Part 39 - Asumsi

1.6K 120 4
                                    

Being close to you revives the sorrow
That wakes me up and tells me I can't win
I'd love to wake up in your arms tomorrow
But I'm so afraid of losing you again
But I'm so afraid of losing you again

***

"Saya tidak memberi tahu duluan tanpa persetujuan kamu, namun beliau mengetahuinya sendiri. Saya rasa saya tidak perlu mengelak lagi karena nantinya akan semakin rumit. Akhirnya saya katakan yang sebenarnya kepada Papa kamu." tutur Pak Harry dengan lembut. Kedua matanya menatap hangat mata Anna yang sekarang sedang ketar-ketir dan memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Tangan kanan Pak Harry mendorong rambut Anna yang menutupi wajahnya ke belakang telinga kanannya secara perlahan. Saat jari telunjuk Pak Harry menyentuh telinganya, Anna langsung menyenderkan pipinya sehingga sekarang tangan Pak Harry tertindih kepala Anna. Pak Harry membiarkan Anna melakukannya. 

Dikecup lembut tangan Pak Harry oleh Anna.

"Papa marah?" tanya Anna begitu kepalanya melepaskan tangan Pak Harry.

"Anna—"

Anna memotong perkataan Pak Harry. "Pasti lah ya. Sekarang Papa nyuruh Bapak apa? Mutusin saya? Pindah? Ngelaporin ke guru? Ke polisi? Bilang bahwa Pak Harry mengambil keuntungan dari anak dibawah umur? Saya udah punya KTP, udah bukan anak dibawah umur lagi."

Pak Harry hanya tersenyum mendengar perkataan Anna dengan nada takutnya.

"Bapak kenapa gak bohong dulu sih ke Papa? Saya kan belum nyiapin skenario buat Papa."

Pak Harry mengeryit. "Skenario? Skenario apa?"

"Skenario tentang kita lah! Gimana kita jatuh cinta dan lain-lain. Padahal saya udah mikir kalau nanti bilangnya saya mulai menyukai Bapak setelah saya lulus. Jadi gini deh."

"Jadi begini?"

"Papa pasti gak setuju kan? Papa pasti marah-marah ke Pak Harry terus ngusir Pak Harry dari apartemen kan? Iya kan bener? Aku tahu Papa itu orangnya protektif banget, meski suka gak nampakin kalau dia protektif. Cuek lah ke aku. Sok-sok gak peduli padahal peduli banget. Terus Papa pasti bilang ini semua gak etis kan? Guru dan muridnya sendiri pacaran? Mana tinggal di apartemen yang sama. Pasti makin mikir yang engga-engga deh, yakin aku. Belum lagi masalah usia. Bapak sih ketuaan! Terus apa? Papa udah nyiapin laki-laki dari Iran buat aku?"

Mau tidak mau, Pak Harry tertawa mendengar perkataan Anna yang terdengar konyol dan lucu. Memang jika sedang overthinking, Anna suka berbicara seenaknya. Padahal sedari tadi, Pak Harry belum memberi tahu apa yang dikatakan Papa Anna kepadanya. Anna dari tadi hanya berasumsi saja.

"Anna."

Anna yang sedang menutup wajahnya dengan tas, kemudian beralih menatap Pak Harry dengan kerutan di keningnya.

"Apa? Saya lagi stress mikirin hubungan kita. Saya gak mau kita selesai, Pak. Baru kemarin saya bilang I'd give my breath ke Bapak masa sekarang kita putus? Saya bakal nelfon Papa sekarang dan jelasin kalau hubungan kita tuh sehat!"

Anna buru-buru mengeluarkan HPnya dan akan menekan nomor Papanya sebelum Pak Harry mengambil HPnya. 

"Jangan sekarang, An. Papa kamu mungkin baru bangun dan akan bersiap-siap kerja. Nanti beliau jadi terganggu konsentrasinya dengan sifat kamu yang overthinking itu loh, An. Sudah, nanti aja." Pak Harry memasukan HP Anna ke dalam kantung bajunya.

"Paaaaaaaak." rengek Anna.

"Apa sayang?"

"Kok Bapak biasa aja sih dari tadi? Gak khawatir gak kenapa-napa nih sama hubungan kita?" mata Anna memicing tajam menatap Pak Harry.

Anna & HarryWhere stories live. Discover now