n e u f.

226 58 40
                                    

Almost, almost is never enough

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Almost, almost is never enough.
So close to being in love.
If i would have know that you wanted me, the way i wanted you.
Then maybe we wouldn't be two worlds apart, but right here in each other arms.

___

Dentangan jam dinding entah mengapa terasa lebih keras, Olif berusaha tidur dengan posisi duduk dikursinya. Rasanya kurang nyaman, kursi yang digunakan juga hanya kursi sisa yang tidak digunakan untuk festival.

"Festival ini tidak menyenangkan, atau hanya aku yang sedang berpikir begitu?" Gumam Olif. Ia melihat asal dengungan siswa lewat jendela, mereka sedang bercanda gurau disana selagi menyetel lagu dengan beat cepat.

Felix disana, ia menyisipkan anak rambut Yora ke telinga selagi gadis itu menyesap minuman ditanganya. Olif menyudahi pemandangan tersebut, dengan melihat itu rasanya ia tak akan tidur malam ini.

Olif membuang napasnya. Berat.

Cuaca hari ini cerah, secerah hati orang-orang yang ada diluar sana -bukan Olif. Namun Olif yakin akan turun hujan nanti sore, mungkin akan lebih deras dari biasanya.

Ia kembali membenamkan kepalanya dimeja, Olif merasa kurang tidur. Memejamkan matanya beberapa kali hingga akhirnya tertidur, yah walaupun tidak terlalu pulas Olif merasa sedikit lebih baik.

Keira yang ia dapati keberadaanya tengah memakan roti diujung ruangan menyambut Olif yang baru saja bangun. "Mau pulang?"

Olif mengerjapkan matanya melirik jam yang sudah menunjukan pukul setengah enam sore. "Kenapa belum pulang?" Olif bertanya.

Keira membawa tas Olif kehadapan pemiliknya. "Nungguin lo, lah. Kalau lo bablas tidur disini bisa bahaya, tau." Celetuknya kemudian di iringi kekehan Olif.

Olif yang tersenyum tersebut bangkit dari duduknya kemudian menerima ransel yang Keira bawakan lantas berjalan keluar sekolahnya, Olif kembali menemukan Felix di halte sekolah. Hal ini tidak biasa baginya, pasalnya Felix selalu pergi dan berangkat sekolah naik motor atau sepedanya.

"Mau makan dulu nggak? Gue lapar nih." Ajak Keira. Temanya ini sepertinya paham keadaanya, Olif mengagguk setidaknya ia tidak jadi duduk beriringan dengan Felix di halte.

Ada rasa kasihan dihati Olif terhadap Felix yang duduk sendirian disana, namun ia menyangkalnya kemudian kembali berjalan melewati lelaki itu tanpa menoleh sedikitpun.

Cuaca mulai mendung, seperti perkiraan Olif. Keduanya belum memasang payung, gemercik hujan belum turun namun gertakan petir sudah mulai merebak di langit.

Sesampainya di kedai Nek Eli, Keira langsung menyapa sang Nenek dengan ceria. Ia juga memesan makanan setelah itu duduk santai dikursi pelanggan yang nyaman. Olif juga melakukan hal yang sama.

Deru angin diluar semakin kecang, bersamaan dengan rintik air yang mulai berjatuhan. Olif menyesap coklat panasnya, menikmati kepulan uap dari cangkirnya.

Letter's | ft. Lee FelixWhere stories live. Discover now