Masih BAB 1: Di Luar Diriku

8 0 0
                                    

"Shania, jadilah teman seperjuanganku selama bimbingan dengan Pak Djafar!"

Shania tertegun. Ia terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan spontan dan mendesak itu.

Kenapa pula ia harus jadi teman seperjuangan cewek ini?

Kenal saja tidak.

Satu angkatan Fakultas Ilmu Komunikasi sampai 800an orang. Belum lagi kakak tingkat dan adik tingkat. Shania tidak mau repot menghapal keseluruhannya; cukup yang bertemu dengannya saja, seperti teman-teman sejurusan atau mahasiswa lain yang ditemuinya di organisasi kampus.

Shania memang pernah ikut Badan Eksekutif Mahasiswa, tapi itupun hanya setahun.

Lalu, selama tiga tahun di Fakultas Ilmu Komunikasi, ia merasa tidak kenal dengan cewek ini.

Kalau Shania tidak mengenalinya sebagai mahasiswa sejurusan, artinya cewek ini adalah teman seangkatannya dari jurusan sebelah.

Sekarang, tiba-tiba, dia ingin menjadi teman seperjuangan Shania selama bimbingan dengan Pak Djafar?

Cara memintanya saja aneh, seolah-olah ia ingin mengajak Shania untuk bergabung bersamanya dalam sebuah petualangan mencari harta karun.

Shania tidak butuh itu. Ia butuh segera lulus, membantu ayahnya di yayasan, dan...

Dan...

Meninggalkan kampus agar bisa menyusul Kak Dion?

Lamunan Shania terhenti saat cewek itu memohon lagi. Nadanya putus asa, seakan Shania adalah tambang terakhir yang bisa menariknya keluar dari lubang keputusasaan.

"Gimana, Shania? Please, aku nggak tahu caranya ngadapin Pak Djafar... Ideku ditolak terus... Mungkin emang nggak seharusnya aku minta Pak Djafar jadi dosbing, tapi udah telanjur... Aku pengen Pak Djafar jadi dosbingku karena di Fikom ini, beliau yang paling expert di bidangnya..."

Sejak awal skripsi, Shania berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Pak Djafar sudah menerima bab pertama skripsinya setelah berkali-kali sulit ditemui.

Selama ini Shania selalu memikirkan semuanya untuk dirinya sendiri.

Menjadi rajin? Untuk kepuasan diri.

Masuk kampus terbaik? Untuk kebanggaan diri.

Menyelesaikan pekerjaan kelompok sendiri? Untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ia hanya tidak mau ambil pusing dengan marah-marah dan menyalahkan anggota kelompoknya. Lebih mudah jika langsung ia kerjakan saja semua; hasilnya sempurna, dan tidak ada pertikaian karena menyuruh-nyuruh anggota kelompok. Anggotanya tinggal baca apa yang dikerjakan Shania. Aman.

Jika dipikir-pikir lagi, Shania tidak harus membantu cewek ini. Oh, bahkan sampai detik ini, Shania tidak tahu namanya.

Akan tetapi, sesuatu di sudut hatinya, membuat Shania ingin menerima ajakan cewek ini. Shania ingin mencoba berpikir, bagaimana jika aku membantunya tanpa memikirkan diriku sendiri?

Satu kali saja, memikirkan sesuatu di luar dirinya.

Shania tersenyum dan menjawabnya. "Boleh. Tapi, siapa namamu? Kayaknya kita nggak sejurusan. Aku nggak mengenalmu sebelumnya."

"Oh, iya, maaf! Namaku Gita. Salam kenal, Shania. Mohon bantuannya!"

🐞🐞🐞🐞
Oiya, pojok curhat terus buka. Kalau mau cerita atau tanya-tanya tentang dunia kampus, aku sangat terbuka! Boleh di bagian komen atau di private message. Semangaaat!

Salam hangat penuh cinta,
AlishaNanta💖

SKRIPSQUAD [SQUAD SEMESTER AKHIR]Where stories live. Discover now