Satu

26 0 0
                                    

Matahari belum terbit sempurna pagi ini, tetapi seorang perempuan dengan rambut yang sudah mulai tampak putih di antara rambut berwarna hitamnya, sibuk dengan kegiatannya di pagi hari untuk menyiapkan sarapan anggota keluarganya, terutama anak perempuan semata wayangnya, yang tampaknya tidak bergairah menyambut pagi, akibat perjalanan jauh dari Jawa yang membuat tubuhnya terasa sakit semua, apalagi ia baru sampai Jakarta dini hari tadi.

Hari ini, tepat Senin pertama Reina dan kelompoknya dipindahkan untuk melanjutkan stase di Jakarta. Sebuah Rumah Sakit di tengah ibu kota yang menjadi tempat Pendidikan lanjutan untuk profesi dokternya, setelah menjalani pendidikan selama 10 bulan di tengah Jawa, dengan meninggalkan rumah dan orang tuanya di Jakarta.

Pendidikan lanjutan ini tidak jarang membuat dirinya jarang istirahat, bahkan tidak peduli ia sedang lelah atau sakit, pagi ini ia harus sudah siap menjalani rutinitas seperti biasa di rumah sakit.

"Tuh mama masakin roti bakar coklat kesukaan kamu"

"Terimakasih, ma"

"Kok lemes? , mau di cap apa nanti sama konsulennya, ngeliat Ko-Ass nya lemes begini"

"Aku masih capek maa", Jawab Reina sambil memanyunkan bibirnya

Reina mengambil setangkap roti bakar yang diolesi coklat dari hadapan mamanya. Baginya coklat adalah asupan penstabil moodnya, apalagi disaat lelah seperti ini, ia membutuhkan banyak endorphin yang dihasilkan coklat untuk mempertahankan mood senang untuk membantu aktivitasnya.

Satu suapan roti belum sempurna dimulutnya, sudah ditarik lagi keluar dari kedua bibirnya, dan dibiarkannya membuka seakan ingin mengatakan suatu hal yang penting.

"Mah tau ga?!" Seru Reina

"Ya enggak tau, kan kamu belum cerita"

"mama.., aku serius.."

"Mama juga, emang ada apa sih?"

Mama inget Tika kan? Itu loooh yang waktu itu jengukin aku di rumah sakit, terus mama bilang cantik anaknya,

"Iya inget, kenapa?"

"Dia sekarang udah punya pacar loh mam, lucu deh, gemesin banget. Baru satu minggu jadiannya!" Jawab Reina sambil tersenyum

"Ya bagus, berati sekarang giliran kamu"

"Ish mama, kok jadi aku. Aku kan lagi ceritain Tika"

"Ya mama maunya kamu juga punya pacar"

"Ya nanti"

" Kamu sih, dulu waktu kamu suka sama orang malah kamu serahin buat orang lain"

Mendengar kalimat terakhir mamanya, membuat Reina diam dalam sekejap. Percakapan yang dikira sudah selesai, nyatanya berbalas dengan suatu topik yang menyakitkan, topik yang selalu Reina hindari sejak tahun kedua ia kuliah.

"kok mama jadi bahas itu sih!" Jawab Reina dengan nada sedikit tinggi

"Lagian kamu.."

"Ma! Dimas ga pernah milih aku!"

Reina memotong kalimat mamanya.

"Kamu enggak kasih Dimas kesempatan" mama meneruskan

"Buat apa ma?!, kenyataannya Dimas ga suka sama aku!!!"

"Tapi setidaknya kamu mencoba, jadinya kamu ga melewatkan hal yang paling penting dalam hidup kamu

"Apanya yang penting? "

"Kebahagiaan kamu"

Lagi, kalimat terakhir mamanya, tidak mampu didebat oleh Reina. Lima tahun sudah, Reina mencoba untuk melupakan kejadian itu, sempat ia berbicara keras - keras untuk tidak membahas sedikitpun tentang lelaki itu. Lelaki yang pernah menyentuh hatinya dengan cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Kesalahan yang pernah ia lakukan membawanya pada keadaan penderitaan perasaan yang tidak mampu ia lepaskan. Meskipun berkali kali mulutnya mengatakan ia sudah mengikhlaskan Dimas untuk Vanya, nyatanya hatinya masih perih setiap kali ada yang mengingatkan tentang kesalahan masa lalunya. Kalau dipikir, mengapa mengaku melepaskan, sementara sejak awal ia tidak pernah memegangnya.

Roti bakar berselaikan coklat itu tidak lagi menarik baginya. Diletakkannya roti bakar itu dan kemudian memandang kosong sesaat sang roti bakar. Memang benar apa yang dikatakan oleh pepatah. Otak manusia itu bekerja sepanjang waktu, dan hanya akan berhenti ketika pemiliknya jatuh cinta. Bagi Reina otaknya bukan lagi berdiam sesaat, mungkin sudah rusak karena kelelahan memikirkan lelaki itu. Tapi Reina masih harus melanjutkan hidup dengan sisa otaknya yang masih sehat.

Mamanya yang melihat perubahan sikap Reina, merasa tidak enak. Pisau yang sedang digunakan untuk mengoleskan selai sarikaya kesukaan papa Reina harus menghentikan gerakannya.

"Dibawa aja rotinya",

Tanpa banyak bertanya, mama Reina mengambilkan kantung plastic bening untuk memasukkan roti itu, sementara Reina bergegas mengambil barang – barangnya dan bersiap untuk berangkat menuju Rumah Sakit.

"Nih, dimakan aja rotinya nanti sambil naik motor"

Reina mengambil plastik yang didalamnya sebuah roti yang tidak jadi ia telan pagi ini. Ia hanya mencium tangan papanya yang sedang menyantap roti bakar dengan lahap dan mamanya yang mengantarnya sampai teras. Kemudian Reina bergegas pergi tanpa kata.

SEBUAH KESEMPATANWhere stories live. Discover now