58

24.6K 1.8K 166
                                    

Sam menggeret koper Dyba dengan tidak bersemangat. Ia tidak rela Dyba pulang, tapi Sam sadar, Dyba masih punya kehidupan di sana. Hanya satu Minggu Dyba di sini, ahh padahal Sam ingin Dyba berbulan-bulan di sini bersamanya.

"Sam, mukanya jangan gitu dong. Kan aku jadi gak tega ninggalin kamu."

Sam menghela nafas panjang dan tersenyum, ia mengeratkan rangkulannya di pinggang Dyba. "Ya maaf, soalnya aku pengen kamu pulang secepat ini. Aku kira kamu di sini satu atau dua bulan."

"Itu kelamaan!"

Sam menyengir. "Ya kan aku masih kangen sama kamu."

Mereka berhenti tepat di depan pintu bandara. Sam menatap Dyba. "Kamu beneran mau naik pesawat biasa?"

"Iya, males naik pesawat pribadi, sendirian aku di sana. Siapa tau kan kalau naik pesawat biasa dapat teman gitu."

Sam menghela nafas pasrah, ia menganggukkan kepalanya. Sam mencium kening Dyba. "Kalau dah sampai sana kabarin, habis turun dari pesawat harus langsung telpon aku. Di pesawat harus makan, gak boleh gak makan! Kalau dingin pakai selimut, pakai kaos kakinya, pakai sarung tangan, pak-"

"Sekalian aja kamu suruh aku pake sarung!"

Sam mencubit pipi Dyba. "Lagi dibilangin malah ngejawab."

"Ya habisnya, kamu udah ngomong itu dari semalam."

"Kan aku khawatir, Dy." Sam mengelus-elus pipi Dyba. "Kabarin Sam kalau Dyba udah sampai. Harus! Wajib! Mesti! Kudu!"

"Iya, iya." Dyba mengacak-acak rambut Sam. "Bawelnya kamu nambah!"

"Kan cuma sama kamu aku bawelnya."

Dyba tersenyum dan mengangguk. Ia mengalungkan tangannya di leher Sam. "Aku berangkat dulu. Inget, di sini untuk belajar bukan main cewek!"

Sam melingkarkan tangannya di pinggang Dyba, membawa tubuh mereka mendekat. Ia menggesek-gesekkan hidungnya dengan hidung Dyba. "Tenang aja. Kamu tunggu aku, cuma satu tahun lagi aku lulus, setelah itu mungkin aku bakalan kerja di perusahaan yang ada di Indonesia aja biar gak jauh-jauh dari kamu. Aku gak bakalan main cewek, trust me, Dy!"

"Iya, dah aku berangkat dulu." Dyba melepaskan tangannya dari leher Sam.

"Aku mau cium dulu."

Dyba menghela nafas pasrah dan mengangguk, ia lingkarkan lagi tangannya di leher Sam. "Jangan lama-lama, aku gak mau bibirku bengkak!"

Sam terkekeh dan langsung melumat bibir Dyba. Namanya Sam, gak bakalan nyium Dyba cuma sebentar. Suara pemberitahuan menyadarkan kedua remaja itu. Mereka melepaskan ciumannya dengan nafas terengah-engah.

Sam tersenyum, sekali lagi ia mengecup bibir Dyba. "I love you."

"Too. Aku berangkat dulu."

Sam dengan tidak rela melepaskan rangkulannya dari pinggang Dyba. Dyba tersenyum, ia mengambil tangan Sam dan menyalami tangan itu. "Baik-baik di sini. Assalamualaikum, calon imam."

Senyum Sam mengembang lebih lebar. Ia menarik kepada Dyba agar kening gadis itu dapat ia cium. "Kamu juga baik-baik di sana. Waalaikumsalam, calon makmum."

***

Setelah memarkirkan mobilnya di basemant, Sam berjalan ke cafe depan apartemennya. Ia duduk di dekat kaca dan di pojokan, memasan secangkir cappucino dan beberapa roti.

"Hai, bro." Sapaan itu membuat Sam mendongak.

"Kenzie?"

Possessive Samudera [Selesai] Where stories live. Discover now