열둘

781 152 23
                                    

✍️ My Hater Next Door ✍️

Dinginnya malam kembali menyapa. Pedestrian yang kini masih di penuhi orang-orang berlalu lalang menjadi target bagi Jennie untuk menumpahkan kekesalannya kepada sang adik. Gadis itu hanya berbalut hoodie yang sama sekali tak membantu menghangatkan badannya di tengah dinginnya malam ini.

"Brengsek banget jadi adik!", Jennie menggeram sambil menghentak-hentakkan kakinya di atas pedestrian. Hal itu mengundang tatapan bingung dari orang-orang yang berlalu lalang disana.

Jennie kembali terlihat frustasi. Segala macam hal yang ada disekelilingnya itu Ia jadikan tempat untuk menumpahkan segala kekesalannya hari ini. Dengan rasa panas yang ada di kepalanya masih tetap tak bisa membantunya menghangatkan badannya saat ini.

Jennie menghela nafas dengan rambutnya yang kini berantakan. Ia yakin, orang-orang yang tengah berlalu lalang saat ini pasti menganggapnya gila. Jennie tak peduli. Ia kembali melanjutkan langkahnha dengan sedikit juntai. Padahal Ia tahu Ia tak baru saja meneguk alkohol. Tapi rasanya berat untuk membawa badannya berjalan saat ini. Kemana Ia harus pulang?

Ditengah dirinya yang masih frustasi, wanita itu tiba-tiba dapat mendengar dengan samar sesuatu. Sesuatu yang kedengarannya sedang mencoba melarikan diri.

Jennie menoleh, tepat di sampingnya berdiri Ia dapat menangkap tiga orang bandit seperti sedang memalaki seorang wanita tua di gang sempit pedestrian.

Jennie hanya memandang kejadian itu sebentar dengan tatapan kosong. Ia tak seharusnya khawatir dengan nasib wanita tua yang sedang diganggu para preman gang tersebut. Itu bukan urusannya.

Jennie akhirnya mulai mengambil langkah untuk melanjutkan perjalannya--- yang entah akan kemana.



















































Wanita dengan balutan hoodie itu nampak kembali memundurkan langkahnya. Dirinya mulai mengambil rute menuju gang sempit yang kini hanya diisi oleh tiga orang bandit dan seorang wanita tua yang sudah beruban.

"Woy!"

Panggilan Jennie yang terkesan menantang itu sukses membuat ketiga orang preman, termasuk sang wanita tua menoleh.

Jennie mencoba menahan kaku di badannya akibat kedinginan. Ia tak ingin menjadi seorang pencundang karena meninggalkan wanita tua yang lemah itu sendirian bersama para bandit yang ingin memalaknya, sementara Ia merupakan saksi di tempat tersebut.

"Lo bertiga laki?", Jennie melemparkan pertanyaan sarkas sambil memasukkan kedua tangannya di dalam saku hoodienya.

"Lo siapa? Jangan sok keras jadi perempuan!", ujar salah satu dari ketiga bandit tersebut.

Jennie hanya menyengir dengan tatapan sinisnya, "Pantesan gabisa jawab. Gak mungkin ada laki yang berani malakin orang tua. Kerja, dong! Masih pada muda juga lo bertiga!", Jennie kembali melemparkan sarkasme dan sindirannya kepada tiga orang tersebut.

Tiga orang preman itu saling melempar tatap, "jangan bikin kita mukulin lo, ya!", ancam salah satunya.

Jennie kembali tertawa hambar. Kini terlihat jelas hembusan uap dari mulutnya akibat dinginnya malam saat itu. Wanita itu mulai mengambil sebuah tongkat yang tergeletak disamping jalan, kembali menatap ketiga pria itu dalam pandangan meremehkannya, "Lah, sama orang tua aja berani. Masa sama gue gak berani? Keliatan kan bencongnya," Jennie dengan begitu berani menusuk ketiga pria itu dengan kata-kata pedasnya.

Habis sudah kesabaran ketiga pria itu. Mereka benar-benar sudah tidak peduli lagi dengan siapa orang yang akan mereka pukuli saat ini.

Jennie langsung menyerang dengan tongkatnya ketika salah satu dari mereka mulai datang mendekat.

My Hater Next DoorWhere stories live. Discover now