Dipo memandang Anna dengan tatapan sedih. "Na, please, gue gak mau lagi."

"Oke, oke. Inget kan rencana kita?"Anna melirik Desi dan Dipo. Mereka mengangguk.

***

Sorenya, Anna dan Desi sudah menunggu di lobby  Hotel Melati yang tidak jauh dari rumah Dipo. Anna mengenakan pakaian tertutup agar tidak dikenali oleh orang disekitarnya. Begitu juga yang dikenakan Desi. Tidak lupa mereka mengenakan topi dan kacamata hitam agar semakin tidak dikenali. 

Mereka tidak henti-hentinya menatap pintu masuk. Anna berpura pura memainkan HPnya dan Desi membaca koran.

"Des." panggil Anna pelan.

Desi yang sedang melihat ke arah pintu masuk pun menjawab dengan gumanan. "Hmm?"

Telunjuknya mengarah ke koran yang dipegang Desi. "Lo gimana sih. Koran lo kebalik bego."

Desi lalu melihat korannya lalu tertawa sendiri. Anna mendengkus. 

Setelah 5 menit kemudian, tampak wanita yang memakai kacamata dan baju lengan panjang masuk dari arah pintu masuk. Wanita itu tampak seperti tidak ingin dikenali. Langkahnya terburu-buru seperti ingin cepat masuk ke kamar hotelnya. 

Anna dan Desi saling menatap, yakin dengan apa yang dilihatnya. Orang itu adalah Ferni Ann. Desi menyikut lengan Anna. Anna yang paham langsung menelpon salah satu polisi kenalannya karena pernah ada tugas wawancara dan Anna masih menyimpan nomor HPnya. 

Sebelumnya mereka kemari, Anna telah menjelaskan ke polisi itu yang bernama Pak Rudi mengenai kejadian antara Ferni serta Dipo dan juga rencana Anna.

"Halo Pak? Elang sudah masuk sarang barusan. Gimana? Oh oke baik Pak. Siap meluncur." Anna langsung mematikan handphonenya.

"Kode lo gak jelas banget anjir." Desi memandang Anna heran.

Anna meringis. "Gue habis nonton 86 kemarin sama Pak Harry. Eh ayo."

Dari layar handphonenya, terlihat Ferni Ann sudah memasuki kamar. Didalamnya terdapat Dipo duduk dengan muka sedih. Memang, mereka telah memasang kamera di bagian dalam kamar sebelumnya agar Anna dan Desi tahu apa yang akan dilakukan oleh Ferni.

"Tante, aku gak mau diginiin terus. Aku gak mau." 

Suara Dipo terdengar dari layar HP Anna. Anna dan Desi menonton sambil memandang satu sama lain dengan muka sedih.

"Oh sayang," Ferni Ann mendekati Dipo. "Kamu mau video itu tersebar? Gak papa sih, muka kamu puas banget kayaknya." 

"Tante-tante bangsat!" Desi mengeram mendengar perkataan Ferni barusan.

Anna menatap Desi. "Sabar, Des, sabar." Anna berusaha menenangkan Desi dengan mengelus punggungnya.

"Aku dipaksa sama Tante ya!" Dipo mulai menangis.

Ferni Ann melepas kacamatanya. Diambilnya sesuatu dari dalam tas. Ternyata sebuah tali, penutup mata, dan cambuk. "Malam ini kamu tutup mata lagi ya."

Dipo mendelik ketakutan. "Tante itu buat apa?!" tangannya menunjuk ke arah cambuk yang tadi dikeluarkan oleh Ferni.

"I have this fetish. Kalau kamu ngelawan, kamu nggak akan menikmatinya sayang," Ferni Ann mengambil tali untuk mengikat Dipo di kasur. "Kalau kamu teriak, video kamu bakal kesebar dengan satu sentuhan loh. Nih buktinya." Ferni mengeluarkan handphonenya.

"Oke oke Tante aku gak bakal ngelawan," suara Dipo terdengar memelas. "Sebelum kita mulai, aku mau nanya Tante. Kenapa aku?"

Ferni Ann tersenyum lalu memasukan HPnya ke dalam tasnya. Dia juga meletakan tali yang akan digunakannya untuk mengikat Dipo dan diletakannya disamping Dipo. "Kamu tahu, tante gak pernah puas sama suami Tante. Dia selalu ke rig sini ke rig sana. Sudah lama Tante gak disentuh sama suami Tante. Lalu malam itu, kamu datang ke rumah Tante. Tante melihat badan kamu bagus juga, jadi Tante mengambil kesempatan ini," tangan Ferni Ann mulai memegang kaus yang dikenakan oleh Dipo. "Tante puas sama kamu. Tante puas sama ketidak mauan kamu. Tante puas memaksa seseorang."

Anna & HarryWhere stories live. Discover now