Lima; Janji

5.9K 1K 647
                                    

Tidak pernah ada sambut untuk langkah-langkah lemah yang memijak dingin lantai rumah itu. Desah kasar angin pun seolah membeku. Yang ada tinggal sepi di antara benda-benda mati serta sudut hampa yang tidak pernah berpenghuni.

Rumah bagi Fajar memang tidak pernah terasa nyaman. Karena selain sepi, musuh terbesarnya adalah dibenci. Bahkan ketika orang-orang di rumah itu pergi, ia masih saja merasa dihakimi. Seperti saat ini.

Fajar baru saja tiba bersama Cairo yang tadi memaksa mengantar pulang. Hanya untuk menemukan senyap ruang tamu serta dingin dari udara yang menikam. Brata pasti belum pulang. Lelaki itu tidak akan kembali ke rumah sebelum langit sempurna menghitam. Dan Clara--oh astaga!

Seketika Fajar menahan langkah Cairo yang berada satu meter di depannya. Tangan Fajar refleks menarik tas di punggung pemuda itu hingga ia menoleh.

"Kakak bukannya harus jemput Kak Clara?"

"Ganti baju dulu, nggak enak banget pake seragam."

"Udah bilang? Takutnya dia marah lho kalau Kakak jemputnya lama."

"Ya biarin aja. Toh, dia yang maksa minta jemput. Kalau nggak sabar nunggu ya biar balik sendiri. Awas, gue mau ke atas."

Cairo melanjutkan langkah setelah menepis tangan Fajar dari tasnya dan Fajar pun hanya membiarkan saja. Tidak lagi berusaha menahan pemuda itu melakukan apa yang dia suka. Lagipula, siapa pun tahu Clara tidak mungkin marah pada Cairo apa pun alasannya. Gadis itu memang liar karena pergaulan yang tidak pernah mendapat perhatian, tapi kepada Cairo, dia bisa meninggalkan segalanya. Dia bisa menjadi hangat yang tidak pernah orang lain kira jika Cairo yang meminta.

Namun, tepat saat langkah Cairo mencapai setengah tangga, suara pintu yang dibuka kasar dari luar menggema. Seketika fokus mereka teralihkan ke sumber suara, hingga sosok Clara yang datang dengan tatap kesal dan tampilan berantakan menjadi objek paling menonjol di sana. Wajah gadis itu marah, tapi Fajar bisa merekam jejak air mata di pipinya yang bahkan masih basah.

"Kak-"

"Diem!"

Kalimat Fajar terpenggal saat Clara mulai membentak. Dan detik itu Fajar baru sadar kalau basah yang semula hanya ia temukan di wajah ternyata mengalir sampai ke bawah. Pakaian serba mini yang gadis itu kenakan sudah tidak lagi bersih seperti saat tadi pagi ia berangkat. Ada bercak-bercak tanah yang menempel di tiap bagian hingga warna kecoklatan di sana begitu jelas terlihat.

Seketika Fajar maju, mencoba mengamati lebih dekat. Namun yang ia dapat setelahnya hanya khawatir karena gadis samasekali tidak terlihat baik dengan mata berkaca dan kedua tangan mengepal erat.

"Kakak kenapa? Habis ngapain? Itu bajunya kotor banget--"

"Lo nggak denger gue nyuruh lo diem? Nggak ada yang minta lo ngomong di sini." Tapi lagi-lagi Clara membentak dan membuat Fajar tidak lagi membantah. Tatapan gadis itu jatuh pada Cairo yang ia lihat berjalan mendekat. Namun, dengan begitu ia justru merasa emosinya semakin memuncak.

"Kakak balik naik apa?"

Clara mendecih dengan mata yang mengintimidasi. Mengetahui fakta bahwa adik kesayangannya berani mengabaikan ia demi anak sialan ini cukup membuatnya sakit hati. Clara sudah menunggu lama di depan gedung kampusnya, hingga ia didatangi makhluk bar-bar yang mengaku sebagai mantan kekasih Rangga lalu menyerangnya, Cairo masih belum datang juga.

Memeluk Fajar [Terbit]Where stories live. Discover now