Masih BAB 1: Teman Seperjuangan

7 0 0
                                    

Trio Kwek-kwek dari Fikom mau skripsian bareng!

Begitu kata Garda setelah Shania setuju membantu Gita karena sama-sama mahasiswa bimbingan Pak Djafar.

Trio Kwek-kwek yang beda jurusan, tapi sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi. Shania jurnalistik. Gita Humas. Garda Mankom. Entah bagaimana caranya, bersama-sama, mereka akan menyelesaikan skripsi sebaik mungkin.

Langkah pertama, tentu saja membantu Gita dengan masalahnya.

"Jadi, masalah di skripsinya Gita apa?"tanya Shania, to the point.

Gita menunduk dalam, menyembunyikan wajah malunya yang merah padam. Pertanyaan Shania seolah tembakan yang langsung menghunjam ke jantung dan membunuhnya seketika. Garda tak tega.

"Nah, masalahnya... Gita bahkan belum punya masalah,"sahut Garda, mewakili Gita.

"Pak Djafar bilang apa?"

Garda menepuk-nepuk punggung Gita, berusaha memberinya sedikit kekuatan dan menghalau frustrasi yang menimpanya.

"Kata Pak Djafar, skripsiku nggak baru,"Gita berujar pelan.

"Selain itu?"

Gita masih ingat detailnya. Saran Pak Djafar tempo hari kembali terngiang-ngiang di benaknya.

Jujur, Gita tahu Pak Djafar memang objektif dan perkataannya tidak salah.

Cara bicara beliau juga sama seperti biasa, tegas, rasional, logis.

Apa yang salah? Gita harus mengakui, dirinya sendirilah yang salah, karena bingung dan asal cepat saja.

Padahal ini skripsi. Mahakarya bagi mahasiswa.

Dan dosen pembimbingnya adalah Pak Djafar, dekan Fakultas Ilmu Komunikasi yang perfeksionis.

Mengembuskan napas berat, Gita akhirnya menjawab.

"Skripsiku nggak solutif dan nggak menyelesaikan masalah. Karena itu, aku masih mencari masalah. Jujur, aku emang meniru skripsi senior. Topiknya sama. Kukira kalau beda objek penelitian, hasilnya bisa beda. Tapi Pak Djafar inginnya yang lain. Katanya topik itu sudah banyak. Dan aku harus cari topik baru. Tapi apa? Masalah kan itu-itu saja. Memang belum ada yang baru, kan? Lalu aku harus ikuti apa? Atau hanya aku yang selalu kurang? Aku nggak berharap perfect atau A+ atau cumlaude, padahal! Aku cuma mau selesai!"

Garda dan Shania saling tatap, tak tahu bagaimana harus merespon. Shania kaget karena Gita bisa bicara sepanjang itu dalam sekali tarikan napas, sementara Garda takjub karena baru kali ini Gita meluapkan emosinya seperti itu.

Ini Gita, lho. Sahabatnya, yang bicara secukupnya, yang selalu menimbang kata-katanya, dan memeriksa kembali, karena takut salah.

"Kurasa, hal pertama yang harus diubah adalah, caramu memandang skripsi. Jangan cuma 'ingin selesai,' harusnya, 'ingin selesaikan masalah.' Iya, kan, Shania?"

"Oh? Iya, benar. Kalau misalnya masih belum dapat masalah, coba kamu pikirkan, apa yang bisa kamu selesaikan? Mungkin cari masalah di sekitar itu."

Gita mengangguk. Memikirkan kembali, apa kemampuan terbaiknya? Memastikan sesuatu tidak salah? Menghadapi krisis?

"Mungkin topik manajemen krisis public relations, terus disambungkan dengan kampanye. Mungkin Pak Djafar akan lebih menerima? Instansi yang brand-nya jatuh akhir-akhir ini..."

Shania menunjuk televisi. Kebetulan sekali, berita yang dibutuhkan Gita sedang ditayangkan.

"Okay! Let's get back to study!"

SKRIPSQUAD [SQUAD SEMESTER AKHIR]Kde žijí příběhy. Začni objevovat