PROLOGUE

62 10 1
                                    

[WARNING! : Chapter ini mengandung konten Domestic Violence / Kekerasan Terhadap Anak. Apabila kamu merasa sensitif dengan topik ini, silahkan menuju chapter satu untuk melanjutkan bacaan]

"You could write a book
on how to ruin
someone's perfect day"

"Anak sialan! Mati saja kau, dasar tak berguna! Seharusnya Kevan yang berada di posisimu!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Anak sialan! Mati saja kau, dasar tak berguna! Seharusnya Kevan yang berada di posisimu!"

Caci maki berhamburan mengalir dari mulut lelaki tua bangka yang berdiri di hadapanku. Kepalan tangannya pun tak berhenti barang sedetikpun untuk melayangkan tinjuan ke sekujur tubuhku.

Aku meringkih kesakitan dan terbatuk, sembari sedikit mengharapkan belas kasihannya guna menghentikan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhku.

"Harusnya kau mati saja di jalan bersama si jalang itu!" Raungan amarah terdengar dari lelaki dewasa yang terus menerus melampiaskan bogemnya ke tubuhku.

Seolah-olah diriku adalah sebuah samsak tinju yang diciptakan untuk dipukul olehnya seumur hidup.

Ah, tapi itu semua memang benar adanya. Kadang pula aku bertanya di dalam hati mengenai alasan Tuhan masih saja memberikanku detik-detik kehidupan di saat aku begitu lelah akan segala yang aku punya saat ini.

Aku pun tak ingin hidup. Dan juga, andaipun roda waktu bisa berputar kembali, aku juga tak mau datang ke keluarga sialan ini.

Lebih baik aku mati sebagai seorang gelandangan di jalanan, dari pada hidup bergelimpahan harta dan penuh penyiksaan setiap harinya.

"U— ukh" aku pun kembali merintih dikarenakan rasa sakit yang enggan menghilang dari ragaku, dan berusaha menelan amarahku dalam diam.

Usahaku sia-sia, aku tak akan pernah bisa dicintai oleh lelaki ini. Hanya karena aku lahir dari rahim seorang wanita jalang yang pandai memanfaatkan keadaan.

Orang yang kuanggap sebagai ayah, tak pernah menganggapku sebagai manusia. Baginya, aku hanyalah sebuah kerangka manusia berjalan yang ia harus rawat demi menyelamatkan anak tercintanya yang terbaring sekarat di bangsal rumah sakit.

Menyedihkan, nilai hidupku pun hanya setara dengan hewan ternak yang siap disembelih saat waktunya tiba.

Tak lama, derapan kaki terdengar mendekati ruangan. Dan dari ujung ekor mataku, nampak sepasang kaki milik seorang wanita —istri lelaki sialan itu— menghampiri diriku yang masih tersungkur dan lelaki tua itu.

"Sayang, jangan menghajarnya terlalu keras," ujar seorang wanita sembari mengelus lengan lelaki itu dengan penuh kesabaran. Aku pun mendongakkan kepalaku, mendapati wanita itu tengah menatapku dengan tatapan kasihan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 29, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AGAPE Where stories live. Discover now