersenyum
"Anak mu sudah berapa nak?"
Terkaget kaget aku mendengar pertanyaan emak.
"Ridwan belum menikah mak, dia lagi fokus merintis kariernya tuk menjadi pengacara terkenal" malah Amran yang menjawab pertanyaan emak, sembari tertawa kecil, sekilas ku melirik ke arah Windi, tetapi...kenapa wajahnya terlihat murung.

Amran mempersilahkan aku untuk duduk, sembari menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi terhadap emak, cukup mengagetkan juga buat ku, yah tetapi aku percaya, bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak.
"Mran... kata ku pelan seperti berbisik, ko Windi bisa ada di sini?" Ku coba tuk mencari tau,
"Tadi nya Windi ingin melayat emak, kamu kan tahu jika Windi sahabat almarhum Elsa istri ku"
Jawab Amran
Menyesal aku, baru tahu tentang ini dan memang aku tidak pernah bicara tentang Windi kepada Amran.
"Sebentar lagi, Aku, Windi dan Aira akan ke sana, kamu mau ikut ngga?" Ajak Amran kepada ku
"Yah aku ikut" jawab ku cepat
"Windi anak nya berapa Mran?" ku coba tuk mencari tahu.
"Windi belum menikah wan" jawab Amran, Terkaget-kaget aku mendengar nya. Ada rasa bahagia dan senang mendengarnya.
Dia seperti mu, lebih mementingkan karier!.
Tak ku hiraukan penjelasan Amran.
"Jadi Wanita pujaan ku belum menikah" bisik ku dalam hati.

"Yuk mas,kita berangkat nyelawat " Ajak Windi ke Amran, sembari duduk di kursi depan ku.
"Bang Ridwan mau ikut juga kan?" Tanyanya kepada ku
"Iya ..aku ikut" jawab ku.
Ku tatap lembut wajah nan cantik mempesona ini, jantung ku berdebar keras.
"Tak ada Wanita yang mampu membuat jantung ku berdetak lebih kencang selain diri mu" bathin ku, sambil teringat masa lalu.
"Dulu dan sekarang hanya kamu yang mampu melakukan nya" hatiku memastikan.

Tak akan pernah lagi ku melepaskan mu.

"Yuk kita berangkat sekarang," ajak Amran," kita bareng satu mobil saja, mobil Windi dan kamu Wan, taruh di sini aja"
"Kita naik mobil ku saja yah" aku menawarkan
"Boleh jika gitu, gimana Win?" Amran bertanya kepada Windi
"Boleh...berangkat yuk."

Bersambung

Judul Standar - IBU YANG DI BUANGWhere stories live. Discover now