"Jangan ngomong gitu. I like it, Sam. Aku bersyukur banget. Aku gak buruh kemewahan, bunga-bunga, ataupun yang lain. Yang aku butuh keseriusan kamu sama aku dan hari ini kamu udah buktiin itu semua. Makasih sayang."

Senyum Sam mengembang, wajah bahkan telinganya memerah malu. Ia mengusupkan wajahnya di leher Dyba. "I love you."

Dyba terkekeh. "Love you too."

***

Dyba terkekeh saat melihat wajah abangnya di seberang sana cemberut.
"Wajahnya biasa aja atuh, Bang."

"Kamu sih, udah di lamar Sam aja. Abang bakalan dilewatin ini kayaknya."

"Sama kak Rahma lah."

Mata Gean membulat di seberang sana. "Abang sama dia cuma teman, Dy."

Dyba memajukan bibir bawahnya. "Padahal Dy suka sama kak Rahma. Dia baik, cantik, lembut, gak bar-bar. Kenapa sih abang gak sama dia aja?"

Gean di seberang sana menghela nafas kasar. "Kalau kamu suka dia, ya udah kamu aja yang lamar dia. Abang masih mau fokus ke kerjaan dulu."

"Berarti kalau dah sukses langsung lamar ya?" Dyba tersenyum jahil saat melihat wajah Gean memerah.

"Sayang, kamu nelfon sama siapa?" Dyba menolehkan kepalanya dan menunjukkan layar laptopnya yang dipenuhi wajah Gean.

Sam yang melihat itu kemudian ikut merebahkan dirinya di samping Dyba. Telungkup di samping Dyba dengan wajah yang berseri-seri.

"Heh, kutu onta! Lo ngelamar adek gue gak nunggu gue gitu? Setidaknya biarin gue ada di sana, kampret!"

Sam menyengir. "Gue kan serius, Bang. Gue gak mau pacaran terus, gue mau hubungan yang lebih serius sama Dy. Tapi, kalau disuruh nungguin lo nikah duluan gue gak bisa, Bang."

"Kenapa?"

"Lo nikahnya aja paling beberapa tahun lagi."

"Iyalah, gue mau sukses dulu!"

"Emang lo udah ada calonnya?"

Wajah Gean di seberang sana seketika memerah lagi. Ia memalingkan wajahnya.

"Muka lo merah, Bang! Wahh, bentar lagi gue punya kakak ipar!"

"Bacot lo! Gue mau bilang sama lo jangan pernah nyakitin adek gue, dia adek gue yang paling gue sayang, di-"

"Iyalah, orang adeknya abang cuma Dyba!"

Gean menatap tajam Dyba yang memotong pembicaraan. "Astaghfirullah Dy, abang lagi ngomong serius kamu ini malah ngejawab."

"Habisnya adeknya abang itu cuma Dyba, Abang. Jadi, gak mungkin ada adek abang yang lebih abang sayang lagi kecuali Dy."

"Bacotnya kamu itu, pengen abang masukin ke perut bunda lagi lama-lama. Sam, gue serius, kalau lo nyakitin Dy lo habis sama gue. Jangan lupakan gue juga bisa bela diri. Jangan lupakan gue juga bisa boxing, karate, taekwondo."

Sam tersenyum. "Iya, Bang. Tapi, gue juga manusia, gue juga bisa khilaf kapanpun itu. Maka dari itu kalau gue ada khilaf atau gimana lo bilang sama gue. Tapi, gue bakalan berusaha sebaik dan sekuat mungkin tidak akan tergoda."

"Hmm, tapi ngomong-ngomong lo jangan senyum sama gue. Gue serasa homo, njay! Sok manis lagi senyum lo, pengen gue tampol."

"Astaghfirullah salah lagi gue. Ya udah gue gini aja." Sam menunjukkan wajah datar, benar-benar datar tanpa ekspresi sama sekali. Kalau wajahnya seperti ini aura dingin dan serem Sam seketika keluar.

Gean di seberang sana melempar bantal yang ada di sampingnya ke kamera. "Anjing! Wajah lo pengen gue buang kalau kayak gitu!"

Sam mengusap wajahnya kasar. "Terus kayak mana Abang ipar tersayang, tercinta, termuah-muah?"

"Jijay bangsat!"

"Bodo amat lah, Bang, gue mau tidur aja." Sam merubah posisinya menjadi menyamping dan tubuh memeluk Dyba dari samping.

"Heh kutu badak! Enak aja lo peluk-peluk adek gue! Lepas anjir!"

Sam yang mendengar itu tidak peduli, ia malah semakin menyusupkan wajahnya di lengan Dyba. Dyba yang melihat itu terkekeh geli. Ia mengelus rambut Sam.

"Dyba! Lepas pelukannya ih! Gue belum mau punya keponakan anjir!"

Sam mengangkat kepalanya dan menatap Gean. "Konsepnya darimana kalau pelukan bisa buat anak? Kalau pelukan bisa buat anak gue sama Dyba udah punya anak 100 lebih, Bang."

"Anjir! Gue pusing sendiri ngomong sama lo lama-lama. Udah lah gue juga mau tidur aja. Awas lo di sana udah buat anak duluan gue gilas lo!"

"Gue masih punya otak, Bang. Lagi pula paling beberapa bulan lagi gue udah nikah sama Dy."

"Bagus kalau otak lo masih dipakai."

"Anjing! Untung abang ipar kalau enggak udah gue ketekin lo!"

"Bodo amat. Dy, jangan buat anak dulu, abang belum mau dipanggil om. Abang tidur dulu, jangan macem-macem!"

"Ena-ena itu cuma satu macem, Bang, gayanya aja yang banyak."

"Bangsat lo Sam!"

***

TBC....
Warning! Typo berterbaran....
Jangan lupa vote and comment....
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku....

Maaf kalau lamarannya gak romantis, gak ngena di hati. Karena aku juga masih amatiran buat hal yang kayak gitu. Soalnya juga aku kan belum ngalamin :"

01 Agustus 2020

Possessive Samudera [Selesai] Where stories live. Discover now